Berita Banyuwangi
Rancang Program BOSS, Pengolahan Sampah Jadi Energi Alternatif di Desa & Destinasi Wisata Banyuwangi
Banyuwangi merancang program pengolahan sampah dengan metode Banyuwangi Olah Sampah di Sumbernya (BOSS).
TRIBUN-BALI.COM, BANYUWANGI - Pemkab Banyuwangi memiliki berbagai program penanggulangan sampah.
Kali ini Banyuwangi merancang program pengolahan sampah dengan metode Banyuwangi Olah Sampah di Sumbernya (BOSS).
Program BOSS menjadi salah satu solusi untuk memecahkan berbagai persoalan sampah yang diubah menjadi sumber energi terbarukan.
BOSS akan dirancang di desa-desa dan destinasi wisata di Banyuwangi.
• Seorang Suami Tega Cangkul Wajah Istri di Depan Ibunya, Korban Terluka Parah, Begini Kronologinya
• Serahkan Masker, Koordinator Staf Khusus Presiden Kunjungi UNUD dan RSUP Sanglah
• Kemenparekraf Gelar Gerakan BISA dan Kampanye Pakai Masker di Pantai Pulau Santen Banyuwangi
Untuk menjalankan program BOSS ini, Banyuwangi kolaborasi bersama TOSS (Tempat Olah Sampah Setempat) merupakan program dinaungi oleh Kementerian ESDM dan PLN, bekerja sama dengan Gerakan Ciliwung Bersih (GCB), dan Comestoarra.com, startup company bidang teknologi informasi penunjang pengembang energi terbarukan.
Program ini terbukti sukses di berbagai tempat, seperti di Klungkung Bali, Ciliwung Jakarta, dan daerah lainnya.
Di Banyuwangi program nantinya diberi nama BOSS.
Program ini menggunakan metode pengelolaan dan pengolahan sampah di sumbernya, lalu menjadikannya sebagai sumber energi terbarukan berupa gas dan listrik tenaga uap.
“Program ini bagus karena bisa menjadi model penanganan sampah dari hulu, utamanya di destinasi wisata dan desa-desa. Selain menangani masalah sampah, BOSS juga menyelesaikan kebutuhan listrik rakyat karena mengubah sampah menjadi sumber energi alternatif. Kami sangat mendukung dan menyambut baik program ini,” kata Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, usai Safari TOSS, Seminar, dan Pelatihan virtual di Aula Pelinggihan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Selasa (8/9/2020).
Seminar dan pelatihan virtual ini juga menghadirkan sejumlah narasumber, seperti Komisaris utama Comestoarra.com Supriadi Legino, Pengembang Metode Peuyeumisasi untuk TOSS dan listrik kerakyatan Sonny Djatnika Sunda Djaja, dan ahli lingkungan I Made Brunner.
Turut bergabung Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa, General Manager PT PLN (Persero) UID Jawa Timur Nyoman S. Astawa.
Anas mengatakan, Pemkab Banyuwangi akan segera membangun BOSS di sejumlah destinasi wisata dan desa-desa.
“BOSS akan segera dibangun di destinasi wisata agar mata rantai pengelolaan sampah tidak terlalu panjang. Langsung diproses di tempatnya sehingga setiap destinasi tetap bersih, sehat, dan bebas tumpukan sampah. Hasil energinya bisa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat,” jelas Anas.
“Saya kira ini juga bisa dikerjakan di desa-desa dan kecamatan mengingat tempat pembuangan akhir (TPA) sampah semakin penuh. Setiap desa pasti mampu karena anggarannya tidak terlalu besar,” tambahnya.
Tenaga ahli bidang Supply Value Chain Management TOSS, Arief Noerhidayat mengatakan, pengolahan sampah ini dilakukan dengan metode peuyeumisasi atau biodrying menggunakan bioaktivator (bakteri).
Semua sampah, mulai dari plastik, sampah rumah tangga, popok bekas, makanan sisa, dan berbagai jenis sampah lainnya, kecuali sampah keras seperti besi, kaca, dan batu, bisa diproses menjadi energi listrik dan gas.
Pemilahan sampah diawali dengan memasukkan sampah ke keranjang peyeumisasi dan disiram bioktivator, untuk menghilangkan bau serta lalat.
Setelah 5 hingga 6 hari, sampah bisa dipanen untuk kemudian dicacah menggunakan mesin khusus lalu dicetak menjadi pelet atau disebut batu bara nabati, yang menjadi bahan bakar pada kompor hingga mesin co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Satu ton sampah bisa menghasilkan 100 kilogram pelet.
Pelet tersebut bisa langsung digunakan di kompor yang menghasilkan api tanpa asap sebagai pengganti LPG dan bisa digunakan untuk kebutuhan memasak rumah tangga.
Pelet juga bisa dimasukkan ke mesin co-firing, yang diubah menjadi gas dan bisa digunakan sebagai pengganti kompor gas LPG.
Selain itu, gas hasil pembakaran di co-firing juga bisa menjadi bahan bakar penghasil listrik tenaga uap yang disalurkan melalui pembangkit listrik diesel, sebagai pengganti solar atau bensin.
"Batu bara nabati atau pelet ini sudah melalui uji laboratorium PLN," kata Arief.
Arief mengatakan, siap mengawal pelaksanaan BOSS di Banyuwangi.
“Akan kita mulai secepatnya. Daerah siap, kami juga siap,” kata Arief.
Arief mengatakan, Banyuwangi akan menjadi daerah pertama yang melakukan pengelolaan TOSS di bidang pariwisata.
“Ini akan jadi yang pertama. Banyuwangi mengolah sampah jadi energi alternatif langsung dari destinasi wisata,” katanya.
Arief mengatakan, program ini tidak membutuhkan anggaran yang besar dan mudah untuk direplikasi di berbagai tempat.
Ini karena mesin yang digunakan bisa dibilang cukup sederhana dan bahan dasarnya adalah sampah.
Selain itu, juga memecahkan persoalan sampah yang banyak ditemui di berbagai daerah.
(Haorrahman)