Kejati Tanggapi Soal Copy Paste Keterangan Ahli Bahasa pada Sidang Jerinx
Sidang perkara dugaan ujaran kebencian dengan terdakwa I Gede Ary Astina alias Jerinx (JRX) telah bergulir, Kamis (12/11/2020).
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang perkara dugaan ujaran kebencian dengan terdakwa I Gede Ary Astina alias Jerinx (JRX) telah bergulir, Kamis (12/11/2020).
Sidang kemarin mengagendakan pembacaan replik atau tanggapan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota pembelaan yang diajukan tim penasihat hukum Jerinx.
Beredar pemberitaan, bahwa menurut tim hukum Jerinx, tim jaksa dalam repliknya melakukan copy paste keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ahli bahasa yang dihadirkan, Wahyu Aji Wibowo ke dalam surat tuntutan.
Pula tim jaksa telah salah memasukkan unsur pasal dalam surat tuntutannya.
Baca juga: Larangan Saat Cuntaka, Ini Sesana atau Etika Membuat Upakara Hindu Bali
Baca juga: Tim Terpadu Ops Yustisi Temukan 8 Pelanggar di Kuta Selatan
Baca juga: Nyai Nikita Mirzani Bagikan Kondisi Terkini Rumahnya Setelah Diancam Akan Dikepung Ustaz Maaher
Dimana menurut tim hukum Jerinx, yang seharusnya ditulis unsur pasal "setiap orang". Namun justru yang ditulis tim jaksa dalam surat tuntutan adalah "Barang Siapa".
Terkait hal itu, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, A Luga Harlianto memberikan tanggapan.
Dikatakannya, terhadap pemberitaan bahwa jaksa melakukan copy paste dalam surat tuntutan terhadap keterangan Ahli telah dijabarkan secara jelas dalam replik.
Pada intinya, ahli di persidangan telah menyatakan bahwa keterangannya di dalam BAP ahli adalah benar dan tetap pada keterangannya dalam BAP.
Baca juga: Tak Ada Kompetisi, Teco Izinkan Pemain Bali United Ikut Turnamen Antar Kampung
Baca juga: Kasus Baru di Buleleng Terkonfirmasi Bertambah Tiga Orang, Sembuh Tujuh Orang
Baca juga: Ini Motif dan Pengakuan Penyebar Video Syur Mirip Gisel ke Media Sosial
"Sesuai replik telah disampaikan bahwa berdasarkan Pasal 162 KUHAP dan Pasal 179 ayat (2) KUHAP tersebut, keterangan ahli dalam BAP di bawah sumpah yang tidak bisa hadir dan dibacakan di depan persidangan memiliki nilai pembuktian yang sama dengan keterangan ahli tersebut di bawah sumpah yang diucapkan di persidangan. Apalagi dalam perkara Aquo, ahli bahasa Wahyu Aji Wibowo di persidangan telah membenarkan keterangannya di BAP pada saat proses penyidikan," terangnya dalam keterangan pers, Jumat (13/11/2020)
Dengan demikian kata Luga, keterangan ahli bahasa Wahyu Aji Wibowo dalam BAP pada saat penyidikan yang dimuat oleh jaksa ke dalam surat tuntutan adalah sah menurut hukum dan memiliki nilai pembuktian.
Itu karena keterangan ahli tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keterangannya yang diberikan langsung di depan persidangan.
Baca juga: Bawaslu Ingatkan Potensi Pelanggaran Saat Penyaluran dan Pendistribusian Logistik Pilkada
Baca juga: Kurangi Sumbangan Sampah ke TPA hingga Hasilkan Kompos Sendiri, DLH Tabanan Bentuk Teba Komposter
Adalah hal yang mendasar ketika keterangan Alahli di BAP digunakan dalam tuntutan dengan narasi teks yang sama dalam BAP.
"Lah, ahlinya sudah bilang sesuai BAP lalu disalin sesuai BAP kok jadi salah. Ahlinya lho yang bilang tetap pada BAP. Lagipula dalam surat tuntutan tersebut juga dituangkan keterangan ahli yang bersifat tambahan atau yang belum ada BAP," ujar Luga.
Selain itu, terhadap penulisan unsur barang siapa yang dipersoalkan oleh penasihat hukum juga telah ditanggapi oleh tim jaksa dalam repliknya.
Luga menjelaskan, pada intinya unsur setiap orang itu dipersamakan dengan kata "barang siapa". Yaitu merujuk pada orang yang apabila orang tersebut memenuhi inti delik tindak pidana yang ditujukan terhadap terdakwa, baik sebagai manusia pribadi atau subyek hukum yang diajukan sebagai terdakwa dalam perkara ini.
"Bahkan ada putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1398/K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995 yang menyatakan terminologi kata "barang siapa/setiap orang sebagai siapa saja yang harus dijadikan terdakwa/dader atau subyek hukum yang dapat diminta pertanggungjawaban dalam segala tindakannya. Dari sana saja sudah jelas bahwa unsur setiap orang dipersamakan dengan barang siapa," paparnya.
Terkait penyampaian penasihat hukum yang mengatakan bahwa replik jaksa telah menguatkan pledoi, Luga menyatakan, bahwa hal tersebut merupakan sebatas anggapan dari penasihat hukum.
"Silahkan ditanggapi di dalam duplik, tidak usah ramai-ramai menggiring opini publik, toh pada akhirnya majelis hakim yang akan menilai. Tanggung jawab kami sudah kami gunakan pada saat replik untuk menjawab apa yang disampaikan oleh penasihat hukum dalam pembelaan," ucapnya.
Lebih lanjut Luga juga menanggapi terkait alat bukti verbatim yang diajukan oleh penasihat hukum untuk melengkapi tuntutannya.
"Menurut informasi dari jaksa, verbatim yang diajukan oleh penasihat hukum itu tidak lengkap. Verbatim tersebut seyogyanya berupa sebuah teks yang isinya sama atau sesuai dengan yang dikatakan."
"Sedangkan verbatim yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa hanya sebuah teks perkataan di persidangan yang dirasa tidak merugikan terdakwa."
"Banyak pertanyaan jaksa, Jawaban ahli yang berdasarkan catatan jaksa memberatkan terdakwa tidak muncul dalam verbatim tersebut."
Ini yang kemudian menjadi perhatian dari jaksa terutama ketika narasi-narasi yang tidak lengkap digunakan untuk menggiring opini publik," cetus Luga," (*)