OJK Tingkatkan Pengawasan untuk Jaga Stabilitas Sektor Jasa Keuangan hingga Akhir Tahun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  terus meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan kebijakan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah pelambat

Penulis: Karsiani Putri | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Istimewa
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso ketika hadir dalam acara peresmian Kantor Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara pada beberapa waktu lalu 

Untuk terus mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional, OJK juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan seperti penundaan perbelakuan standar Basel III untuk memberikan ruang permodalan dan likuiditas bagi perbankan.

Lalu, Peniadaan kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer sebesar 2,5 peresn ATMR sampai dengan 31 Maret 2021, yang juga diperpanjang hingga 31 Maret 2022 untuk memberikan ruang permodalan bagi industri perbankan, dan Penurunan batas minimum rasio.

Serta Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) menjadi paling rendah 85 persen sampai dengan 31 Maret 2022 yang bertujuan untuk memberikan kelonggaran likuiditas perbankan. 

Kemudian Penundaan penilaian kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) menjadi berdasarkan kualitas terakhir sampai dengan 31 Maret 2022 untuk meningkatkan kapasitas permodalan, lalu Penurunan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) umum bagi BPR dan relaksasi penempatan dana antarbank bagi BPR untk meningkatkan kapasitas permodalan dan memberikan kelonggaran likuiditas. 

Pemasaran Produk Asuransi Yang Dikaitkan Investasi (PAYDI) dengan sarana digital untuk menjaga penjualan produk asuransi, serta Kebijakan restrukturisasi pinjaman atau pembiayaan bagi LKM dan BWM untuk meringankan beban masyarakat pelaku usaha mikro.

Wimboh Santoso menyebutkan bahwa perkembangan stabilitas sektor keuangan hingga November masih menunjukan kondisi yang positif dengan profil risiko yang tetap terjaga. 

"Informasi positif dari data sektor riil dan dimulainya vaksinasi mendorong pasar keuangan global termasuk Indonesia menguat di bulan Desember. Sampai dengan 18 Desember 2020, IHSG menguat sebesar 8,76 persen mtd dan kembali di atas level 6.000. Penguatan juga terjadi pasar SBN dengan rerata yield SBN turun sebesar 28.3 bps mtd," ujar  Wimboh Santoso dalam siaran pers pada Selasa (29/12/2020).

Menurutnya, penguatan di pasar saham menjelang akhir tahun ditopang oleh investor domestik  di tengah masih berlanjutnya net sell non residen sebesar Rp 3,19 triliun mtd. 

Sementara, investor non residen mencatatkan net buy di pasar SBN sebesar Rp 5,02 triliun mtd (ytd pasar saham: net sell Rp 47,05 triliun; ytd pasar SBN: net sell Rp 86,3 triliun). 

Menurutnya, kinerja intermediasi keuangan juga masih sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional. 

Dan Dana Pihak Ketiga (DPK) di bulan November 2020 masih tumbuh relatif tinggi sebesar 11,55 persen yoy. 

Sementara itu, perbankan berhasil menyalurkan kredit baru sebesar Rp 146 triliun, namun pelunasan kredit dan hapus buku tercatat masih lebih besar dari kredit baru sehingga secara keseluruhan pertumbuhan kredit terkontraksi -1,39 persen yoy.

"Kontraksi pertumbuhan kredit dipicu masih lemahnya permintaan kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi khususnya di daerah-daerah yang termasuk dalam high risk penyebaran Covid 19," sebutnya.

Di industri keuangan non-bank, piutang Perusahaan Pembiayaan juga terkontraksi sebesar -17,1 persen yoy didorong oleh kontraksi pembiayaan jenis multiguna yang menjadi penyumbang terbesar dalam piutang pembiayaan. 

Sementara, industri asuransi tercatat menghimpun pertambahan premi sebesar Rp 22,8 triliun (Asuransi Jiwa: Rp 18,1 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp 4,7 triliun) dan fintech P2P Lending November 2020 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp14,10 triliun atau tumbuh sebesar 15,7 persen yoy.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved