Kritik Aksi Demo UU Cipta Kerja, Prof Windia: Biasakan Kalau Demo Jangan Merusak

Aksi demonstrasi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) 'Omnibus Law'' di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Bali, sempat memanas.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Ribuan massa aksi yang tergabung dalam komunitas Bali Tidak Diam melaksanakan long march dari Jl Sudirman menuju kantor DPRD Bali, Kamis (8/10/2020) 

Masyarakat Pancasila berarti yang saling menghormati antaragama, masyarakat yang ber-pri kemanusiaan, manusia yang memuliakan persatuan-kesatuan, masyarakat yang selalu bermusyawarah/bermufakat dan masyarakat yang menikmati keadilan sosial.

Ketika masyarakat seperti itu belum tercapai, kata Prof. Windia, maka akan ada rasa iri antara masyarakat dengan birokrat/pemimpin yang bergelimang kemakmuran.

"Apalagi ternyata banyak pemimpin kita yang korup. Maka pada saat-saat seperti ini, akan menimbulkan iri hati dan sentimen sosial.

Maka sedikit saja ada kasus, maka masyarakat akan meledak. Kemarahan rakyat kecil, layaknya seperti api dalam sekam," kata dia.

Oleh karenanya, Prof. Windia mengusulkan agar Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dihidupkan kembali.

Dalam GBHN disebutkan secara jelas bahwa pembangunan nasional Indonesia adalah pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.

"Kalau presiden menyimpang dari konsep itu, maka ia harus dicopot. Diyakini bahwa kalau saja keadilan sosial di Indonesia dan Pancasila diterapkan dengan baik, maka tidak akan ada brutalisme di bumi Pancasila ini," tuturnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved