Corona di Bali

Bisnis Ukir Buah untuk Resepsi di Tengah Pandemi, Ketut Alit Terima Banyak Pesanan

Permintaan ukiran buah sebagai hiasan hidangan resepsi dan pesta relatif banyak

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
Dok I Ketut Alit Semara Putra
I Ketut Alit Semara Putra (27) dan hasil karyanya. 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Musim pernikahan masyarakat Bali saat ini, menjadi peluang usaha bagi I Ketut Alit Semara Putra (27) asal Desa Kenderan, Tegalalang, Gianyar, Bali.

Hal itu dikarenakan, permintaan ukiran buah sebagai hiasan hidangan resepsi relatif banyak.

Semara pun mensyukuri hal ini, karena selain dapat mempertahankan kreativitasnya, juga dijadikannya sebagai penghasilan selama memanggur sebagai penyedia jasa pariwisata.

Kepada wartawan, Jumat (6/11/2020), ia mengatakan, mengukir buah menjadi sebuah karya seni sudah ditekuni sejak 8 tahun lalu.

Sebelum pandemi Covid-19, ia sempat bekerja di luar negeri.

Kata dia, mengukir buah, awalnya hanya sebatas hobi.

Namun saat ini, kreativitasnya tersebut justru berguna di tengah pandemi Covid-19.

Baca juga: Bisnis Live Streaming Raturu TV di Masa Pandemi di Bali, dari Hobi Jadi Hoki

Baca juga: Bisnis Mentereng Indra Priawan, Suami Nikita Willy Punya Saham Rp 14 Miliar di Blue Bird

Kata dia, harga satu ukiran buah, tergantung dari besar kecilnya.

Mulai dari harga Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta.

"Tidak mematok harga pasti, karena harganya tergantung dari seberapa besar permintaan dari yang pesan. Biasanya memberi harga Rp 300 ribu sampai Rp 1 juta, dengan buah yang saya sediakan langsung. Jika pun buah disediakan oleh yang pesan, untuk harga tidak masalah. Terpenting dalam proses pembuatan saya dapat menuangkan karya seni melalui ukiran tersebut," ujarnya.

Kata dia, buah yang biasa ia ukir lebih dominan menggunakan buah semangka, labu, pepaya, wortel, lobak, dan bitroot.

Hal itu dikarenakan dalam proses pembuatannya lebih mudah diolah dan bahannya juga tidak sulit dicari.

"Untuk bentuk tergantung permintaan, biasanya ada yang minta bentuk wajah, bentuk burung, hewan, hingga bunga. Yang memesan biasanya orang yang memiliki acara seperti pernikahan, atau party di hotel- hotel," ungkapnya.

Selama menjalani profesi ini, Alit mengaku tidak banyak menemukan kendala.

Adapun kendala yang biasa dihadapi adalah selera para konsumen, khususnya dalam pesta pernikahan.

Dimana biasanya, pihak pemesan ini mengingatkan ukiran buah yang relatif besar.

Baca juga: Cerita Bisnis Tanaman Hias Monstera Raup Belasan Juta Per Bulan, Awalnya Dirumahkan karena Pandemi

Baca juga: Bisnis Sugar Glider, Seekor Terjual Hingga Rp 3,6 Juta

Karena itu, iapun harus menyambung sejumlah buah agar didapatkan bentuk sesuai yang diinginkan.

Tak hanya itu, pembuatannya juga harus malam hari.

Sebab ketika acara resepsi, buah itu harus tetap segar usai diukir.

"Kendalanya hanya pada besaran buah dan waktu pembuatan. Biasanya, kalau dalam acara pernikahan, harus kerja malam hari. Karena paginya saat resepsi buah harus sudah selesai diukir dan kondisinya masih seger. Selama ini saya sangat menikmati, karena itu, kendala seperti ini tidak begitu memusingkan," tandasnya.

Sebelum pandemi Covid-19, ia merupakan penyedia jasa transportasi dan mengelola penginapan.

Meskipun saat ini ia bisa bertahan hidup dengan mengukir buah dalam pesta perkawinan, namun ia tetap berharap supaya Bali kembali normal dan bisa bekerja seperti biasanya.

"Saya berharap situasi pariwisata kita tetap pulih, dan bisa kembali bekerja seperti biasa," tandasnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved