AWK Dilaporkan Atas Dugaan Penistaan Agama, Kasusnya Diproses Ditreskrimum Polda Bali

Elemen masyarakat Bali melaprokan AWK ke Polda Bali atas dugaan penistaan agama

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Rizal Fanany
KLARIFIKASI - Senator DPD RI Bali, Arya Wedakarna, memberi penjelasan saat menggelar press conference klarifikasi isu-isu di sosial media di Kantor DPD Bali, Renon, Denpasar, Bali, Jumat (30/10/2020). 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Provinsi Bali, Arya Wedakarna (AWK) dilaporkan balik ke kepolisian oleh sejumlah elemen masyarakat adat Bali atas dugaan tindak penistaan agama.

Dalam kurun beberapa waktu terakhir ini, elemen masyarakat hilir mudik melaporkan senator asal Bali yang karib disapa AWK itu ke Dit Reskrimsus Polda Bali.

Saat dikonfirmasi awak media, Kasubdit 5 Cyber Crime AKBP I Gusti Ayu Putu Suinaci menyampaikan, laporan dari elemen masyarakat Bali terkait kasus dugaan penistaan agama semestinya masuk ke ranah Dit Reskrimum.

"Dugaan penistaan agama, item laporannya kan sama saja, itu ranah Kriminal Umum," kata AKBP Ayu Suinaci, Rabu (4/11/2020).

Sehingga, laporan perkara dugaan penistaan agama oleh Arya Wedakarna dilimpahkan kepada Dit Reskrimum untuk diproses.

"Ya, itu sudah diproses di Krimum, jadi biarkan berproses di sana," sebutnya.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bali, Arya Wedakarna kembali dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Bali.

Untuk diketahui, Arya Wedakarna dilaporkan ke kepolisian oleh elemen masyarakat Bali karena dianggap telah menghina, melecehkan, dan menodai simbol agama Hindu Bali.

Baca juga: Sikap MDA Bali Terkait Kasus AWK, Dukung Proses Hukum dan Perjuangan Krama Adat

Baca juga: PHDI: AWK Wajib Minta Maaf Secara Sekala Niskala ke Umat Hindu Bali

Bahkan, elemen masyarakat yang tergabung dalam Forkom Taksu Bali juga meminta kepada Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk memberikan sanksi tegas kepada AWK yang dianggap telah menodai adat Bali.

Elemen Masyarakat Laporkan AWK ke Polda Bali

Ratusan warga Nusa Penida menggelar aksi damai di Monumen Puputan Klungkung, Klungkung, Bali, Selasa (3/11/2020), terkait pernyataan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali, Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) yang dianggap telah menyinggung kepercayaan masyarakat di Nusa Penida.

Mereka kemudian melayangkan tiga tuntutan terhadap AWK.

Massa dari Nusa Penida ini tiba di Pelabuhan Tribuana Kusamba, Klungkung, Selasa (3/11/2020) pukul 07.40 Wita.

Dari pantauan Tribun Bali, massa langsung berkumpul di area parkir dan menaiki sejumlah mobil truk yang telah disiapkan.

Massa sebagian besar mengenakan atribut, seperti udeng, saput, maupun kain berwarna poleng (hitam-putih) yang dianggap memiliki nilai spiritual bagi masyarakat Nusa Penida.

Dari Pelabuhan Kusamba, massa yang diangkut lima mobil truk mendapat pengawalan polisi hingga di Kota Semarapura.

Massa kemudian menggelar aksi di depan Monumen Puputan Klungkung.

Adapun personel kepolisian yang disiagakan untuk mengamankan aksi ini lebih dari 500 personel, termasuk bantuan dari Polres Gianyar dan Polres Karangasem.

Tiga mobil water canon pun turut disiagakan.

Pengamanan juga dibantu tim gabungan mulai dari kepolisian, TNI, Satpol PP Klungkung, dan Pecalang Desa Adat Semarapura.

Massa yang hadir melakukan aksi merupakan perwakilan dari berbagai elemen masyarakat di Nusa Penida, mulai dari tokoh masyarakat, bendesa, perbekel, panitia pura, hingga kelompok pemuda.

Baca juga: Polda Bali Periksa 5 Saksi Kasus Dugaan Penganiayaan AWK

Baca juga: Raja Se-Bali Lakukan Pertemuan, Dukung Proses Hukum dan Minta AWK Haturkan Guru Piduka di Pura

"Sesuai rencana awal, kami hanya datang perwakilan. Kami datang dengan damai, berkaitan dengan ucapan Arya Wedakarna yang menyentuh ranah kepercayaan masyarakat Nusa Penida. Pada dasarnya masyarakat Nusa Penida sangat damai, namun ada hal yang paling sensitif disentuh oleh AWK dengan ucapan arogan. Kami merasa sangat sakit dan tersinggung," ungkap koordinator aksi, I Wayan Sukla, di hadapan massa aksi.

Dengan alunan gamelan baleganjur, massa beriringan berjalan ke depan Monumen Puputan Klungkung untuk berorasi.

Mereka membawa berbagai atribut seperti poster dengan tulisan mengecam AWK.

"Kami menghormati bupati, kapolres, sehingga kami datang hanya perwakilan saja. Pada intinya kami sangat tersinggung, kepercayaan kami diungkit-ungkit. Bahkan Ida Sesuhunan Ida Bhatara Dalem Ped yang kami sungsung, justru disebut makhluk," jelas Ketua Forum Perbekel Nusa Penida, I Ketut Gede Arjaya, dalam orasinya.

Dirinya juga kembali menegaskan menolak AWK untuk menginjakkan kaki ke Nusa Penida dalam agenda apapun.

Menurutnya masyarakat di Nusa Penida bahkan tambah dibuat tersinggung, dengan pernyataan AWK yang mengatakan warga yang menolak kehadirannya hanya segelintir.

"Ini kami hanya perwakilan saja. Jika tuntutan kami tidak ada tindak lanjut, kami akan kerahkan massa yang lebih besar," tegasnya.

Dalam aksi itu, perwakilan elemen masyarakat di Nusa Penida pada intinya melayangkan tiga tuntutan.

Antara lain:

  1. Menyatakan mosi tidak percaya terhadap AWK,
  2. mendesak AWK agar diberhentikan sebagai anggota DPD RI,
  3. serta memproses hukum AWK karena dianggap telah menghina simbol dan kepercayaan masyarakat Nusa Penida. 
  4. tuntutan itu lalu diserahkan ke Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, agar disampaikan ke lembaga DPD RI Perwakilan Bali.

Beberapa perwakilan elemen masyarakat Nusa Penida dan pengacara juga melaporkan AWK secara resmi ke Polda Bali.

Demo di Kantor DPD Bali

Tak hanya di Klungkung, aksi massa mengecam AWK juga terjadi di Kantor DPD Perwakilan Bali, Renon, Denpasar, Selasa kemarin.

Massa yang diperkirakan berjumlah 500 hingga 1.000 an orang dari 44 yayasan dan organisasi ini bernaung di bawah Forum Komunikasi Taksu Bali.

Ketua Forum Komunikasi Taksu Bali, Jro Mangku Wisna, menyatakan tindakan dan pernyataan dari AWK telah menimbulkan kegaduhan dan instabilitas, serta mengarah pada konflik sosial.

Dengan demikian, Forum Komunikasi Taksu Bali beserta krama Bali, menyatakan sikap sebagai berikut.

Pertama, mengutuk dan mengecam keras pernyataan Arya Wedakarna, yang menyatakan bahwa hubungan seks bebas di kalangan pelajar diperbolehkan asal memakai kondom.

Baca juga: Masyarakat Tersinggung, Pernyataan AWK Sentuh Ranah Kepercayaan Warga Nusa Penida

Kedua, mengutuk dan mengecam pernyataan Arya Wedakarna yang telah menghina, melecehkan, dan menodai simbol agama Hindu Bali dengan menyebut beberapa simbol-simbol agama Hindu Bali adalah makhluk suci bukan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Ketiga, menyatakan mosi tidak percaya kepada Arya Wedakarna karena sudah membuat pernyataan ke publik yang bertentangan dengan lingkup dan tupoksinya sebagai anggota DPD RI Komite I di bidang pemerintahan, politik, hukum, HAM, pemukiman, dan pertanahan.

Pihaknya menuntut Badan Kehormatan DPD RI untuk segera memproses sesuai dengan Kode Etik Badan Kehormatan DPD RI dan membersihkan Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan dari Bhakta Hare Krisna.

Keempat, krama/masyarakat Bali meminta kepada pihak aparat yang berwajib/kepolisian untuk menindak tegas tanpa tebang pilih terhadap kasus Arya Wedakarna yang beberapa kali dilaporkan oleh krama/masyarakat Bali. Pihaknya akan mengawal setiap laporan ke kepolisian yang dilakukan oleh krama/masyarakat Bali terhadap Arya Wedakarna.

Kelima, Arya Wedakarna adalah merupakan bakta Hare Khrisna. Terbukti dari pernyataan dan kegiatan yang dilakukannya terkait aliran Hare Khrisna. Aliran Hare Khrisna sudah dilarang oleh negara berdasarkan Keputusan Kejaksaan Agung No kep-107/ja/5/1984 karena telah merusak dan merongrong nilai-nilai budaya, adat, dan agama Hindu Bali dan Nusantara. Pihaknya menuntut dan meminta PHDI mencabut pengayoman terhadap aliran Hare Krisna dan Sampradaya lainnya.

Terakhir, Taksu Bali sejalan dan mendukung pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang menyatakan bahwa ekspresi kebebasan yang mencederai kesucian agama harus dihentikan, yakni kebebasan berekspresi yang mencederai kehormatan, kesucian serta kesakralan nilai-nilai dan simbol agama, sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan.

"Kami menuntut AWK untuk turun dari DPD RI, dia yang mewakili masyarakat Bali tetapi dia sendiri mencederai menodai adat Bali, agama Hindu Bali, adat Bali. Berkali-kali AWK ini melukai hati rakyat Bali," ungkapnya.

Pria yang akrab disebut JMW itu, juga meminta kepada Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk memberikan sanksi tegas kepada AWK yang dianggap telah menodai adat Bali.

"Kami meminta BK DPD RI untuk memberikan sanksi harus memecat AWK karena sudah tidak layak sebagai anggota DPD RI," jelasnya.

Lapor ke Polda Bali

Setelah menggelar aksi damai, Forum Komunikasi Taksu Bali melaporkan AWK ke Polda Bali.

Senator RI tersebut dilaporkan oleh 6 orang yang berasal dari Taksu Bali atas dugaan tindak penistaan atau penodaan terhadap agama Hindu.

"Hari ini ada pelaporan ke Ditreskrimsus Polda Bali oleh 6 orang dari elemen Forum Komunikasi Taksu Bali," kata Koordinator Bidang Hukum Bali Metangi, Agung Sanjaya Dwi Jaksara SH, saat dijumpai Tribun Bali di sela aksi di depan Kantor DPD RI Bali.

Selain melaporkan AWK ke Polda Bali, AWK diminta untuk turun dari kursi DPD RI Bali atas keterangannya yang dirasa menghina dan/atau menodai simbol-simbol agama Hindu, serta ucapannya kepada pelajar tentang kondom dan seks bebas yang dirasa tidak patut.

"Harus diturunkan dari DPD, karena menghina dan menodai simbol agama Hindu. Selain itu pernyataan seks dan kondom sangat tidak patut disampaikan kepada pelajar, itu program KB suntik untuk yang berumah tangga," bebernya.

Apa yang dilakukan AWK dinilai tidak sesuai dengan konsep Catur Asrama, yakni Brahmacari Asrama, Grhasta Asrama, Wanaprasta Asrama, dan Sanyasin Asrama.

