Pilkada Serentak

Pilkada Serentak di Bali, Tempat Hiburan Direncanakan Tutup Saat Pencoblosan 'Agar Datang ke TPS'

Tantangan kami nantinya bagaimana mendatangkan masyarakat ke TPS, kami sudah melakukan langkah sosialisiasi melalui media sosial

Penulis: Ragil Armando | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali
Ilustrasi Pilkada Serentak. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Jadwal pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 berlangsung di masa pandemi Covid-19.

Hal ini memicu kekhawatiran akan turunnya angka partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.

Dalam momen pilkada serentak ini, masyarakat dihadapkan pilihan antara memilih keselamatan diri dari penyebaran pandemi atau menggunakan hak pilih sebagai wujud penerapan demokrasi di tingkat daerah.

Banyaknya masyarakat yang dikhawatirkan takut ke TPS karena alasan kesehatan saat pandemi menjadi tantangan tersendiri. 

KPU pun merencanakan beberapa cara diantaranya termasuk menutup dulu tempat hiburan

Seperti diketahui ada enam daerah di Bali dijadwalkan akan melaksanakan Pilkada, yakni Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Tabanan, Jembrana, Bangli, dan Karangasem.

Aliansi Pemuda Indonesia (API) pun menggelar diskusi virtual melalui Zoom meeting yang bertajuk Urgensi Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, Selasa (20/10/2020).

Beberapa pembicara yang hadir diantaranya adalah Komisioner KPU RI, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Komisioner KPU Bali Gede John Darmawan, Akademisi FISIP Universitas Udayana Dr. Kadek Dwita Apriani, serta Mantan Ketua KPU Buleleng yang kini duduk sebagai Ketua Komite Demokrasi (KoDe) Bali, Gde Suardana.

Dalam pemaparannya, Komisioner KPU Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menegaskan bahwa Pilkada harus tetap berlangsung untuk menjaga proses suksesi kepemimpinan yang konstitusional dan memiliki legitimasi rakyat.

Apalagi, penunjukan Pelaksana Tugas (PLT.) dan Penjabat (PJ.) kepala daerah tidak bisa membuat keputusan strategis karena terbentur oleh peraturan perundang-undangan.

"Tujuan tetap diselenggarakannya Pilkada pada 9 Desember untuk mendapatkan pemimpin yang legitimasi, karena PLT atau PJ tidak bisa mengambil keputusan starategis," jelas dia.

Mantan Ketua KPU Bali ini bahkan menyebut bahwa pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi ini menjadi tantang tersendiri bagi KPU provinsi dan kabupatan/kota di 270 daerah se-Indonesia.

"Khususnya dalam konteks Bali menjadi tantangan tersendiri dan dalam pengalaman saya itu bisa diselesaikan dengan duduk bersama," jelasnya lagi.

Di sisi lain, Komisioner KPU Bali, Gede John Darmawan mengatakan bahwa pihaknya sudah merancang berbagai formula untuk menarik masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Salah satu langkahnya ialah menggencarkan sosialisasi melalui media sosial (medsos).

Pihaknya pun menjamin jika masyarakat yang datang ke TPS di jamin aman karena sudah diterapkan dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Tantangan kami nantinya bagaimana mendatangkan masyarakat ke TPS, kami sudah melakukan langkah sosialisiasi melalui media sosial," jelasnya.

Menariknya, dalam diskusi tersebut, pihaknya menelorkan wacana dengan meminta pemerintah menutup tempat hiburan dan wisata saat pencoblosan pada 9 Desember 2020 mendatang.

Pasalnya, pihaknya menilai banyak masyarakat yang takut menggunakan hak pilihnya di masa pandemi dengan alasan kesehatan.

Tetapi, selama masa pandemi ini tempat wisata dan hiburan justru tetap ramai oleh masyarakat.

 "Kami juga ada wacana yang nanti kami konsultasikan ke Pemerintah, pada 9 Desember tempat hiburan atau wisata agar baru dibuka pukul 13.00 siang setelah pencoblosan, agar masyarakat datang dulu ke TPS baru jalan-jalan," ungkapnya.

Kepala Daerah Bisa Tidak Memiliki Legitimasi

Akademisi Universitas Udayana Dr. Kadek Dwita Apriani, memaparkan jika KPU memiliki tantangan dalam sosialisasi terutama di kalangan Milenial.

 "Dari hasil survey kami di masyarakat kota Denpasar jika masyarakat Denpasar yang tahu Pilkada sebanyak 76 persen, ada 24 persen yang tidak tahu, tetapi angka 76 persen itu bertolak belakang dengan orang yang tahu Pilkada ditunda ke Desember hanya 56 persen," ungkapnya.

Dwita melanjutkan jika masyarakat yang mencari tahu track record calon di kota Denpasar hanya 50 persen saja.

Ia juga mengatakan dalam Pilkada nanti ada tujuh tantangan yang harus mampu dilawan oleh KPU, diantaranya adalah ada cluster baru Covid (Pilkada), meningkatnya angka golput akibat tidak memilih karena takut terinfeksi, partisipasi pemilih rendah, dan beberapa poin lainnya.

Salah satu poin menarik adalah bahwa dengan angka golput yang dikhawatirkan tinggi, ia khawatir justeru akan membuat kepala daerah terpilih tidak memiliki legitimasi yang kuat akibat rendahnya tingkat dukungan di masyarakat.

“Kepala daerah tidak fokus mengurus virus, sibuk urusan politik disbanding kesehatan, fraud lebih merajalela yakni politik uang dan politisasi birokrasi, legitimasi kepala daerah terpilih lemah, kepemimpinan kepala daerah terpilih bisa tidak efektif atau instabilitas pemda,” terangnya.

Sementara itu Mantan Ketua KPU Buleleng yang kini duduk sebagai Ketua Komite Demokrasi (KoDe) Bali, Gde Suardana mengungkapkan jika pemberitaan di media, Pilkada di beberapa wilayah di Bali masih rendah dibandingkan berita lain.

"Seperti yang di Karangasem, dalam bulan ini berita tentang Pilkada sangat rendah, nah ini menjadi tantangan bagi KPU bagaimana mengemas kegiatan agar menarik diberitakan," ungkap Suardana. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved