Pendidikan

Ihwal Rencana Penghapusan Formasi Guru CPNS, PGRI: Ini Bentuk Diskriminasi terhadap Profesi Guru

Rencana penghapusan formasi guru CPNS dipandang PGRI sebagai bentuk diskriminasi terhadap profesi guru.

Editor: Widyartha Suryawan
Ganendra
Ilustrasi guru. Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) meminta pemerintah meninjau ulang rencana penghapusan formasi guru dalam penerimaan CPNS mulai tahun 2021. Kebijakan tersebut dinilai sebagai bentuk diskriminasi terhadap profesi guru. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi meminta pemerintah meninjau ulang rencana penghapusan formasi guru dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) mulai tahun 2021.

Menurut Unifah, sebaiknya pemerintah tetap membuka dua jalur rekruitmen untuk guru.

"PGRI memohon agar Pemerintah (Kemenpan RB, Kemendikbud, BKN) meninjau ulang rencana kebijakan tersebut. Semestinya pemerintah tetap membuka dua jalur rekrutmen guru, yakni melalui CPNS dan PPPK karena ditilik dari tujuannya, PPPK dan CPNS memiliki sasaran berbeda," ujar Unifah kepada Tribun, Jumat (1/1/2021).

Menurutnya, perekrutan PPPK sedianya ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada para guru honorer yang berusia di atas 35 tahun untuk memperoleh kepastian status kepegawaiannya.

Sementara formasi guru CPNS, menurutnya, dapat diikuti oleh guru di bawah usia 35 tahun.

"Sedangkan formasi guru CPNS membuka kesempatan bagi lulusan pendidikan di bawah usia 35 tahun yang berminat menjadi pegawai negeri sipil dan memberi kesempatan kepada guru sebagai ASN," kata Unifah.

Dirinya mengatakan peran guru sangat strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sehingga rencana keputusan pemerintah tentang perubahan status guru ini, menurut Unifah, dapat membuat profesi guru menjadi kurang dipandang karena tidak ada kepastian status kepegawaian dan jenjang karier.

"Rencana kebijakan ini dipandang PGRI sebagai bentuk diskriminasi terhadap profesi guru dan menyebabkan lulusan terbaik dari SMA tidak berminat meneruskan studi lanjut di berbagai jurusan pendidikan di LPTK," tutur Unifah.

Baca juga: 31 Sekolah di Karangasem Diusulkan Gelar Pembelajaran Tatap Muka Mulai Awal 2021

Baca juga: BREAKING NEWS Badung Pastikan Pembelajaran Tatap Muka Ditunda, Made Mandi: Banyak Pertimbangan

Baca juga: Keputusan Pembelajaran Tatap Muka di Bali Tunggu Kepastian Kasus Covid-19 Setelah Libur Nataru

"Akibat ketidakpastian status kepegawaian dan karier profesi guru, sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas pengajar di masa mendatang," tambah Unifah.

Unifah mengatakan PGRI akan menyampaikan surat permohonan peninjauan kembali kebijakan tersebut kepada pemerintah.

"Marilah kita bersama-sama memberikan perhatian yang besar kepada masa depan pendididkan anak bangsa melalui ketercukupan dan kualitas guru dan tenaga kependidikan," pungkas Unifah.

Sebelumnya Kepala BKN Bima Haria Wibisana memperkirakan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selanjutnya tidak akan membuka formasi guru.

Seluruh penerimaan formasi guru nantinya hanya untuk formasi berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Keputusan ini diambil karena pihaknya menilai pengelolaan guru akan lebih efektif dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyayangkan keputusan pemerintah tidak akan merekrut lagi guru PNS mulai 2021.

Satriwan mengatakan keputusan ini sangat melukai para guru.

"Bagi kami para guru, keputusan ini adalah bentuk kado prank akhir tahun yang membuat para guru sedih di penghujung 2020," ucap Satriwan.

Menurut Satriwan, keputusan ini bisa diterima jika jika hanya berlaku untuk formasi tahun 2021.

Mengingat Presiden Jokowi sebelumnya juga pernah memberlakukan moratorium terhadap penerimaan PNS yang kemudian dibuka kembali 2018.

Namun keputusan ini bermasalah jika diterapkan secara.

Dirinya menilai keputusan tersebut melukai hati para guru honorer serta calon guru yang sedang berkuliah di kampus keguruan atau disebut Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

"Mengapa demikian? Sebab ratusan ribu mahasiswa LPTK bercita-cita menjadi guru PNS dalam rangka memperbaiki ekonomi keluarga, dan meningkatkan harkat martabat keluarga. Pemerintah jangan pura-pura tidak tahu, fakta tentang tingginya animo anak-anak bangsa menjadi guru PNS," jelas Satriwan.

Apalagi banyak guru honorer yang sudah mengabdi lama di sekolah, bermimpi menjadi guru PNS. Satriwan melanjutkan, keputusan ini akan memadamkan semangat guru honorer.

Selain itu, P2G mempertanyakan, mengapa hanya profesi guru yang tidak dibuka rekrutmen PNS.

"Sedangkan profesi lain seperti dosen, analis kebijakan, dan dokter masih dibuka lowongan PNS-nya. Ini keputusan yang sangat tidak berkeadilan dan melukai para guru honorer dan calon guru," tutur Satriwan.

Selain berpotensi menyalahi UU ASN, Satriwan menilai ada dugaan pemerintah pusat ingin lepas tanggung jawab dari kewajiban untuk mensejahterakan guru.

"Kita semua tahu, dimana-dimana guru PNS itu relatif lebih sejahtera ketimbang guru honorer," kata Satriwan.

Baginya, keputusan pemerintah ini bertolak-belakang dengan kondisi kekurangan guru secara nasional yang tengah dialami Indonesia.

Merujuk data Kemdikbud (2020), sampai 2024 Indonesia kekurangan guru PNS di sekolah negeri sampai 1,3 juta orang.

Menurutnya, hal ini akan menabung masalah atas kekurangan guru secara nasional. Hingga berpotensi menganganggu keberlangsungan pendidikan nasional kita.(Tribun Network/fah/wly)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved