Peternak di Badung Masih Trauma Pelihara Babi dalam Skala Besar, Pemkab Sarankan Metode Biosecurity
Peternak babi masih merasa trauma untuk memelihara babi dalam dalam skala besar. virus yang mengarah kuat African Swine Fever (ASF)
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Peternak babi masih merasa trauma untuk memelihara babi dalam dalam skala besar.
Masih segar dalam ingatan, ribuan babi di Bali mati lantaran serangan virus yang mengarah kuat African Swine Fever (ASF).
Sampai saat ini pun, vaksin pun belum ada.
Masyarakat waswas kalau wabah tersebut merebak lagi.
Atas rasa trauma ini, Dinas Pertanian dan Pangan Badung meminta masyarakat jangan takut memelihara babi asalkan menerapkan biosecurity.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Badung, Wayan Wijana mengatakan penerapan biosecurity sangat baik untuk para peternak babi di Badung.
Pasalnya penerapan biosecurity tersebut untuk menjauhkan segala jenis virus masuk ke kandang.
"Jadi tidak ada masalah jika sudah menerapkan biosecurity sehingga masyarakat bisa beternak babi kembali," ujarnya, Minggu (1/11/2020).

Ia mengatakan biosecurity yang dilaksanakan bisa memanfaatkan akses jaringan wifi gratis yang disediakan oleh Pemerintah Badung.
Biosecurity merupakan prosedur atau usaha yang dilakukan untuk dapat mencegah kontak antara ternak dalam peternakan dengan agen atau sumber penyakit sehingga dapat menekan risiko dan konsekuensi penularan penyakit.
"Jadi biosecurity ini merupakan perlindungan dari penyebaran penyakit infeksi, parasit dan hama ke unit produksi ternak," bebernya.
Baca juga: Raja Se-Bali Minta AWK Haturkan Guru Piduka, Hari Ini Aksi Demontrasi Kembali Digelar
Ia menyontohkan penerapan biosecurity di Banjar Pikah Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung dilaksanakan oleh peternak babi.
Penerapan biosecurity yang dilaksanakan memanfaatkan wifi yang disediakan di banjar-banjar.
"Kami mendorong semua peternak untuk menerapkan biosecurity dan diharapkan bisa menjadi budaya baru karena sampai saat ini belum ada vaksin untuk mengatasi ASF itu. Sehingga biosecurity yang ketat menjadi salah satu solusi," katanya.
"Terbukti peternak kita di banjar Pikah benar-benar menerapkan biosecurity sesuai pedoman yang sudah kami berikan sehingga berhasil mengamankan babinya dari serangan wabah ASF," imbuhnya.
Sentuhan teknologi dengan memanfaatkan CCTV juga akan membantu peternak dalam mengawasi aktivitas dalam kandang.
Dengan begitu peternak tidak perlu setiap saat masuk kandang dan bisa mengurangi kontak dengan ternak yang merupakan langkah untuk mencegah masuknya virus.
Baca juga: Kunjungan DTW Tanah Lot Tembus Seribu Lebih, Libur Panjang Beri Dampak Positif Pariwisata
"Kita bisa memantau situasi babi dan kandangnya dari, rumah. Bahkan jika warga mau masuk kandang harus menjamin diri bersih, dengan mencuci kaki dan tangan, sehingga tidak ada virus yang masuk," jelasnya.
Kasus kematian babi di Badung terjadi pada awal tahun 2020.
Pada Desember 2019 sudah ada sebanyak 62 ekor babi peternak yang mati mendadak. Kematian ternak itu pun terus meluas hingga hingga mencapai ribuan.
Dampaknya populasi babi menurun, serta membuat para peternak mengalami kerugian jutaan rupiah.
Kejadian itu sontak membuat para peternak waswas untuk memelihara babi lagi. Sampai saat ini mereka pun masih trauma.
Kenali Sumber Penyakit
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Badung, Wayan Wijana mengatakan banyak yang dapat menjadi sumber penyakit pada ternak.
Di antaranya bangkai, ternak pembawa penyakit atau disebut ternak carrier.
Selain itu juga dari manusia, pakan, air minum, kotoran ternak serta limbah peternakan.
"Dari hama juga ada seperti rodensia seperti tikus dan bermacam-macam serangga, burung dan unggas lain. Untuk burung yang sering masuk ke area peternakan misalnya merpati dan burung liar dan hewan-hewan lain seperti anjing, kucing dan sebagainya," jelasnya. (*)