OJK Tingkatkan Pengawasan untuk Jaga Stabilitas Sektor Jasa Keuangan hingga Akhir Tahun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  terus meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan kebijakan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah pelambat

Penulis: Karsiani Putri | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Istimewa
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso ketika hadir dalam acara peresmian Kantor Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara pada beberapa waktu lalu 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Karsiani Putri

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  terus meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan kebijakan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah pelambatan perekonomian akibat pandemi Covid 19.

Sampai dengan data November 2020, stabilitas sistem keuangan masih dalam kondisi terjaga di tengah upaya OJK dalam mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional yang terus dilakukan Pemerintah.

Berbagai kebijakan dan instrumen pengawasan telah dikeluarkan OJK untuk mencegah dampak pandemi Covid-19 yang lebih luas terhadap perekonomian dan sektor keuangan, khususnya untuk membantu masyarakat, sektor informal, UMKM dan pelaku usaha, di antaranya dengan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan (leasing) yang diperpanjang hingga Maret 2022. 

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, hingga 30 November, total kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp 951,2 triliun dari sekitar 7,53 juta debitur di perbankan yang terdiri dari 5,80 juta debitur UKM dengan nilai Rp 382 triliun dan 1,73 juta debitur non UKM dengan nilai Rp 569,2 triliun.

Sementara, total restrukturisasi untuk perusahaan pembiayaan hingga 15 Desember mencapai Rp 188,3 triliun dari 4,94 juta kontrak. 

Sedangkan nilai restrukturisasi di LKM mencapai Rp 26,4 miliar termasuk Rp 4,5 miliar di BWM.

Menurutnya, berbagai kebijakan lain yang telah dikeluarkan OJK untuk menjaga stabilitas sektor keuangan serta untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional antara lain Kebijakan Menjaga Fundamental usaha sektor riil: Melalui POJK 11/POJK.03/2020.

Pada Maret 2020 OJK mengeluarkan kebijakan kolektabilitas satu pilar melalui restrukturisasi kredit yang melakukan penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga untuk kredit/pembiyaan sampai dengan Rp 10 miliar dan diprioritaskan untuk sektor terdampak dan UMKM termasuk di antaranya adalah pengemudi ojek online.

Masa berlaku kebijakan ini dari yang sebelumnya berlaku hingga 31 Maret 2021 diperpanjang menjadi 31 Maret 2022 melalui POJK POJK Nomor 48/POJK.03/2020 yang dikeluarkan Desember ini.

Untuk sektor industri keuangan non bank, OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi untuk sektor perusahaan pembiayaan melalui 14/POJK.05/2020.

 POJK ini merupakan kebijakan stimulus yang diberikan OJK bagi IKNB yang diharapkan bisa menjaga stabilitas industri keuangan non bank dan memberikan keringanan bagi para debitur khususnya Perusahaan Pembiayaan dengan nilai di bawah Rp10 miliar.

Masa berlaku restrukturisasi pembiayaan ini kemudian diperpanjang dari 31 Desember 2020 menjadi 17 April 2020 berdasarkan POJK 58/POJK.05/2020 yang dikeluarkan Desember ini.

"Sejak awal dampak pandemi ini mempengaruhi perekomian Indonesia, OJK langsung mengambil berbagai kebijakan, yakni pertama melarang short selling untuk sementara waktu, kedua pemberlakuan asimetric auto rejection dan tradding halt 30 menit untuk penurunan 5 persen perdagangan, lalu ketiga Peniadaan perdagangan di sesi pre-opening dan keempat Pemberlakuan buy back saham tanpa melalui RUPS," kata Wimboh Santoso.

Selain itu dikeluarkan juga berbagai kebijakan lain khususnya di pasar saham seperti relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan, pemendekan jam perdagangan di bursa efek dan pelaksanaan fit n proper tes virtual.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved