Jerinx SID Dilaporkan ke Polda Bali
Kuasa Hukum Jerinx: Ada Potensi Jerinx Bebas
Sugeng Teguh Santoso menganggap sidang terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx Selasa (22/9/2020) sudah berjalan dengan baik
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Salah satu penasihat hukum Jerinx, Sugeng Teguh Santoso menganggap sidang dengan agenda pembacaan ulang dakwaan kasus dengan terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx Selasa (22/9/2020) sudah berjalan dengan baik.
Kendati sidang masih berjalan secara online, namun eks Pengacara Joko Widodo ini mengaku mendapatkan angin segar karena mendengar pernyataan Majelis Hakim yang mengatakan, masih mempertimbangkan untuk diadakannya sidang offline.
"Majelis hakim terkait dengan permintaan Jerinx untuk sidang offline itu ada pernyataannya begini: bahwa sampai hari ini kami masih mempertimbangkan sidang offline. Itu menjadi garis bawah kami," kata pria yang dikenal sebagai Sang Pembela ini.
Menurut Sugeng, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) soal persidangan di masa pandemi sebetulnya tidak bertentangan dengan KUHAP.
• Sebulan Bercerai dengan Kiwil, Janda Cantik Meggy Wulandari Dinikahi Duda
• Usman Diringkus Polresta Denpasar, Nekat Mencuri Karena Kebutuhan Ekonomi
• Pilkada Serentak Tetap Jalan, Pemerintah Buka Opsi Adanya TPS Keliling
Sebab, dalam SEMA nomor 1 tahun 2020 itu, Sugeng menyebut bahwa dalam persidangan di masa pandemi harus dilakukan protokol kesehatan secara ketat.
Ia menjelaskan, dalam SEMA itu sebetulnya persidangan online itu tidak wajib dilakukan, tapi fakultatif.
"Sidang online itu bukan wajib, tapi fakultatif, yang terjadi sekarang dibalik. Yang tidak wajib menjadi wajib, yang menjadi hak dikurangi, ini yang kami desak. Kami bersurat ke majelis hakim, majelis hakimnya menolak. Oleh karena itu kami meminta kepada regulatornya yaitu MA, kami meminta agar Sema itu diterapkan dengan sidang offline," kata Sekjen Persatuan Advokat Seluruh Indonesia (Peradi) Kubu Luhut Pangaribuan itu
Jebolan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1991 ini menerangkan bahwa tujuan pihaknya begitu memperjuangkan persidangan secara offline adalah untuk menemukan keadilan yang hakiki, baik buat pelapor, buat Jerinx dan untuk masyarakat luas.
"Karena apa? karena proses pembuktian dalam sidang pidana itu sangat kritis, harus membutuhkan presisi atau kecermatan. Keadilan itu membutuhkan presisi yang baik, presisi yang didapat dari pemeriksaan persidangan yang mengikuti prosedur di dalam KUHAP," tegas Sugeng
Jika dipaksakan persidangan secara online, Sugeng mengkhawatirkan dalam prosesnya nanti banyak hal-hal teknis yang bakal mengganggu proses persidangan, baik itu soal suara yang tidak jelas, bergema, atau lembaran surat yang sulit dilihat keasliannya.
"Tahapan-tahapan itu ketat disana. Suara-suara itu bergema, belum lagi memeriksa surat. Surat itu benar atau tidak fotokopi, asli atau tidak kita tidak tahu. apa yang dikatakan saksi disana kita tidak dengar, maka ini bisa menghilangkan pencarian keadilan yang hakiki itu," jelas Sugeng.
Namun demikian, Sugeng menilai untuk persidangan kali ini, Majelis Hakim ia nilai sudah lebih profesional daripada persidangan sebelumnya.
Sebab, pada persidangan sebelumnya, ada pasal dalam KUHAP yang dilanggar oleh hakim yakni memaksakan pembacaan dakwaan tanpa dihadiri oleh terdakwa di dalam persidangan.
"Sebenarnya kan kemarin (sidang sebelumnya) sudah dibacakan, kan begitu, kok dibacakan lagi? Artinya ada koreksi, kemarin kan sudah dibacakan, kami bersurat bli Gendo dan kami bersurat ada proses yang dilewati berdasarkan pasal 154 harusnya hakim menunda, yang kemarin tidak boleh dilakukan dulu, tapi dipaksakan. Hari ini, akhirnya hakim melihat, harus dilakukan pembacaan dakwaan lagi," jelas Sugeng
Sugeng mengapresiasi pengadilan negeri Denpasar dan para hakim serta jaksa karena sudah mau mengikuti prosedur.
Terakhir, Sugeng optimistis bahwa masih ada potensi Jerinx SID bisa bebas dari jeratan hukum yang mengancamnya.
"Potensi Jerinx bebas ada, ingat ya, potensi," tutupnya.(*).