Hari Ini Tepat Hari Kajeng Kliwon, Jro Mangku Ketut Maliarsa: Jangan Lupa Sembahyang
Hari Ini Tepat Hari Kajeng Kliwon, Jro Mangku Ketut Maliarsa: Jangan Lupa Sembahyang
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Aloisius H Manggol
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Hari ini, Rabu (25/11/2020) bertepatan dengan hari suci Kajeng Kliwon.
Jro Mangku Ketut Maliarsa, mengatakan bahwa pada hari spesial Hindu ini umat seyogyanya sembahyang.
“Sebab sekarang ini, disebut hari suci Buda Kliwon Matal. Buda Kliwon atau Kajeng Kliwon, adalah hari yoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bermanifestasi menjadi Dewa atau Bhatara Siwa (Mahadewa),” jelasnya kepada Tribun Bali, Rabu (25/11/2020).
Mahadewa dikenal sebagai dewanya para dewa.
Sehingga sangat baik untuk menghaturkan sembah bakti, memuja keagungannya.
Memuja Ista Dewata, untuk memohon keselamatan Tri Loka Bhuana (Bhur Loka, Bwah Loka, dan Swah Loka).
Dalam ajaran Agama Hindu, Dewa Siwa diyakini sebagai Dewa pelebur karena berfungsi melebur segala sesuatu yang sudah usang.
Atau dikembalikan ke asalnya. Umat Hindu di Bali memuja keagungan Dewa Siwa, ditempatkan di Pura Dalem.
Berbeda dengan Dewa Brahma, dipuja di Pura Desa (Bale Agung), dan Dewa Wisnu distanakan di Pura Puseh.
Dewa Siwa berposisi di tengah, dengan warnanya berupa panca warna (brumbun). Senjatanya Padma dengan kendaraan lembu Nandini.
Istri Dewa Siwa adalah Dewi Durga, Dewi Uma, dan Dewi Parwati.
Dewi Uma adalah dewi yang sangat sakti, sehingga banyak dipuja manusia. Dewi Parwati adalah istri Dewa Siwa yang kedua, merupakan reinkarnasi Dewi Sati atau Dewi Uma pasca menikah dengan Siwa.
Dewi Parwati saat marah dikenal sebagai Dewi Durga.
Serta memohon peleburan sarwa mala, yang ada di bhuana agung dan bhuana alit.
“Itulah sebabnya, mengapa umat Hindu sembahyang bahkan sebelum sembahyang, harus melakukan penglukatan terlebih dahulu. Untuk pembersihan angga sarira (atika sarira) dan suksma sarira,” sebutnya.
Untuk bhuana agung, melaksanakan pecaruan sebagai sarana pembersihan.
Beberapa sarana caru sasih kaenem, kata dia, adalah nanceb sanggah cucuk mapalawe don tulak.
Banten yang munggah di sangah cucuk, adalah tumpeng kresna adanan, raka jajan bagina, pisang rateng, canang setanding, iwaknya jatah calon, serta urab barak putih.
Di sanggah cucuk bantennya, segehan sia tanding, iwaknya jejeron bawi matah lebeng, getih mawadah takir, dan tuak mawadah cameng.
Mantranya, ‘ih sang bhuta ngandang semata pati, bhoktya ye namah. Ih sang Durga Bhucari bhoktya ye namah’ yang perlu diucapkan. (ask)