Kisah Kelam De Gadjah Hingga Terjun ke Politik, Bersyukur Pernah Dipenjara
Made Muliawan Arya alias De Gadjah sejak remaja dikenal sebagai remaja bandel alias nakal.
Penulis: Noviana Windri | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Made Muliawan Arya alias De Gadjah sejak remaja dikenal sebagai remaja bandel alias nakal.
Bahkan ia pernah sampai di penjara saat dewasa.
Namun siapa sangka sekarang ia sukses menjadi seorang politisi.
DE Gadjah yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar tampak santai menerima rombongan kru Tribun Bali di sebuah tempat gym di Denpasar, Bali, belum lama ini.
Baca juga: Berharap Tak Ada Lagi PHK
Baca juga: Bukan Donald Trump Atau Joe Biden, Sosok Inilah yang Paling Ditakuti China, Pernah Temui Jokowi
Baca juga: 3 Zodiak Ini Dikenal Mudah Pesimis, Mereka Paling Susah Bahagia dalam Menjalani Hidup
Saat itu, De Gadjah memang sedang nge-gym.
Ia pun hanya memakai baju sinlet, sehingga badannya yang kekar terlihat jelas.
Begitu juga otot-otot tanganya yang besar.
De Gadjah pun mengawali kisahnya dari masa kecilnya.
Ia merupakan anak paling bontot dari 9 bersaudara dan memiliki empat orang ibu.
Lahir di Denpasar, 12 Mei 1981.
"Ayah saya tidak suka pacaran. Begitu beliau kenal wanita langsung dinikahi. Beliau tidak playboy. Agar sah secara agama. Dan saya anak dari ibu paling terakhir," ceritanya dalam segmen Tribun Bali 'Bli Ojan' Inspirasi Bali di YouTube Tribun Bali.
Dikenal dengan nama De Gadjah bukan karena memiliki badan yang besar, namun saat balita ia seperti Patih Gajah Mada.
Sang nenek kemudian memberikan nama panggilan Gajah Mada.
"Yang memberi nama panggilan almarhum nenek. Seiring waktu, akhirnya panggilan 'Mada' hilang. Tapi, sampai sekarang ada beberapa orangtua yang sudah sepuh tetap manggil Mada," ujarnya sembari tersenyum.
Saat dirinya duduk di SMP, nama panggilan tersebut sempat hilang.
Namun, saat ia menempuh pendidikan di bangku SMA dan kembali bertemu dengan teman masa kecilnya, membuatnya dipanggil kembali dengan nama Gajah.
"Sempat marah saat SMP dipanggil Gajah. Tapi pas SMA, saya terima saja. Mungkin sudah jalannya. Ternyata nama itu membawa keberuntungan buat saya," ujar lelaki berbadan atletis tersebut.
De Gadjah menyebutkan hampir 80 persen orang yang mengenalnya tidak mengetahui nama aslinya.
Di keluarganya, De Gadjah sejak kecil telah diberikan pendidikan yang keras, harus rajin berolahraga, harus mendapatkan ranking, dan tepat waktu.
"Sejak TK saya sudah dapat ranking 1,2, dan 3. Begitu ranking 4 saya langsung dijemur di bawah matahari. Memang keras didikan orangtua saya. Tetapi itu ada manfaatnya untuk saya," tuturnya.
De Gadjah kemudian ditinggal ayahnya pergi untuk selama-lamanya ketika ia kelas 2 SMP.
Ia merasa sangat kehilangan sosok sang ayah.
Sejak kehilangan sang ayah, dirinya mengakui menjadi anak labil dan nakal.
Ia sering berantem. Namun bukan karena mencari masalah, hanya karena membela teman.
"Saat SMA tambah parah lagi. Kadang sekolah kadang tidak. Tetapi syukurnya nilai saya tidak pernah jelek. Suatu hari, guru mengadakan ujian lisan satu per satu dan nilai saya paling tinggi. Guru saya minta saya duduk di depan karena kalau di belakang takutnya terpengaruh," ungkapnya.
De Gadjah adalah alumni dari SMP 7 Denpasar dan SMA 7 Denpasar.
Ia melanjutkan kuliah di salah satu universitas di Malang.
Namun keluarga bahkan teman-temannya saat itu merasa pesimis De Gadjah bisa menyelesaikan kuliha mengingat kenakalannya dan sering bolos saat sekolah.
Tapi nyatanya ia menjadi lulusan terbaik.
"Saya lulus 3,5 tahun dan IPK saya cum laude. Hampir semua kawan saya tidak percaya. Saya harus berjuang waktu kuliah, karena yang bekerja jualan keliling cuma ibu saja. Jadi saya harus menyelesaikan kuliah dengan cepat. Itu yang menjadi motivasi saya waktu kuliah," tambahnya.
Lubang Hitam
Dalam perjalanan hidupnya, De Gadjah pernah mencoba merantau ke Kalimantan.
Namun hanya enam bulan karena tidak betah di tanah perantauan.
Saat kembali ke Bali, ia menjadi seorang akuntan ketika pagi, dan malam hari sebagai seorang sekuriti.
"Saat kembali ke Bali saya bekerja menjadi accounting di salah satu toko surving. Dari situ saya mulai mengenal dunia malam. Lalu saya menjadi sekuriti di beberapa club," ungkapnya.
Saking asyiknya berkecimpung dengan dunia malam, hingga membuatnya terjerumus dalam lubang hitam.
Hingga membuat De Gadjah dipenjara pada tahun 2005.
Namun ia justru bersyukur pernah masuk penjara.
Jeruji besi membuat jalan hidup De Gadjah berubah drastis.
"Saya justru bersyukur (dipenjara). Kalau tidak dipenjara, saya tidak kapok. Selama di penjara saya ditolong Bapak Yusdi Dias (Ketua Flobamora Bali). Beliau yang memberikan saya buku-buku untuk belajar selama di penjara," katanya.
Setelah keluar dari penjara, ia berangkat ke Amerika Serikat untuk bekerja selama 7 tahun.
Saat kembali ke Bali tahun 2012, ia memiliki usaha sebuah studio tatto yang bertahan hanya 6 bulan.
Suatu hari ia bertemu dengan pelatih silatnya terdahulu hingga dirinya direkrut menjadi salah satu tim keamanan Gubernur dan Wagub DKI Jakarta, Jokowi-Ahok, dan bergabung ke tim pasukan pengaman dan pengawal Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Hingga akhirnya ia mendapatkan tawaran dari beberapa partai politik.
Namun ia memutuskan bergabung dengan Partai Gerindra.
Saat pemilu legislatif, De Gadjah mendapatkan jumlah suara tertinggi dari Partai Gerindra di Kota Denpasar.
"Seiring waktu, saya dicalonkan sebagai ketua fraksi. Namun di pusat di balik, saya yang kemudian dipilih menjadi Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar. Saya rasa itu kehendak Tuhan. Kita tidak boleh lupa diri," ungkapnya.
Selain itu, De Gadjah saat ini juga menjabat sebagai Ketua DPC Partai Gerindra, Ketua Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina) Bali, Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Bali, Kader Pencak Silat Satria Muda Indonesia (SMI), Pengurus Lintas Etnis Nusantara, Pembina Karang Taruna Denpasar, Pembina Persatuan Binaraga dan Fitnes Indonesia (PBFI) Bali, dan masih banyak lagi.
(Tribun Bali/Noviana Windri)