Nyanyian Suci, Ini Bahaya Menyanyikan Dharmagita Sembarangan

Dharmagita adalah suatu nyanyian kebenaran, nyanyian keadilan, yang dinyanyikan dalam pelaksanaan upacara agama Hindu.

Tribun Bali/ Net
Ilustrasi Lontar 

Hal itu berkaitan dengan eksistensi sastra, sebagai seni yang meliputi retorika dan gramatika.

Sebagai retorika, pemakaian bahasa dalam karya sastra dianggap pemakaian bahasa yang baik dan menjadi teladan.

Sebagai gramatika, bahasa karya sastra dianggap sebagai bentuk pemakaian bahasa yang tepat.

Hal ini berkaitan dengan kedudukan sastrawan atau pujangga, sebagai orang teladan yang memakai bahasa secara baik dan optimal. Sehingga diteladani oleh orang beradab.

Penyair memiliki kekuatan persuasif, yang diwujudkan melalui kemampuan untuk mengajar, memberi nikmat, dan menggerakkan.

Kedua, bahasa dalam dharmagita merupakan sistem semiotik tingkat kedua, atau dalam bahasa Bali dinamakan basa makulit. “Karya sastra menggunakan bahasa sebagai media, dan bahasa itu merupakan sistem semiotik tingkat pertama. Bahasa, sebelum digunakan penyair, sudah merupakan sistem tanda, sistem semiotik,” katanya.

Setiap tanda, unsur bahasa itu mempunyai arti tertentu, yang secara konvensional disetujui penuturnya, yang harus diterima masyarakat penuturnya, dan yang mengikat mereka.

Singkatnya, bahasa telah memiliki arti (meaning). Ketika bahasa itu digunakan dalam karya sastra, arti bahasa diberi arti melalui konvensi sastra.

Karena itu, arti bahasa dalam sastra adalah arti dari arti (meaning of meaning) atau disebut makna (significance).

Jenis-jenis bahasa yang digunakan dalam dharmagita, meliputi bahasa Sanskerta, bahasa Jawa Kuna, bahasa Tengahan, dan bahasa Bali. Dharmagita berfungsi sebagai salah satu unsur, yang dapat membuat sebuah yajna menjadi satwika yajna.

Hal ini dapat dipahami melalui pemaknaan hakikat dharmagita sebagai sebuah sastra tembang. Tembang juga disebut sekar.

Sekar juga dapat berarti bunga. Oleh karena itu, bunga-bunga selalu hadir dalam dharmagita, sehingga dharmagita dapat membuat hati pembaca, pendengar, dan penikmatnya menjadi berbunga-bunga.

Dalam hubungan inilah tubuh manusia, dharmagita, dan bunga dapat dipahami sebagai sekar. Bunga adalah sekar, dharmagita (tembang) adalah sekar, dan tubuh manusia adalah juga sekar.

Ketiganya merupakan yantra, tempat semayam dewa keindahan. “Dharmagita juga merupakan ungkapan rasa bhakti (sradha) kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa,” jelasnya.

Dharmagita diciptakan oleh penyair (pujangga) melalui beberapa tahapan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved