Travel

Pancoran Solas Taman Mumbul, Wisata Religi Dengan 3 Konsep Penglukatan

I Gusti Agung Made Adi Wijaya, Ketua Pengelola Penglukatan Pancoran Solas Taman Mumbul Sangeh,jelaskan destinasi wisata ini telah ada sejak 2016

Penulis: Anak Agung Seri Kusniarti | Editor: Alfonsius Alfianus Nggubhu
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Pamedek melukat di Pancoran Solas Taman Mumbul Sangeh Badung 

Proses membuat tempat melukat ini, juga dilalui dengan prosesi upacara lengkap dengan banten sesuai sastra agama Hindu, Matur piuning dan lain sebagainya, sehingga semuanya berjalan lancar.

Dengan harapan semuanya berjalan sesuai harapan. Sebelum ada tempat melukat, lokasi ini adalah kawasan belantara dengan pancoran tempat mandi yang berpindah-pindah.

Kemudian ditata kembali menjadi tempat melukat yang luas dan indah.

Berdasarkan cerita dari pamedek pada dirinya, banyak yang datang merasakan sensasi berbeda setelah selesai.

“Kalau kasat mata penglukatan itu sama saja, namun beberapa ada yang meyakini sehingga setiap minggu datang ke sini,” jelasnya.

Ada yang dahulu merasakan sakit, setelah melukat ke sana sakitnya berkurang bahkan hilang.

Pancoran solas ini, berkonsep Dewata Nawa Sanga atau 9 dewa yang terkenal di Bali ditambah dua pancoran yaitu Dewi Gangga dan Dewi Saraswati sehingga totalnya 11 pancoran, dari 9 dewa dan 2 dewi.

“Bali kan dikenal dikelilingi Dewata Nawa Sanga, yang menjaga dari segala penjuru sehingga dengan pancoran ini diharapkan percikan air suci mampu membersihkan diri dan menyelamatkan yang melukat dari marabahaya,” jelasnya.

Dewi Gangga, filosofinya adalah dewi kesuburan sementara Dewi Saraswati adalah dewi ilmu pengetahuan.

“Ada pengunjung yang pernah merasa berat badannya, setelah melukat langsung ringan,” imbuhnya.

Sebelum pandemi destinasi ini biasa buka dari jam 8 pagi sampai 9 malam. Begitu pandemi sempat tutup selama 4 bulan dari Maret, dan kembali buka saat new normal dari jam 7 pagi sampai 7 malam.

Pemangku yang ngayah di tempat melukat, merupakan pemangku pura-pura yang ada di Sangeh dan ngayah bergantian.

Per hari ada 2 mangku yang ngayah, yakni pagi sampai siang dan sore sampai malam.

Ia menjelaskan, tak ada pantangan untuk melukat. Hanya saja bagi pamedek yang cuntaka, atau sedang haid dan ada keluarga yang meninggal maka tidak diizinkan melukat.

Intinya berpakaian sopan, membawa kamen dan selendang serta membawa sarana sembahyang seperti canang dan dupa.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved