Nyanyian Suci, Ini Bahaya Menyanyikan Dharmagita Sembarangan
Dharmagita adalah suatu nyanyian kebenaran, nyanyian keadilan, yang dinyanyikan dalam pelaksanaan upacara agama Hindu.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Pujangga (sang kawi) memulai karyanya dengan menyembah dewa pilihannya, sebagai dewa keindahan, sebagai asal dan tujuan.
Dewa itu dipandang menjelma dalam segala keindahan, baik di alam sakala, sakala-niskala, maupun alam niskala.
Guna menemukan dewa keindahan yang menjelma di alam sakala, pujangga (sang kawi) mengembara, mengamati pertempuran, kecantikan wanita, menyusuri pantai, menjelajah gunung, hutan, sungai, dan lain-lain sambil berlaku tapa.
Dewa keindahan yang berada di alam niskala, berhasil ditemukan berkat laku tapa atau samadi pujangga (sang kawi).
Dewa keindahan berkenan turun dan bersemayam di alam sakala-niskala, yakni di atas padma hati atau jiwa pujangga (sang kawi). Pujangga (sang kawi) berupaya mempersatukan diri dengan dewa tersebut.
Persatuan itu merupakan sarana, yakni dengan persatuan itu pujangga (sang kawi) “bertunas keindahan” sehingga ia mampu menciptakan dharmagita, dan sekaligus tujuan, yakni dengan menciptakan dharmagita, pujangga (sang kawi) berharap dapat mencapai pembebasan tertinggi.
Sejalan dengan itu, maka dharmagita merupakan yoga sastra dan yoga keindahan. Dalam rangka yoga itu, dharmagita merupakan yantra, sebagai candi tempat semayam dewa keindahan dan objek samadi bagi para pemuja dewa keindahan serta sebagai silunglung, bekal kematian.
Dharmagita berfungsi membentuk dan menumbuhkan budi pekerti luhur (budi kaparamartan).
Dharmagita juga berfungsi sebagai hiburan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dharmagita adalah nyanyian suci keagamaan. Dengan melihat hakikat dharmagita sebagai sebuah nyanyian, maka unsur estetika (keindahan) merupakan hal esensial dalam dharmagita. Unsur estetika, secara intrinsik berfungsi sebagai pembangkit nilai estetika bagi dharmagita itu sendiri.
Secara ekstrinsik akan memberikan efek estetis bagi penikmat dharmagita.
Efek estetis menyebabkan penikmat merasa terhibur oleh kandungan estetis dharmagita.
Aspek estetis akan menyantuh budi. Karena itu, apabila pengucapan dharmagita dilakukan dengan benar dan tepat akan dapat menggetarkan hati nurani yang paling suci (budi).
“Budi nurani suci akan dapat menguasai pikiran atau manah. Pikiran (manah) yang kuat mengendalikan nafsu keinginan (indria). Nafsu keinginan (indria) yang terkendali dengan baik akan dapat mengarahkan perbuatan kita berpegang pada dharma (kebenaran). Perbuatan yang berpegang pada dharma akan menghasilkan pahala mulia berupa ananda, yakni kehidupan bahagia lahir dan batin,” imbuhnya.
Cara mempelajari dharmagita, kata dia, memang memiliki kekhususan. Yakni melalui tiga tahapan, terdiri atas wirama (membaca dan menembangkan teks dharmagita sesuai jenis tembangnya).
Wiraga, menerjemahkan teks dharmagita ke dalam bahasa yang paling dekat dengan pembaca.
Serta wirasa, mendiskusikan makna teks yang ditembangkan agar dapat memperoleh suasana emosional teks atau rasa. (*)