Corona di Indonesia
Ingat Ya, Belum Ada Vaksin Covid yang Punya Izin Edar
Badan POM tentunya menjunjung tinggi asas kehati-hatian sebagaimana sudah diarahkan oleh Bapak Presiden.
Ingat Ya, Belum Ada Vaksin Covid yang Punya Izin Edar
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Togi J Hutadjulu Apt MHA menegaskan, sampai hari ini belum ada satupun vaksin Covid-19 yang mendapatkan izin edar.
Ia mengatakan, vaksin Covid-19 yang sedang diupayakan Indonesia itu masih dalam proses pengembangan uji klinik baik pra klinik (uji pada hewan) maupun uji klinik (uji pada manusia).
"Sampai saat ini belum ada vaksin Covid-19 yang sudah mendapatkan izin edar. Semua kandidat vaksin Covid-19 ada masih dalam proses," ujar Yogi pada diskusi virtual, di Jakarta, Kamis (29/10/2020).
Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia atau WHO per tanggal 19 Oktober 2020, diketahui ada sejumlah 44 kandidat vaksin Covid-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik.
Sementara, ada 154 kandidat vaksin yang sedang dalam tahap uji pra klinik.
Baca juga: Kelulusan CPNS 2019 Diumumkan Besok, Ini Tahapan Selanjutnya Jika Dinyatakan Lulus
Baca juga: Pembuang Bayi di Negara Bali Ditangkap, Pelakunya Ibu & Bapaknya Bayi, Keduanya Masih Pelajar SMA
Ia menerangkan, kandidat vaksin yang sudah memasuki tahap uji klinik fase 3, di antaranya vaksin Covid-19 dari Sinovac, Sinopharm, University of Oxford yang bekerja sama dengan Astra Zeneca.
Kemudian, Cansino, Gamalea dari Rusia, Janssen Pharmaceutical, Novavax, maupun Moderna.
"Badan POM mendukung persiapan pemerintah dalam pemberian vaksin covid, serta memperhatikan arahan bapak Presiden tentang perlunya kehati-hatian," ujar Togi.
Proses pengadaan vaksin Covid-19 untuk Indonesia telah sesuai standar dan persyaratan kaidah internasional, di mana keamanan, efektivitas, dan mutu harus terjamin.
Hal itu menepis anggapan bahwa vaksin Covid-19 yang disiapkan pemerintah terkesan terburu-buru.
"Badan POM tentunya menjunjung tinggi asas kehati-hatian sebagaimana sudah diarahkan oleh Bapak Presiden bahwa kehati-hatian itu sangat penting. Jadi harus terbukti keamanan dan efektivitas dari produksi tersebut," ujar Togi.
Ia menerangkan, pihaknya mengacu pada standar dan persyaratan dari WHO, US FDA atau Food and Drug Assossiation United State of America, serta European Medicines Agency (EMA).
"Itu adalah beberapa otoritas regulatory obat yang sangat ketat dalam rangka melakukan evaluasi dan penetapan persetujuan kondisi, conditional approval ataupun emergency authorization," jelas dia.
Togi memastikan, dalam proses vaksin Covid-19 tidak ada pihak mana pun yang dapat memberi tekanan atau paksaan agar vaksin Covid-19 segera bisa digunakan.
"Kita (BPOM) pastikan bahwa memang memenuhi persyaratan aspek-aspek khasiat keamanan. Kita tidak akan merasa dapat tekanan harus cepat, tetapi yang paling penting adalah keamanan dan efektivitas dari vaksin ini sehingga dapat digunakan oleh masyarakat untuk penanggulangan konsisten Covid-19," ujar Togi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Prof Dr dr Cissy Rachiana Sudjana menerangkan, beberapa vaksin telah terbukti dan diakui dapat mencegah penyakit yang disebabkan virus atau bakteri tertentu.
Vaksin merupakan antigen atau zat aktif pada virus dan bakteri yang apabila disuntikkan, menimbulkan reaksi sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus atau penyakit tersebut.
“Jadi kalau vaksin itu adalah zatnya. Proses pemasukkannya ke dalam tubuh disebut vaksinasi," kata dia.
Sementara, imunisasi adalah reaksi dari tubuh setelah mendapatkan vaksin.
Badan akan dirangsang untuk membentuk anti bodi pada sistem kekebalan tubuh.
"Selain anti bodi, badan akan menghasilkan sel memori, jadi sistem kekebalan kita bisa memproduksi anti bodi untuk segala macam penyakit yang tidak baik,” terangnya.
Dirinya memaparkan, dampak imunisasi terhadap turunnya penularan penyakit tercatat besar.
