Terdampak Pandemi Covid-19, Penjualan Gitar Ukir Wayan Tuges Kini Andalkan Marketplace
Seniman ukir sekaligus perajin gitar I Wayan Tuges mengandalkan penjualan dan pemesanan gitar ukirnya melalui marketplace di tengah pandemi Covid-19
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Widyartha Suryawan
Lebih Dihargai Musisi Internasional
USD 2.000, USD 5.000 dolar, demikian logo harga gitar di galeri I Wayan Tuges, di Banjar Sakih, Desa Guwang, Sukawati.
Tak ada satupun gitar yang berornamen Bali yang dibanderol dengan harga rupiah. Bahkan ia pernah menjual gitar seharga USD 9.000, jika dikalikan kurs Rp 14.000 per 1 dolar, maka nilainya Rp 126 juta.
Penjualan menggunakan dolar ini, kata Pekak kelahiran 7 Oktober 1952 ini bukan karena tidak menghargai mata uang rupiah. Tetapi kata dia, ada hal ironis di balik itu.
Pekak Tuges mengatakan, setiap gitar yang dibuatnya, memang tidak pernah dijual dengan harga rupiah. Hal tersebut karena selama ini gitar buatannya lebih dihargai musisi-musisi internasional. Satu di antaranya, band Walk off the Earth.
“Ya, memang saya jualnya pakai dolar, saja. Sebab karya saya lebih dihargai oleh musisi-musisi internasional. Mindset musisi kita perlu diubah, cintailah karya anak bangsa,” ujar Pekak Tuges saat ditemui Tribun Bali, Senin (11/3/2019) di Sukawati, Gianyar.

Namun Tuges tak mengungkapkan maksudnya terkait musisi nasional yang kurang mencintai karya anak bangsa.
Tapi, saat disinggung apakah musisi nasional kerap menawar harga gitar atau meminta gratisan, Pekak Tuges langsung tersenyum.
“Saya tak mau mengungkapkan itu, nanti takutnya Wayan Tuges dibilang terlalu blak-blakan,” ujarnya lalu tertawa.
Pekak Tuges menegaskan, setiap gitar yang dibuatnya, tidak diselesaikan secara asal-asalan.
Artinya, ia sama sekali tidak mengejar materi, melainkan kepuasan pembeli. Sebab gitarnya, selain digunakan untuk bermain musik, juga dipakai sebagai pajangan.
Karena itu, dalam membuat sebuah gitar, ia bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan.
“Saya kalau buat gitar tidak pernah main-main. Harus bagus, karena itu butuh waktu lama dalam sekali buat. Sekali lagi, hargailah karya anak bangsa. Sebab saya lihat banyak musisi kita, kalau beli gitar luar negeri, harga berapapun dibeli. Tapi kalau buatan anak bangsa, ya begitulah,” ujarnya.
Baca juga: 178 Akomodasi Pariwisata di Tabanan Lulus Persyaratan Sementara untuk Terima Dana Hibah dari Pusat
Lalu, bagaimana latar belakar dirinya memiliki ide memasukkan seni ukir Bali ke dalam gitar? Kata Pekak Tuges, hal tersebut berawal dari warga Kanada.
Tuges yang awanya dikenal sebagai tukang ukir, ditantang membuat ukiran pada daun gitar.
“Setelah jadi, memang gitarnya bagus, tapi suaranya kesana-kemari, istilahnya jelek. Sebab saya memang tak punya basic main gitar, kalau mewirama sih bisa,” ujarnya.
Lantaran jengah karyanya cacat dari segi nada, Pekak Tuges pun belajar tentang nada gitar pada orang Amerika.
“Dua tahun saya belajar sama orang Amerika, akhirnya saya memahami nada-nada barat,” ujarnya.
Atas kepiawaiannya tersebut, kini Pekak Tuges kerap ditunjuk sebagai juri dalam ajang pencarian bakat, khususnya dalam bidang musik. (*)