Aura Magis Pura Melanting Jambe Pole di Taman Festival Bali, Ada yang Mohon Kesembuhan hingga Jodoh

Bahkan banyak orang memohon di Pura Melanting Jambe Pole, Mulai dari meminta anak, karir yang bagus, kesembuhan, dan lain sebagainya.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Pura Melanting Jambe Pole di tengah Taman Festival Bali. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Taman Festival Bali menyimpan berbagai kisah. Keberadaannya yang disebut-sebut angker, kerap menjadi perbincangan.

Meski demikian, di tengah Taman Festival Bali ternyata terdapat sejumlah pelinggih dan bahkan pura.

Satu diantaranya adalah Pura Melanting Jambe Pole. 

Berikut adalah penelusuran Tribun Bali terkait keberadaan Pura Melanting Jambe Pole di tengah kawasan Taman Festival Bali, Padang Galak, Kota Denpasar.

Pura yang dekat dengan penangkaran buaya ini, dipercaya memiliki aura kuat dan magis.

Bahkan banyak orang datang memohon ke kawasan suci ini. Mulai dari meminta anak, karir yang bagus, kesembuhan, dan lain sebagainya.

“Banyak juga orang memohon penyembuhan, keturunan, bahkan jodoh ke pura langsung,” jelas Ajik Atu kepada Tribun Bali, Selasa (1/12/2020).

Pria yang bertugas sebagai penjaga sekala-niskala ini melanjutkan, terkadang ia menjadi penuntun orang jika mau sembahyang ke pura. Sisanya ada pengayah lain yang silih berganti datang.

Walau demikian, ia mengatakan semuanya tergantung jodoh dari si pemohon untuk terkabul atau tidak.

Pria dengan nama asli Ida Bagus Sukayasa ini, kerap membantu pamedek yang hendak maturan ke pura di tengah Taman Festival Bali tersebut.

“Nanti saya bantu, karena tentunya jika permohonan khusus pasti ada syarat tertentu juga,” imbuhnya.

Intinya sarana semua berasal dari alam, semisal bunga, bungkak, atau beberapa tumbuhan lain.

Ia menyebutkan, pura ini berkaitan dengan Pura Dalem Kedewatan Sanur Kaja.

Dahulu pura ini berada di kawasan dekat gunung buatan, area Taman Festival Bali. Kemudian dituntun ke Pura Dalem Kedewatan Sanur di Jalan Hang Tuah.

Baca juga: Kisah Kesaktian Ratu Gede Mas Mecaling Dalem Ped, Dianugerahi Ajian Kanda Sanga hingga Panca Taksu

“Dengan berdirinya Taman Festival Bali pada 1997, maka pihak pengelola mendirikan Pura Dalem Segara, yang ada merunya di pinggir timur laut bersebelahan dengan Pura Segara Windu,” sebutnya.

Kemudian dengan pembengkakan biaya operasional, akhirnya Taman Festival Bali dinyatakan bangkrut dan pada 1999 selesai beroperasi.

Terbengkalai hingga saat ini, dan menjadi lokasi wisata horror yang dikelola desa adat.

Ia menjelaskan, secara niskala Taman Festival Bali kurang mendapat sambutan dari penunggu alam di sana.

Apalagi dengan adanya pemindahan 111 mayat korban kecelakaan pesawat terbang, di Gerokgak Buleleng pada 1974.

Sehingga auranya terasa berbeda.

Kemudian adanya kerajaan gaib yang mewah dan kuat, membuat lokasi ini kian angker.

Hal itu juga ditambah adanya pura sebagai areal suci.

Ia menyebutkan, bhatara yang melinggih di pura adalah Ida Bhatara Ratu Niang Lingsir Sapuh Jagat. Kemudian Ida Bhatari Mas Melanting, Ida Ratu Mas Manik Kembar.

Semeton bisa bawa banten pejati, dan bisa melukat juga di pura,” imbuhnya.

Hal ini diakui Mbah Huda, dari Padepokan Tirta Kahuripan. Pria bernama lengkap Huda Nuryanto ini, telah lama datang ke sana. Ia sedih melihat kondisi Taman Festival Bali.

“Saya dulu ke sini, mau kencing toilet  tidak ada, ketutup semak belukar saya sedih,” katanya.

Keesokan harinya, Mbah Huda berinisiatif membersihkan semak belukar itu.

Saat Tribun Bali mendatangi Taman Festival pun, Mbah Huda terlihat sedang bersih-bersih dan membakar kayu daun kering di areal depan dekat pintu masuk.

“Saya ngayah sukarela di sini, walau saya beda agama tapi saya rasa semua satu di mata Tuhan,” tegasnya.

Ia juga menduga, pemindahan kuburan 111 mayat korban kecelakaan, dilakukan dengan sembarang. Sehingga membuat lokasi ini kian angker.

Baca juga: Kisah Magis Tari Rejang Sutri di Desa Batuan Gianyar, Diyakini Terkait Ratu Gede Mas Mecaling

Namun dengan adanya pura, sebagai tempat suci di tengah-tengah taman membuat aura negative mampu ditanggulangi dengan aura positif.

“Saya juga kalau ada orang bermasalah, khususnya teman yang beragama Hindu, pasti saya suruh muspa ke pura ini,” katanya.

Bahkan pernah dahulu, ada temannya yang ingin menangkap penjahat, diminta membawa pejati ke Pura Melanting Jambe Pole, dan akhirnya bisa.

“Unik di sini memang, banyak pejabat juga datang,” imbuhnya.

Taman Festival Bali: Dulu Megah, Kini Angker
Anak Agung Ngurah Bagus Kesuma Yudha, Produser Dread Team, berkesempatan menelusuri lokasi yang angker ini.

Tahun 1997, Taman Festival Bali sedang berada di puncak kejayaannya.

Namanya tersohor ke seluruh antero Pulau Dewata dengan berbagai atraksi menarik dan pertunjukan megah nan indah.

Ada kolam renang dan berbagai wahana menarik lainnya.

Namun krisis moneter yang menghantam Indonesia tahun 1998 sangat berdampak pada keberlangsungan Taman Festival Bali ini.

Tak dinyana, akhirnya imbas pun tak terhindarkan.

Taman Festival Bali menjadi saksi bisu sejarah terpuruknya ekonomi Indonesia kala itu.

Taman Festival Bali, Denpasar, Bali.
Taman Festival Bali, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/AA Seri Kusniarti)

Perlahan-lahan riuh keramaian di tempat ini menjadi kekosongan yang kian lama kian sunyi.

Bangunan mulai terbengkalai, pintu dan kaca hilang, kemudian suasana menjadi mencekam.

Puing-puing sisa bangunan masih terlihat hingga saat ini.

Ruangan-ruangan kosong sudah ditumbuhi tanaman rambat dan padang ilalang.

Sisanya pepohonan besar mengambil alih bangunan.

Akarnya memeluk setiap tembok di sana yang telah dilukis mural oleh orang tak dikenal.

“Dalam ingatan masa kecil kami, wahana di sini menjadi mimpi dari wisata Bali yang luar biasa. Namun kini, nampaknya lebih kepada mimpi buruk karena suasananya berbeda,” jelas pria yang juga sutradara ini kepada Tribun Bali, Rabu (18/11/2020).

Perasaan ceria hilang ditelan gelombang ketakutan dari suasana yang kian gelap di sana.

Sinar matahari ditutupi rindangnya pepohonan besar dengan akar keluar dari tanah.

Gung Yudha, sapaan akrabnya, bisa merasakan aura berbeda ketika masuk ke lokasi ini.

“Bahkan kami kerap mendapat pandangan intens dari penghuni bangunan, lalu samar-samar terdengar suara tawa kecil mungkin dari memedi setempat,” katanya.

Walau demikian, ia melihat ada sebuah tempat persembahyangan di dalam area Taman Festival Bali ini.

“Teman saya berjumpa sesosok pria tua, berjanggut putih, dan berpakaian serba putih di sana. Pria ini hanya melihat kami, tidak berniat jahat,” ungkapnya.

Perjalanan demi perjalanan dilaluinya, ia tetap berdoa dalam hati agar tidak diganggu.

Sebelumnya pun ia telah menghaturkan canang berisi rarapan meminta izin kepada penunggu setempat agar tetap selamat saat mengeksplorasi.

Ia naik ke tangga yang penuh dengan sampah daun dan ranting kering.

Lalu masuk ke pintu tanpa daunnya, hanya tembok tanpa atap dan di lantai sudah ditumbuhi rumput liar.

“Mungkin saja, di Taman Festival Bali ini tidak sesuai dan selaras antara keinginan manusia dengan penunggu tempat tersebut,” katanya.

Namun, walau terkenal angker dan mistis, banyak kaula muda yang kerap datang ke lokasi ini.

Ada yang ingin menggambar mural, ada yang hanya berjalan-jalan, atau ingin menelusuri lokasi ini lebih jauh.

Jro Made Bayu Gendeng, Penenung Bayu Gana, mengamini bahwa tempat ini angker.

“Sejarah Padang Galak kan memang wilayah yang angker, dan nuansa mistisnya kuat di Bali. Ini sudah dari zaman kerajaan dahulu, Padang Galak sudah sangat terkenal,” tegasnya.

Apalagi ditambah adanya bangunan terbengkalai itu.

Membuat bangunan tersebut ditinggalkan sedemikian lama, dan akan menambah kesan atau menjadi tempat tinggal makhluk halus, tak kasat mata yang tidak mendapatkan di daerah lain.

Makhluk-makhluk ini berkumpul di sana.

“Kejadian tahun 2012, ketika kebakaran menambah nuansa aura mistis tempat itu yang dihuni energi tak kasat mata,” tegasnya.

Banyak rumah makhluk yang tidak kelihatan, seperti wong samar, wong gamang, atau hal yang berbau niskala lainnya ada di sana.

“Terutama di daerah yang dekat penangkaran buaya, saya pernah rasakan banyak penghuni gaib di sana. Ada sosok wanita, sosok penunggu berupa makhluk gaib berbadan tinggi besar,” sebutnya.

Ruangan aula pun, kata dia, dihuni oleh penunggu gaib dan ruangan lainnya juga demikian.

Apalagi aura manusia sudah lama hilang dari lokasi ini, kian membebaskan para makhluk halus melenggang.

“Jadi memang untuk saat sekarang ini, tempat itu menjadi sarang markas daripada penunggu gaib,” tegasnya.

Kemudian dengan tidak pernah dirawat, dijaga dengan baik, dan diberikan sesajen dengan benar membuatnya menjadi tempat angker.

Ia menyebutkan, biasanya 3x45 hari tempat kosong atau terbengkalai maka sudah mulai didekati mahluk gaib.

Ia menjelaskan, baik di tempat apalagi pohon besar semua ada penunggunya masing-masing.

“Ketika saya baru masuk di Taman Festival Bali ini, ada warna hijau kekuningan. Ini pertanda ada makhluk halus yang tidak terlalu ganas dan masih bersahabat,” sebutnya.

Namun semakin ke dalam, warna merah dan orange semakin dominan.

“Nah ini biasanya makhluk yang agak sedikit lebih ganas. Apalagi jika warna merah bercampur hitam, auranya sangat luar biasa,” sebutnya.

Makhluk astral yang tidak kelihatan, yang ganas dan sangat berbahaya.

Ia pun menyarankan jika ingin ke sana, sebaiknya dalam kondisi fisik yang baik, tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

“Atau kalau datang dengan niat tidak baik, lebih baik jangan ke sana. Tapi kalau mau ke sana, minimal menghaturkan rarapan permen atau rokok. Untuk di bawah, bisa menghaturkan segehan memohon izin sebelum masuk wilayah Taman Festival Bali,” tegasnya.

Jadi jangan main-main, tegas dia, dan pulang dari sana disarankan mencuci kaki sampai bersih.

Agar penguasa atau penunggu atau ancangan di sana tidak mengikuti sampai ke rumah.  

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved