Merasa Tak Pernah Dilibatkan dalam Pembahasan, Krama Desa Adat Keramas Tolak Sosialisasi Perarem
Merasa tak pernah dilibatkan dalam pembahasannya, krama Desa Adat Keramas, Blahbatuh, Gianyar, menolak sosialisasi perarem Nomor 5 tahun 2020.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Widyartha Suryawan
Bahkan ia sampai 'ngambul' dan menyatakan akan mengundurkan diri sebagai prajuru banjar.
"Kalau seperti ini, saya lebih baik mundur saja. Karena saya hanya menjalankan tugas sebagai pengayah, tidak ada maksud lain di luar mengabdi pada masyarakat," ujarnya.
Namun pernyataannya tersebut justru disoraki krama, dan memintanya agar segera mundur sebagai prajuru.
Poin lain yang membuat krama keberatan ada pada poin pemilihan bendesa, di mana bendesa bisa dipilih meskipun tidak diusung oleh krama banjarnya.
Sejak disosialisasikan 16 November 2020 oleh panitia pembuat pararem, krama banjar-banjar di Desa Keramas telah menolak.
Diawali Banjar Maspait, lalu Banjar Lebah.
Menariknya, di banjar ini, prajuru justru mengundang PKK. Namun tetap saja mendapatkan penolakan.
Setelah itu, Banjar Palak, seorang krama, I Gusti Ngurah Bawa menyerukan bahkan pararem ini ilegal.
Di Banjar Gelgel, seorang krama, I Wayan Ardita mengkritik isi pasal yang menyatakan, memperbolehkan suatu banjar mencalonkan krama yang bukan dari banjar bersangkutan.
"Itu bisa menimbulkan kekacauan dan keributan. Kalau banjarnya saja tidak mencalonkan dia, sampai banjar orang lain mencalonkan tentu akan jadi pertanyaan dan akan bisa menimbulkan keributan," ujar Ardita.
MDA Gianyar Minta Prajuru Fasilitasi Krama
Ketua Majelis Desa Adat, Anak Agung Alit Asmara, saat dikonfirmasi terkait polemik tersebut, Minggu (22/11/2020) mengatakan, pihaknya mendorong ada sebuah komunikasi antara prajuru dan krama yang menganggap pararem tersebut bermasalah.
Sebab, kata dia, konsep perarem itu harus 'diraremi' atau disepakati oleh krama.
Terlebih ketika menyangkut pemilihan atau mengatur calon yang bersumber dari krama.
"Antara hak dan kewajiban harus sama antara semua krama. Kalau ada hal yang belum klir, dalam proses pembuatan pararem, dalam proses sosialisasi, dan tahapan yang harus diketahui krama harus dilalui semua untuk kebaikan bersama. Wajib prajuru memfasilitasi. Karena desa adat mempunyai kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri sebelum pihak lain hadir ke sana memfasilitasi persoalan yang ada. Biar tidak meluas dulu. Jika nanti persoalannya tidak bisa diselesaikan di tingkat internal, kita di majelis memiliki kewenangan turun memfasilitasi. Tapi intinya, kami berharap permasalahan ini diselesaikan oleh prajuru dan krama. Prajuru wajib memfasilitasi," tandasnya. (*)