Begini Kata Gubernur Bali soal RUU Minuman Beralkohol, Masih Jauh dan Nggak Akan Jadi
Ia hanya berkomentar singkat bahwa RUU tersebut tidak akan jalan dan mengatakan hal itu masih jauh.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Kambali
Laporan Wartawan Tribun-Bali.com, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Saat ini DPR RI tengah membuat Rancangan Undang-undang (RUU) Minuman Beralkohol atau RUU Mikol.
Dalam draf RUU Minuman Beralkohol itu melarang setiap orang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
RUU ini kemudian masuk kembali dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 sebagai usul inisiatif DPR.
Sementara itu, di Bali sedang digencarkan produksi arak Bali.
Bahkan arak Bali ini sudah Pergub Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali.
Baca juga: RUU Minuman Beralkohol Dibahas Lagi, Disebut Bisa Mematikan Banyak Usaha, Berikut Ini Isinya
Terkait RUU Minuman Beralkohol ini, Gubernur Bali, Wayan Koster tak mau berkomentar banyak.
Ia hanya berkomentar singkat bahwa RUU tersebut tidak akan jalan dan mengatakan hal itu masih jauh.
Hal tersebut dikatakannya usai acara penyerahan bantuan pemerintah bagi pelaku usaha mikro (BPUM) secara simbolis di Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Sabtu (14/11/2020) siang.
"Masih jauh," katanya.
"Jangan dulu ngomong. Waktunya masih panjang. Nggak akan jadi itu," katanya.
Namun saat diminta untuk menegaskan jawabannya, ia enggan menjawab.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki juga menjawab singkat.
"Kalau untuk ekpor kan bagus," katanya.
Baca juga: Naskah Akademik RUU Larangan Minuman Beralkohol Kutip Wikipedia, Jadi Perdebatan di Medsos
Apa Itu RUU Larangan Minuman Beralkohol?
Usulan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol mulai dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Sebelumnya RUU Larangan Minuman Beralkohol ini diusulkan 21 anggota DPR, yaitu 18 orang dari Fraksi PPP, 2 orang dari Fraksi PKS, dan 1 orang dari Fraksi Gerindra.
Pembahasan RUU ini diketahui terus mengalami penundaan sejak pertama kali diusulkan pada 2015.
RUU ini kemudian masuk kembali dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 sebagai usul inisiatif DPR RI.
Melansir dokumen RUU di laman resmi DPR, RUU tersebut terdiri atas 7 bab dan 24 pasal.
RUU Larangan Minuman Beralkohol ini pun menuai sorotan dari berbagai kalangan. Berbagai reaksi muncul atas usulan ini.
Namun, bagaimana sebenarnya isi dari RUU ini? Apa saja pasal yang menjadi sorotan?
Baca juga: Terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol, Petani Arak Karangasem Merasa Terpasung
Alkohol
Dalam Pasal 1 Ayat 1, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan minuman beralkohol pada RUU ini adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
Baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
Kemudian pada Bab II tentang Klasifikasi, Pasal 4 Ayat (1) mengatur beberapa jenis minuman beralkohol.
- Golongan A (kadar etanol kurang dari 5 persen),
- Golongan B (kadar etanol antara 5 sampai 20 persen),
- Golongan C (kadar etanol antara 20 sampai 55 persen).
Dalam pasal tersebut, dikatakan bahwa minuman beralkohol tradisional dan campuran atau racikan juga dilarang.
Baca juga: DPRD dan Gubernur Akan Berkoordinasi Samakan Persepsi Sikapi RUU Larangan Minuman Beralkohol
Produsen dan penjual terancam pidana
Produsen hingga penjual minuman beralkohol terancam pidana dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Ketentuan ini diatur dalam Bab III RUU yang berbunyi:
"Setiap orang dilarang memproduksi Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4"
RUU ini melarang setiap orang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Adapun sanksi bagi orang yang melanggar ketentuan tersebut adalah pidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 tahun dan paling lama 10 tahun atau denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Apabila pelanggaran yang dilakukan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain akan dipidana dengan pidana pokok ditambah satu pertiga.
Pengonsumsi terancam pidana
Berdasarkan RUU ini, masyarakat yang mengonsumsi minuman beralkohol juga terancam sanksi pidana.
Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 7 yang berbunyi:
"Setiap orang dilarang mengonsumsi Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4"
Setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol sebagaimana ketentuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 3 bulan dan paling lama 2 tahun atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 50 juta.
Kemudian, apabila pelanggaran mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dipidana dengan pidana pokok ditambah satu pertiga.
Baca juga: ICJR: Waspadai Potensi Overkriminalisasi di RUU Larangan Minuman Beralkohol
Pengecualian
Namun demikian pada Pasal 8 disebutkan bahwa larangan yang diatur tersebut tidak berlaku untuk kepentingan terbatas.
Adapun kepentingan terbatas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Kepentingan adat
- Ritual keagamaan
- Wisatawan
- Farmasi
- Tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan
Ketentuan lebih lanjut mengenai kepentingan terbatas ini diatur dalam Peraturan Pemerintah. (*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Apa Itu RUU Larangan Minuman Beralkohol, Isi dan Pasal yang Disorot?, https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/14/100300765/apa-itu-ruu-larangan-minuman-beralkohol-isi-dan-pasal-yang-disorot?page=all.