Seperti penyakit haemophilus, influenza, radang paru, gondok, rubella, hingga tifus, yang mampu ditekan penyebarannya oleh vaksin.
"Semua penyakit tersebut menurun jumlah penularannya, seiring dengan dilakukannya imunisasi," ungkap dia.
dr Cissy berharap, masyarakat tidak perlu meragukan keamanan vaksin, lantaran ada jaminan keamanan vaksin yang terus dilakukan pada tiap fase uji klinik, sehingga produk akhirnya dipastikan aman, efektif, dan berkhasiat.
Pada tahap awal, produsen vaksin mengidentifikasi dahulu calon vaksin yang hendak dibuat.
Calon vaksin yang terpilih adalah yang mampu menghasilkan zat antibodi terbaik.
"Saat sudah aman dan menghasilkan zat antibodi yang kuat, terutama pada uji pra klinik yang diujicobakan pada hewan, barulah pengujian diteruskan ke uji klinik pada manusia," terang dr Cissy.
Ia melanjutkan, fase uji klinik pada manusia terbagi menjadi tiga tahap.
Pertama, pada fase I untuk menguji keamanan dan ke-efektifannya.
Fase I ditujukan untuk menguji respon imun pada sekelompok orang dengan jumlah di bawah 100.
"Ketika fase I aman dan efektif, maka dilanjutkan ke fase II untuk diuji keamanan dan efikasinya lebih jauh lagi pada jumlah subyek 400-600 orang," kata dia.
Kemudian, apabila fase II aman, maka dapat berlanjut ke fase III untuk mengetahui apakah ada efek samping.
"Biasanya diujikan ke jumlah subyek yang mencakup ribuan atau puluhan ribu orang. Setelah melalui uji klinik fase III dan tidak terdapat efek samping, maka vaksin tersebut ditetapkan aman, efektif, dan berkhasiat.” terang dr Cissy Rachiana.
Lebih lanjut dr Cissy Rachiana juga menjelaskan, pada fase III ini biasanya pengujian vaksin dilakukan di beberapa negara (multi center).
Tujuannya untuk mengukur efektivitas serta efikasi atau langkah observasi untuk mengetahui besaran daya perlindungan vaksin terhadap infeksi.
Setelah melewati fase-fase tersebut, regulator yang dalam hal ini BPOM di Indonesia, bisa menerbitkan izin edar setelah mempelajari data-data uji klinik tersebut.
Survei keamanan vaksin terus dilakukan, termasuk saat vaksin sudah digunakan secara resmi.
Ini yang disebut fase IV atau Post Marketing Study.
Ia mengakui, tidak seperti halnya vaksin lain yang pengembangannya perlu waktu bertahun-tahun, vaksin Covid-19 relatif singkat pengembangannya sekitar 12-18 bulan, karena telah mendapat izin dari para ilmuan dan regulator.
Untuk mempersingkat pengujian, uji klinik fase I dan II dilakukan berbarengan, namun tetap mengutamakan faktor keamanan.
Selain imunisasi penting untuk mencegah penyakit, kecacatan, hingga kematian, juga dapat mencegah penularan penyakit ke lingkungan sosial yang lebih luas lagi, atau yang disebut herd immunity atau imunitas populasi, yakni saat sebagian besar populasi diimunisasi.
“Jadi kalau banyak orang di sekeliling kita diimunisasi, yang tidak bisa mendapatkan imunisasi karena berbagai sebab seperti, ada penyakit, terlalu muda untuk diimunisasi, atau tidak mendapat akses ke vaksin, jadi ikut terproteksi,” ujar dr Cissy Rachiana.
dr Cissy menuturkan, diperkirakan kecepatan penularan Covid-19 atau Reproductive Number (Ro) mencapai 2 hingga 5 kali.
Dengan daya penularan sebesar itu, imunisasi Covid-19 harus tercapai 60-70 persen dari populasi agar tercipta herd immunity.
“Saya mengharapkan semua masyarakat, terutama media yang bisa memberikan edukasi, untuk mengedukasi masyarakat kita bahwa vaksin adalah cara paling efektif untuk menurunkan kesakitan, kematian dan juga kecacatan. Biayanya juga paling cost effective. Kita lakukan demi Indonesia. Semoga anak-anak kita bisa sehat dengan imunisasi yang sesuai dengan ketentuan.” harap dr Cissy Rachiana.
Sampai saat ini belum ada satupun vaksin Covid-19 yang terbukti aman dan efektif.
Untuk itu pecegahan terbaik adalah pendisplinkan diri dan lingkungan dengan protokol 3M (Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta Menjaga jarak). (Tribun Network/rin/wly)