Berita Klungkung

Harga Cabai di Klungkung Capai Rp 80 Ribu Per Kilogram, Warga: Saya Sampai Tidak Jualan Lawar Lagi

Harga komoditi cabai di Klungkung terus meroket. Bahkan harga cabai rawit merah pada Minggu (3/1/2021) mencapai Rp 80 ribu per kilogram.

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Widyartha Suryawan
Dok. Istimewa
Pedagang cabai di Pasar Galiran Klungkung, Minggu (3/1/2020). Harga cabai semakin meroket di pasaran. 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Harga komoditi cabai di Klungkung terus meroket.

Bahkan harga cabai rawit merah pada Minggu (3/1/2021) mencapai Rp 80 ribu per kilogram.

Kenaikan harga komoditi cabai di Klungkung, sebenarnya sudah mulai terjadi sejak akhir tahun lalu.

Berdasarkan pemantauan Tim Pengendali Inflasi Daerah Klungkung, sejak Minggu (27/12/2020) lalu harga cabai rawit merah sudah berkisar Rp 42 ribu per kilogram.

Lalu Senin (28/12/2020) menjadi Rp 56 ribu per kilogram.

Kemudian Minggu (3/1/2021) harga cabai merah di Klungkung sudah mencapai Rp 80 ribu per kilogram.

Padahal, harga normal biasanya sekitar Rp 35 ribu per kilogram.

Baca juga: POPULER BALI Pria di Denpasar Meninggal Usai Berkencan| Biofarma Bakal Kirim Vaksin Covid-19 ke Bali

Baca juga: POPULER BALI: Sisi Gelap Pelaku Pembunuhan Teller Bank | Bentrok Antarwarga di Pedungan

Baca juga: Sederet Fakta Cabai Rawit Putih yang Dicat Warna Merah Lalu Dijual, Setelah Dipegang Cat Mengelupas

"Dari tanggal 31 Desember lonjakan harganya (cabai rawit merah) naik drastis. Bahkan sampai naik Rp 5000 per kilogram setiap hari," ungkap seorang pengepul cabai di Pasar Galiran Klungkung, Dewa Ayu Suniartini, Minggu (3/1/2020).

Hal ini pun sangat dikeluhkan warga, apalagi kenaikan harga ini terjadi disaat masa pandemi.

Warga pun makin kesusahan.

Beberapa warga juga mengaku tidak bisa menjalankan usaha, karena kenaikan harga yang drastis itu.

"Harga cabai mahal sekali. Saya sampai tidak jualan lawar lagi sementara, karena harga cabai yang melonjak jauh," keluh Suartini, seorang warga asal Desa Gelgel Klungkung, Minggu (3/1/2020).

Hal serupa dikeluhkan juga warga lainnya, Ni Made Asih.

Menurutnya harga bumbu dapur yang naik ini, semakin membuat warga kesusahan disaat pandemi.

"Semoga pemerintah bisa segera mengendalikan harga bumbu dapur ini. Warga sedang kesusahan karena pandemi, dengan kenaikan harga ini jadi makin susah," ungkap Ni Made Asih.

Sudah Naik Sejak Pertengahan Desember 2020
Secara nasional, kenaikan harga cabai sebenarnya sudah mengalami kenaikan sejak pertengahan Desember 2020.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com pada 21 Desember 2020, Kementerian Pertanian (Kementan) memproyeksikan kenaikan ini akan terus berlanjut hingga awal 2021 mendatang.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) per Senin (21/12/2020), harga cabai merah besar rata-rata nasional Rp 59.550 per kilogram.

Sementara cabai merah keriting Rp 54.050 per kilogram, cabai rawit hijau Rp 55.200 per kilogram, dan cabai rawit merah Rp 58.800 per kilogram.

"Prediksi kami akan naik terus sampai Januari 2021, dan Februari akan mulai turun tapi tetap tinggi," ujar Kepala Bidang Harga Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementan Inti Pertiwi kepada Kompas.com, Selasa (22/12/2020).

Inti mengatakan, puncak kenaikan tertinggi harga cabai diperkirakan akan terjadi di minggu pertama Januari 2021.

Inti menjelaskan, rendahnya produksi cabai dalam negeri membuat pasokan di pasar tak bisa memenuhi tingginya permintaan masyarakat.

Alhasil, permintaan yang lebih tinggi membuat harga cabai terus melambung. 

Menurut dia, kurangnya pasokan cabai saat ini merupakan imbas dari kerugian besar-besaran yang dialami petani cabai beberapa bulan lalu.

Saat itu, pasokan melimpah dan harga cabai anjlok. Inti mengatakan, penutupan hotel, restoran, kafe, dan pasar tradisional di masa pandemi untuk menekan transmisi virus corona, telah menyebabkan penyerapan produksi cabai turun 90 persen.

Alhasil, pasokan jadi melebihi permintaan.

Harga jual yang rendah saat itu pun membuat petani kekurangan modal untuk menanam kembali.

Di sisi lain, banyak petani yang jadi enggan menanam cabai kembali karena harga jualnya tak sesuai skala ekonomi.

"Memang pertanaman cabai itu kurang. Karena kemarin sempat turun harganya, kemudian gairah petani pun untuk bertanam jadi rendah karena modal enggak kembali. Jadi Ini multiplier effect dari bulan-bulan lalu petani enggak mau tanam," jelas dia. 

Selain itu, lanjut Inti, kondisi cuaca ekstrem dengan curah hujan yang tinggi di sejumlah wilayah, turut berpengaruh pada produksi cabai. Sebab, tanaman menjadi lebih rentan rusak.

"Kemudian petani juga kan jadi sulit panen, karena hujan terus," imbuh dia.

Kendati demikian, menurut catatan Kementan, terdapat sejumlah daerah yang saat ini memang sedang panen cabai.

Oleh sebab itu, kata Inti, upaya yang dilakukan pihaknya adalah memperlancar distribusi cabai dari daerah produsen ke daerah-daerah yang mengalami kenaikan harga tinggi.

"Jadi kami identifikasi ada berapa daerah yang masih panen dan kira-kira berapa yang bisa dipasok ke pasar, sehingga pemerintah bisa bergerak, minimal memperlancar distribusi tersebut," tutup dia. (*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Harga Cabai Diproyeksi Terus Naik Hingga Awal 2021"

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved