KSPI Soroti Outsourcing Identik dengan Perbudakan Modern, Begini Kemunculan Outsourcing di Indonesia

Presiden KSPI Said Iqbal menyebut sistem outsourcing mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur.

Editor: Widyartha Suryawan
Kompas.com/Sonya Teresa
Presiden KSPI, Said Iqbal menunjukkan pernyataan sikap aliansi buruh atas omnibus law UU Cipta Kerja, yang akan diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi, pada Senin (2/11/2020) 

TRIBUN-BALI.COM - Setelah diteken oleh Presiden Joko Widodo, UU Cipta Kerja yang disebut sebagai aturan sapu jagat pun resmi berlaku di Indonesia.

Seperti diketahui, UU Cipta Kerja telah memantik gelombang penolakan dari berbagai daerah.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama buruh Indonesia secara tegas menyatakan menolak dan meminta agar undang-undang itu dibatalkan atau dicabut.

Salah satu yang disoroti dari UU Cipta Kerja adalah tentang tenaga kerja outsourcing

Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (3/11/2020) menyebut sistem outsourcing mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur.

Padahal, lanjutnya, di dunia internasional soal outsourcing disebut dengan istilah modern slavery atau perbudakan modern.

KSPI meminta UU Cipta Kerja tetap membatasi lima jenis pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan tenaga kerja outsourcing.

"KSPI meminta penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya dibatasi 5 jenis pekerjaan saja sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003," kata Said.

Baca juga: Jokowi Teken UU Cipta Kerja, Tenaga Kerja Asing Bakal Dipermudah Kerja di Indonesia?

Lantas mengapa Said menyuarakan hal tersebut?

Kata dia, dalam UU Cipta Kerja yang diteken Presiden Jokowi pada Senin (2/11/2020) malam, ada beberapa pasal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 yang dihilangkan dan berakibat merugikan kaum buruh.

Salah satu yang ia soroti adalah dihapusnya batasan lima jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing.

Pada pasal tersebut, sebelumnya tertuang tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, cattering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.

"Dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing, maka semua jenis pekerjaan di dalam pekerjaan utama atau pekerjaan pokok dalam sebuah perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing," jelas Said.

"Dengan sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya," ujarnya.

Alasannya, kata Said, karena dalam praktiknya, agen outsourcing sering lepas tangan untuk bertanggung jawab terhadap masa depan pekerjanya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved