Jerinx Tolak Sidang Online, Minta Tatap Muka
Tim kuasa hukum I Gede Ari Astina alias Jerinx (JRX) mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (7/9)
Penulis: Putu Candra | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM - Tim kuasa hukum I Gede Ari Astina alias Jerinx (JRX) mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (7/9).
Kedatangan tim kuasa hukum yang dikomandoi I Wayan "Gendo" Suardana ini untuk menyampaikan surat keberatan atas persidangan online, dan memohon sidang dugaan ujaran kebencian yang menjerat Jerinx digelar secara tatap muka.
Sidang perdana perkara ini akan digelar, Kamis (9/10) dan sebelumnya Ketua PN (KPN) Denpasar menyatakan, sidang digelar secara online atau virtual.
"Untuk surat keberatan ini, kami keberatan atas rencana sidang online, dan memohon untuk sidang terbuka atau tatap muka. Surat ini kami sampaikan kepada Ketua PN Denpasar cq majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara ini," terang Gendo sebelum menyerahkan surat ke pihak PN Denpasar.
Diajukannya keberatan ini, kata Gendo berdasarkan pada beberapa berita yang dimuat media online terkait rencana pelaksanaan sidang online yang digelar oleh pihak PN Denpasar.
Atas dasar itu lah, pihak tim penasihat hukum mengajukan keberatan. Selain itu ada sejumlah alasan yang mendasari, tim mengajukan keberatan.
"Intinya kami menolak rencana sidang online karena beberapa alasan. Yang paling pokok adalah, sidang online terhadap kasus Jerinx dan kami juga mendapat informasi dari jaksa yang memberitahukan secara teknis nantinya majelis hakim dan penitera akan bersidang di PN Denpasar, ruang Cakra. Kemudian tim jaksa nanti dipembuktian dengan menghadirkan para saksi dan ahli mereka akan sidang di Kantor Kejati Bali. Terdakwa didampingi kami saat pembuktian bersama saksi dan ahli itu di Kantor Polda Bali," paparnya.
Dengan teknis sidang seperti itu, dikatakan Gendo akan sangat memberatkan kliennya dan tim penasihat hukum.
"Pada pokoknya itu dapat merampas hak asasi manusia dan merampas hak konstitusi Jerinx. Sehingga Jerinx terugikan karena tidak bisa mendapatkan haknya atas pengadilan yang bebas dan tidak memihak," cetusnya.
Beberapa pertimbangan lainnya, kata Gendo adalah sidang online bertentangan dengan Undang-Undang.
"Dari Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan KUHAP itu jelas pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa wajib hadir secara fisik di hadapan sidang. Jika kemudian terdakwa dihadirkan secara online, maka itu bertentangan, baik itu KUHAP maupun Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman," tegas pemilik kantor advokat Gendo Law Office (GLO) ini.
Kedua menurutnya, sidang online berpotensi atau bahkan dapat menghambat upaya-upaya kebenaran materiil. "Perkara pidana adalah menggali kebenaran materiil. Seharusnya seluruh pihak di dalam sidang bisa menggali secara bebas, komprehensif termasuk bisa melihat gestur dalam pembuktian. Misalnya gestur dari saksi, karena ini menggali materiil bukan formil seperti sidang perdata," jelas Gendo.
Dengan sidang online, dikatakan Gendo justru akan menghambat proses pembuktian materiil. Belum lagi terkendala teknis seperti rentan ganguan jaringan internet dan peretasan. "Itu akan sangat menganggu. Atau bisa saja saat sedang berjalannya pemeriksaan keterangan saksi, koneksi internet terganggu. Saksi bisa tidak independen, karena dipengaruhi orang," tuturnya.
Pula ia merujuk, meski dalam kondisi pandemi saat ini masih ada sidang yang digelar oleh pihak PN Denpasar secara tatap muka. "Fakta yang paling penting adalah, sampai saat ini pengadilan juga masih menggelar sidang tatap muka. Baik pidana terutama yang tidak ditahan maupun sidang perdata. Ya, kenapa kemudian untuk kasus Jerinx sidangnya harus digelar secara daring. Kan bisa sebetulnya. Toh tidak semua sidang digelar online," ucap Gendo.
Ia pun berharap sidang digelar secara tatap muka dengan tetap mengedepankan dan mematuhi protokol kesehatan. Di sisi lain, Gendo mengapresiasi langkah PN Denpasar akan menyiarkan sidang secara langsung melalui live streaming YouTube.
"Kami mengapreasiasi sidang disiarkan secara live streaming. Tetapi seharusnya itu menjadi pendukung saja. Artinya masyarakat memang harus tahu sidang pidana sifatnya terbuka, tapi live streaming kemudian harusnya menjadi pendukung. Terdakwa secara fisik tetap dihadirkan di sidang. Mematuhi protokol kesehatan dan disiarkan langsung atau live streaming. Menurut kami itu yang ideal," kata Gendo.
Ditanya jika sidang tetap digelar online, seperti apa langkah selanjutnya, dan apakah Jerinx keberatan. Dengan tegas, Gendo menyatakan, kliennnya amat sangat keberatan dengan sidang online ini dan tidak menjamin hak hukum Jerinx. "Kita lihat saja tanggal 10 September akan seperti apa terdakwa akan mengambil sikap. Sekarang klien kami sedang berfikir, tapi pada prinsipnya dia sangat keberatan dengan sidang online ini," ujarnya.
Selain menyampaikan surat keberatan dan permohonan sidang digelar tatap muka, tim kuasa hukum juga bersurat ke Komas HAM, Komisi Yudisial dan Ombudsman RI.
"Kami juga menembuskan surat ini kepada Komnas HAM, Komisi Yudisial dan Ombudman RI. Untuk permohonan rekomendasi dan dukungan. Kami mohon agar lembaga-lemabag ini memberikan rekomendasi kepada PN Denpasar untuk menggelar sidang Jerinx secara tatap muka," ungkapnya.
Disinggung mengenai pengajuan penangguhan penahanan, Agus Suparman melanjutkan, tim kuasa hukum pasti akan mengajukan dan itu adalah hak terdakwa yang dilindungi Undang-Undang.
"Sesuai Pasal 31 ayat (1) sudah jelas kami meminta hak dari Jerinx. Permohonan itu tetap kami ajukan berdasarkan sejumlah pertimbangan. Yaitu Jerinx tulang punggung keluarga. Dia punya istri. Dan hak penangguhan penahanan sudah diatur di Undang-Undang. Hak itu yang kami minta melalui permohonan penangguhan. Itu akan kami ajukan pada saat proses persidangan. Bukan berarti kami mengajukan permohonan itu menganggap Jerinx tidak kuat atau cengeng. Itu adalah haknya. Apakah itu dikabulkan atau tidak, itu kewenangan pengadilan," Jawabnya. (CAN)