Baca juga: 10 Fakta Demo AWK di Klungkung, Massa Datang dari Nusa Penida Pakai Atribut Poleng, Bawa 3 Tuntutan

"Di mana masa muda adalah masa belajar mengejar ilmu pendidikan, tentang kehidupan berumah tangga, hingga menjauhkan diri dari nafsu keduniawian," ujarnya.

Sanjaya menyampaikan, dirinya telah membawa alat bukti berupa rekaman video pernyataan AWK yang diduga menista agama Hindu, untuk diserahkan ke Mapolda Bali.

"Kami memiliki beberapa alat bukti rekaman video terkait pernyataan AWK itu," bebernya.

Selain Taksu Bali, Kelompok Paguyuban Spiritual Kama Sutra Bali dan Yayasan Mandala Suci Tabanan juga melaporkan AWK ke Direktorat Reskrimsus Polda Bali atas kasus penodaan agama Hindu dan pernyataan yang dinilai membahayakan dengan mengatakan boleh seks bebas asal memakai kondom.

Dalam laporan DUMAS/767/11/2020/DITRESKRIMSUS, disebutkan AWK diduga melakukan tindak pidana yang menimbulkan kebencian atau permusuhan individu atau kelompok dan dugaan penodaan terhadap agama.

Sebelumnya, dua warga masing-masing dari Nusa Penida dan Gianyar juga telah melaporkan AWK atas kasus yang sama.

Mereka didampingi oleh Perguruan Sandhi Murti.

AWK Santai Hadapi Gelombang Demo

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali, Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) menanggapi santai gelombang aksi demontrasi yang dilakukan berbagai elemen masyarakat Bali, Selasa (3/11/2020).

AWK menilai aksi warga Nusa Penida di Klungkung dan 44 elemen yang tergabung dalam Forum Komunikasi Taksu Bali sebagai hal wajar.

"Ya tanggapan saya biasa saja, pada prinsipnya kita hargai saudara-saudara kita melakukan aksi demonstrasi. Sama juga ketika Presiden didemo terkait UU Omnibuslaw, tidak masalah. Saya selaku penjaga konstitusi menanggapinya dengan wajar," kata AWK saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (3/11/2020).

Disinggung terkait tuntutan dirinya mundur dari jabatannya sebagai anggota DPD RI Bali, AWK menyatakan dirinya dalam bertindak dilindungi UU MD3 (Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD).

"Menyatakan mosi tidak percaya silakan saja, semua ada mekanismenya. Seorang anggota DPD kan berpendapat dilindungi oleh UU dan ketika saya menyatakan itu, saya dalam tugas resmi sebagai anggota DPD," ujarnya.

Disebut tak pantas berbicara agama karena bukan tupoksinya sebagai anggota DPD, AWK menampiknya.

Menurutnya setiap warga negara memiliki hak dalam berpendapat dengan tujuan mencerahkan umat Hindu.

"Nggak dong, kan setiap warga negara diberikan hak berpendapat, saya sebagai tokoh Hindu, yang membuat organisasi Hindu juga punya kewajiban untuk mencerahkan umat," terangnya.

AWK menjadi anggota DPD RI Komite I yang membidangi pemerintahan, politik, hukum, HAM, pemukiman, dan pertanahan.

Adapun yang membidangi adat, budaya, agama, pariwisata, pendidikan, kesehatan adalah Komite III.

"Kalau saya dilarang berbicara agama, bagaimana dengan anggota dewan lain yang bicara di pesantren, di gereja," imbuh AWK.

Anggota DPD dengan suara terbanyak di Bali ini menambahkan, saat ini dirinya tengah fokus menuntaskan kasus penganiayaan yang menimpa dirinya saat demo berujung ricuh beberapa waktu lalu.

Sementara itu, terkait kemungkinan damai, dirinya sudah membuka ruang dialog dua hari pasca kejadian itu.

"Sekarang saya masih fokus terhadap kasus pemukulan yang menimpa saya. Saya pada 31 Oktober, 2 hari setelah aksi itu saya membuka ruang dialog ke DPD, dan sekarang fokus ke proses hukum saja," pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved