Human Interest Story

Kisah Suharto Kesulitan Sewakan Sepeda Ontel di Masa Pandemi, Per Hari Hanya Dapat Rp 20 Ribu

Suasana lenggang sudah akrab di Kota Tua sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air pada Maret 2020 lalu.

Editor: Wema Satya Dinata
Kompas.com/Ira Gita
Suharto berfoto di tengah sepeda ontel yang disewakannya di Wisata Kota Tua, Jakarta, Kamis (5/11/2020). 

 Suharto tidak tinggal diam, sekali waktu pernah melamar sebagai kuli panggul.

Namun, hasilnya kurang menggembirakan lantaran dia kerap ditolak dengan alasan keterbatasan usia.

Kalaupun beruntung dapat pekerjaan sebagai kuli, kata Suharto, paling banter dirinya kebagian tugas mengaduk semen.

 "Saya bela-belain biar anak bisa jajan, saya ikut nguli, ngaduk semen. Tapi susah, kadang enggak diterima karena usia," kata Suharto memelas.

Kini, Suharto hanyalah satu dari 10 anggota Paguyuban Ontel Wisata Kota Tua yang masih bertahan dengan pekerjaannya.

Sementara 26 anggota yang juga rekan sejawatnya, terpaksa pulang kampung karena tak ada pemasukan.

"Terus terang aja kontrakan belum dibayar 8 bulan. (Mereka) mau bayar pakai apa? Selama pandemi paling 10 orang tersisa, yang lain memilih di kampung saja daripada di sini nanggung beban kontrakan, harus bayar terus," ungkapnya.

 Suharto tak memungkiri bahwa hidup di Ibu Kota terasa kian berat di masa pandemi Covid-19.

Bukan soal memenuhi kebutuhan pangan dan papan semata, dua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar juga perlu biaya kuota internet setiap hari untuk belajar daring.

Dengan rasa menyesal, Suharto mengaku kerap membiarkan dua anaknya tidak mengikuti pelajaran virtual dari sekolah mereka.

"Anak dua, masih SD, perlu paket internet. Saya kadang enggak punya uang Rp 7.000. Mereka enggak bisa belajar," ucap Suharto.

"Ada (bantuan) dari pemerintah juga. Untung-untungan, ada yang dapat, ada yang enggak. Kalau saya terus terang aja baru bulan kemarin anak yang kelas 5 dapat paket dari gurunya," imbuhnya.

Sepanjang bercerita, Suharto sesekali tampak tersenyum, tetapi matanya tak bisa menyembunyikan kesedihan.

Sebagai kepala rumah tangga, tanggung jawab yang dia pikul tentu terasa semakin berat karena kondisi seperti sekarang.

 Tiba-tiba wajahnya berbinar ketika seorang pengunjung datang hendak menyewa sepeda onthelnya.

"Pak saya sewa, ya," kata seorang perempuan berkerudung biru tua.

 "Iya neng, silakan," timpal Suharto sambil tersenyum lebar.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Kakek Suharto Hidupi Istri dan 6 Anak dengan Rp 20.000 Per Hari di Masa Pandemi",

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved