Menristek : Sudah Saatnya Bali Melakukan Diversifikasi Ekonomi Agar Tak Hanya Andalkan Pariwisata

Maka dari itu, menurut Bambang Brodjonegoro, Bali harus berpikir agar masyarakatnya tidak terlalu terdampak terlalu dalam.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali / Tangkap Layar
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro hadir dalam kegiatan Bakti Inovasi Universitas Udayana (Unud) di Gedung Wiswa Sabha, Kampus Unud Bukit Jimbaran, Badung, Rabu (23/12/2020) 

Pertama, yakni pertanian yang berbasis komoditas.

Upaya ini dapat dilakukan dengan membudidayakan tanaman tertentu dan setelah menghasilkan langsung dijual.

Salah satu komoditas pertanian yang bisa dikembangkan seperti ini yakni buah salak.

"Salak Bali kan sudah treadmark, sudah terkenal, tapi kan tetap riset di bidang salak itu tetap penting. Karena dari riset mengenai benih maka lahirlah produk yang lebih bermutu," terangnya.

Oleh karena itu, dirinya meminta Unud agar bisa melakukan riset dan menjadikan salak berbeda dengan yang ada daerah lain.

"Saya yakin teman-teman di Fakultas Pertanian bisa lakukan untuk membuat salak Bali itu menjadi berbeda, tidak harus menghilangkan bijinya, tapi paling tidak salaknya itu lebih enak, mungkin tidak terlalu ada asemnya," pinta dia.

Selain melalui pertanian berbasis komoditas, diversifikasi ekonomi Bali bisa dilakukan melalui olahan hasil pertanian.

Menurut Bambang Brodjonegoro, diversifikasi olahan hasil pertanian sangat menarik karena bisa menjadi makanan olahan dan obat herbal.

"Bapak ibu boleh saya sampaikan, yang kedua ini (obat herbal) sebenarnya sangat menjanjikan. Karena secara ekonomi sektor manufaktur kita, sektor manufaktur Indonesia yang paling maju itu adalah industri pengolahan bahan makanan," tuturnya.

Selain itu, sampai saat ini bahan baku obat di Indonesia berupa bahan kimia masih impor dari negara lain.

Oleh karena itu, Bambang Brodjonegoro berharap bahan baku obat di Indonesia yang awalnya dari kimia bisa menggunakan bahan-bahan herbal.

Namun dirinya mengaku paham bahwa riset untuk bahan-bahan herbal membutuhkan waktu yang sangat lama dikarenakan harus dimulai dari proses ekstraksi terlebih dahulu.

Setelah itu masih perlu melakukan analisa, biofarmatika dan harus uji klinis sebanyak dua kali, yakni untuk keamanannya dan untuk afikasi. Memang panjang, tetapi itu harus dilakukan. Dan karena panjang, harus dilakukan dari sekarang. Kalau tidak kita akan selamanya bergantung pada impor," kata dia.

Oleh karena itu, dirinya mendorong agar Unud dapat memanfaatkan keanekaragaman hayati di Bali sehingga bisa menjadi bahan baku obat.

Bahan baku ini bisa dalam bentuk jamu, minuman sehat, obat herbal terstandar (OHT) dan bisa dalam bentuk fitofarmaka.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved