Serba Serbi

Dewa Wisnu dan Awatara, Berikut Penjelasan Jro Mangku Ketut Maliarsa

Satu diantara palinggih di Pura Campuhan Windhu Segara, adalah palinggih Dewa Wisnu.

Eka Kartika/bobo.grid.id
Dewa Wisnu dan Garuda 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Satu diantara palinggih di Pura Campuhan Windhu Segara, adalah palinggih Dewa Wisnu.

Jro Mangku Ketut Maliarsa menjelaskan, bhatara Wisnu adalah satu diantara Tri Murti.

Tri Murti, terdiri dari tiga dewa yang dikenal di dunia.

Diantaranya adalah Dewa Wisnu, Dewa Brahma, dan Dewa Siwa.

Baca juga: Eksekutif Harapkan RAPBD 2021 Bisa Ditetapkan Secepatnya

Baca juga: 10 Tahun Simpan Dendam, Istri di Kramat Jati Sewa Pembunuh Bayaran untuk Habisi Suami

Baca juga: BREAKING NEWS : Menteri Perdagangan ke Pasar Badung, Penjual Bumbu Grogi Ditanya Harga Bawang

“Bhatara atau Dewa Brahma adalah manifestasi Tuhan, yang berfungsi sebagai pencipta alam beserta isinya. Bhatara Wisnu merupakan manifestasi Tuhan sebagai pemelihara alam beserta isinya. Sedangkan Bhatara Siwa sebagai pelebur, alam beserta isinya,” jelasnya kepada Tribun Bali, Rabu (25/11/2020) di Denpasar, Bali.

Lanjut pensiunan guru ini, di Pura Campuhan Windhu Segara, ada palinggih Ida Bhatara Wisnu.

Dan ia akan membahas manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan prabhawanya yaitu Bhatara Wisnu.

“Dewa Wisnu dalam ajaran Agama Hindu, sering disebut Sri Wisnu atau Narayana. Beliau berfungsi memelihara alam beserta isinya,” katanya.

Dalam hal itu, sering disebut sthiti yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahma dalam hal ini sama dengan segala ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

“Kalau di India, beliau sering disebut Narayana dengan senjatanya adalah Cakra Sudarsana. Beliau bertugas memelihara seluruh alam semesta, baik bhuana agung maupun bhuana alit,” sebutnya.

Dalam Kitab Purana, kata dia, Dewa Wisnu sering muncul menjelma ke dunia untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran yang terkenal dengan sebutan ‘awatara’.

Istri atau sakti Dewa Wisnu adalah Dewi Laksmi.

“Beliau (Dewi Laksmi) pun, kerap menjelma ke dunia bersama Dewa Wisnu,” imbuhnya.

Dewi Laksmi dikenal sebagai dewi penguasa kemakmuran, atau dewi keberuntungan.

Mengenai awatara, ada 10 titisan Dewa Wisnu dan sering disebut Dasa Awatara.

Pertama adalah Matsya Awatara, berwujud ikan raksasa.

Tuhan turun ke dunia, sebagai ikan besar untuk menyelamatkan manusia pertama dari tenggelam saat dunia dilanda banjir maha besar.

Awatara kedua, adalah Kurma Awatara berwujud kura-kura besar bernama Akupa.

“Akupa itu adalah wujud Tuhan turun ke dunia, menyelamatkan dunia dengan menumpu dunia. Tujuannya agar selamat dari bahaya, terbenam ketika dilakukan pemutaran Gunung Mandara Giri di lautan susu, oleh para Dewa untuk mencari Tirta Amerta,” sebutnya.

Awatara ketiga, adalah Waraha berwujud babi hutan.

Tuhan turun sebagai badak agung (babi hutan), yang mengait dunia kembali agar selamat dari bahaya tenggelam.

Awatara keempat, sebut dia, adalah Narasinga berwujud manusia berkepala singa.

Tujuannya, Tuhan turun ke dunia untuk membasmi kekejaman di dunia.

Awatara kelima adalah Wamana, berwujud seorang Brahmana.

Tuhan turun sebagai seorang kerdil, berpengetahuan tinggi dan mulia dalam mengalahkan Maha Raja Bali yang sombong.

Awatara keenam, adalah Parasurama.

Awatara ini berwujud manusia, dan merupakan anak dari Raja Jamaguni.

Beliau bersenjata kapak, dan turun ke dunia sebagai Rama Parasu bersenjatakan kapak untuk membasmi para ksatria yang menyeleweng dari ajaran dharma.

Selanjutnya, awatara ke-7 hadir dalam wujud anak seorang raja, yakni Raja Ayodya.

Tuhan turun sebagai Sang Rama, putra dari Raja Dasaratha untuk menghancurkan kejahatan yang dilakukan Rahwana.

Awatara ke-8, adalah Kresna di era Mahabharata.

Kresna berwujud pria dengan kulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning atau mahkota yang dihiasi bulu merak.

Ini perwujudan Tuhan turun sebagai Sri Kresna.

Kresna menjadi Raja Dwarawati untuk membasmi Raja Kangsijarasada dan membantu para Pandawa menegakkan keadilan dan membasmi Korawa yang menginjak-injak dharma.

Awatara ke-9, adalah Buddha Awatara.

Berwujud Budha Goutama, berarti yang mendapat pencerahan.

Ia menjelaskan, Tuhan turun sebagai putra Raja Sudodana di Kapilawastu India dengan nama Sidharta Goutama.

Arti dari nama tersebut, kata dia, adalah mencapai yang sempurna. Budha Goutama, menyebarkan agama Budha dengan tujuan menuntun umat manusia mencapai kesadaran, penerangan yang sempurna atau nirwana.

Awatara terakhir adalah Kalki Awatara, pada zaman kaliyuga (saat ini).

“Tuhan nanti akan turun untuk membasmi penghinaan-penghinaan, pertentangan-pertentangan agama akibat penyelewengan umat manusia dari ajaran Hyang Widhi (dharma),” jelasnya.

Khusus untuk sembahyang dan melukat di palinggih Bhatara Wisnu, di Pura Campuhan Windhu Segara.

Jro Mangku Ketut Maliarsa, menjelaskan Dewa Wisnu adalah wujud laut dari manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa berperan memelihara dan melindungi alam semesta beserta isinya termasuk umat manusia.

“Sehubungan dengan itu, maka di pura ini juga dibangun linggih Bhatara Wisnu untuk payogan beliau agar memberi perlindungan umat manusia,” katanya.

Umat Hindu yang datang ke pura, bisa memohon keselamatan dan kerahayuaan di linggih Ida Bhatara Wisnu.

Setelah selesai melakukan prosesi malukat sehingga bisa bersih lahir batin.

“Para pamedek, bisa datang dengan membawa bungkak nyuh gading dan pertama menuju linggih payogan Ida Bhatara Wisnu,” katanya.

Di hadapan linggih Dewa Wisnu, pamedek akan dilukat oleh para pemangku.

Hal ini dilakukan lebih awal, karena dipercaya atau diyakini bahwa Dewa Wisnu sebagai penganugerah kesucian atau kebersihan.

Baik kesucian lahir, maupun kesucian batin. Kegiatan pembersihan diri atau penglukatan harus dilandasi dengan keyakinan, hati yang tulus ikhlas, dan berserah kepada keagungan Ida Bhatara Wisnu dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. (*).

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved