Demo AWK
AWK Tanggapi Pernyataan Sikap Massa Forkom Taksu Bali dan Ungkapkan Fokus pada Kasus Pemukulannya
Jro Mangku Wisna menyampaikan kesimpulan pernyataan sikap dari 44 elemen yang tergabung dalam aksi unjuk rasa di Gedung DPD RI Bali
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Forum Komunikasi Taksu Bali, Jro Mangku Wisna, menyampaikan kesimpulan pernyataan sikap dari 44 elemen yang tergabung dalam aksi unjuk rasa di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Provinsi Bali, pada Selasa (3/11/2020).
Jro Mangku Wisnu melihat dinamika sosial masyarakat akhir-akhir ini, akibat tindakan dan pernyataan dari Anggota DPD RI Bali, Arya Wedakarna, dinilai menimbulkan kegaduhan dan instabilitas, serta mengarah pada konflik sosial.
Dengan demikian, Forum Komunikasi Taksu Bali menyatakan sikap, pertama, mengutuk dan mengecam keras pernyataan Arya Wedakarna, yang menyatakan bahwa hubungan sex bebas di kalangan pelajar diperbolehkan asal memakai kondom.
Kedua, mengutuk dan mengecam pernyataan Arya Wedakarna yang telah menghina, melecehkan dan menodai simbol Agama Hindu Bali dengan menyebut beberapa simbol-simbol Agama Hindu Bali adalah makhluk suci bukan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Baca juga: Gadis 17 Tahun Lolos Hendak Diperkosa, Tubuhnya Bersimbah Darah dan Luka Bekas Cangkul di Badannya
VIDEO: Resep Mudah Bikin Roti ala Jepang Super Lembut dan Empuk (Soft and Fluffy Milk Bun)
Baca juga: Mensesneg Akui Ada Kesalahan pada UU Cipta Kerja yang Diteken Jokowi
Baca juga: 10 Fakta Demo AWK di Klungkung, Massa Datang dari Nusa Penida Pakai Atribut Poleng, Bawa 3 Tuntutan
Ketiga, menyatakan MOSI tidak percaya kepada Arya Wedakarna karena sudah membuat statement atau pernyataan ke publik yang bertentangan dengan lingkup dan tupoksinya sebagai anggota DPD RI Komite 1 di bidang Pemerintahan, Politik, Hukum, HAM, Pemukiman dan Pertanahan.
Pihaknya menuntut Badan Kehormatan DPD RI untuk segera memproses sesuai dengan Kode Etik Badan Kehormatan DPD RI dan membersihkan Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan dari Bhakta Hare Krisna.
Keempat, meminta kepada pihak aparat yang berwajib atau kepolisian untuk menindak tegas tanpa tebang pilih terhadap kasus Arya Wedakarna yang beberapa kali dilaporkan.
Pihaknya akan mengawal setiap laporan ke Kepolisian yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap Arya Wedakarna.
Kelima, bahwa Arya Wedakarna adalah merupakan bakta Hare Krishna.
Terbukti dari pernyataan dan kegiatan yang dilakukannya terkait aliran Hare Khrisna.
Aliran Hare Krishna sudah dilarang oleh Negara berdasarkan keputusan kejaksaan agung no kep-107/ja/5/1984 karena telah merusak dan merongrong nilai-nilai budaya, adat, dan agama Hindu Bali dan Nusantara.
Pihaknya menuntut dan meminta PHDI mencabut pengatoman terhadap Aliran Hare Krishna dan Sampradaya lainnya.
Terakhir, Taksu Bali sejalan dan mendukung pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang menyatakan bahwa ekspresi kebebasan yang mencederai kesucian agama harus dihentikan, yakni kebebasan berekspresi yang mencederai kehormatan, kesucian serta kesakralan nilai-nilai dan simbol agama, sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan.
"Kami menuntut AWK untuk turun dari DPD RI, dia yang mewakili masyarakat Bali tetapi dia sendiri mencederai menodai adat Bali, agama Hindu Bali, adat Bali, berkali-kali AWK ini melukai hati rakyat Bali," ungkapnya
Lebih lanjut, pria yang akrab disebut JMW itu meminta kepada Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk memberikan sanksi tegas kepada AWK yang dianggap telah menodai adat Bali.
"Kami meminta BK DPD RI untuk memberikan sanksi harus memecat AWK karena sudah tidak layak sebagai anggota DPD RI," jelasnya.
Di samping itu, Kelompok Paguyuban Spriritual Kama Sutra Bali dan Yayasan Mandala Suci Tabanan juga melaporkan AWK ke Direktorat Reskrimsus Polda Bali atas kasus penodaan agama Hindu dan pernyataan yang dinilai membahayakan dengan mengatakan boleh sex bebas asal memakai kondom.
Dalam laporan DUMAS/767/11/2020/DITRESKRIMSUS, disebutkan AWK diduga melakukan tindak pidana yang menimbulkan kebencian atau permusuhan individu atau kelompok dan dugaan penodaan terhadap agama.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bali, Arya Wedakarna, menanggapi santai Mosi tidak percaya yang disampaikan 44 elemen yang tergabung dalam Forkom Taksu Bali, saat mendemo di depan kantornya tersebut, pada Selasa (3/11/2020).
Disinggung terkait tuntutan dirinya mundur dari jabatannya sebagai anggota DPD RI Bali, AWK menyatakan bahwa dirinya dalam bertindak dilindungi UU MD3.
"Menyatakan Mosi tidak percaya silahkan saja, semua ada mekanismenya, seorang anggota DPD kan berpendapat dilindungi oleh UU dan ketika saya menyatakan itu saya dalam tugas resmi sebagai anggota DPD," ujar AWK saat dikonfirmasi wartawan.
Ia mengaku, tidak mempermasalahkan dan menganggap wajar gelombang aksi unjuk rasa yang terus menghantam dirinya.
"Ya tanggapan saya biasa saja, pada prinsipnya kita hargai saudara-saudara kita melakukan aksi demonstrasi, sama juga ketika Presiden didemo terkait UU Omnibus Law, tidak masalah, saya selaku penjaga konstitusi menanggapinya dengan wajar," bebernya.
Disebut tak pantas berbicara agama karena bukan tupoksinya sebagai Anggota DPD, AWK menampiknya.
Menurutnya, setiap warga negara memiliki hak dalam berpendapat dengan tujuan mencerahkan umat Hindu.
"Nggak dong, kan setiap warga negara diberikan hak berpendapat, saya sebagai tokoh Hindu, yang membuat organisasi Hindu juga punya kewajiban untuk mencerahkan umat," tuturnya.
AWK menambahkan, saat ini dirinya tengah fokus menuntaskan kasus penganiayaan yang menimpa dirinya saat demo berujung ricuh beberapa waktu lalu.
Sementara itu, terkait kemungkinan damai dirinya sudah membuka ruang dialog 2 hari pasca kejadian itu.
"Sekarang saya masih fokus terhadap kasus pemukulan yang menimpa saya, pada 31 Oktober, 2 hari setelah aksi itu saya membuka ruang dialog ke DPD, dan sekarang kita fokus ke proses hukum saja," pungkas AWK. (*)