Berita Bangli
Tanggapi Kasus Dugaan Perselingkuhan Ibu 4 Anak & Pria Beristri di Bangli, Ini Penjelasan Psikiater
Kasus dugaan perselingkuhan yang dilakukan seorang wanita MLD (29) dengan pria beristri AGU (27) di Bangli, Bali menghebohkan jagat maya.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
"Ini salah satu saja yang tebongkar, ini fenomena gunung es sebenarnya, kasus seperti ini ada mulai dari kalangan lapisan pedagang pasar dengan sopir/buruh banyak sampai level tingkat tinggi, orang-orang yang memiliki kuasa atas pekerjaan atau jabatan," bebernya
"Kuasa sebagai pimpinan kerap dijadikan iming-iming dengan posisi, jabatan, agar tidak dipecat, tidak diputus kontrak akhirnya memperdaya orang melakukan tindakan di luar norma, kasus ini banyak namun tidak terlaporkan," sambung dia.
Hal ini kemudian membuat sang suami menjadi depresi, trauma, sehingga sejatinya korban tidak hanya perempuan saja tetapi laki-laki juga.
Perundang-undangan yang berlaku untuk menjerat hukum pelaku perselingkuhan haruslah tertangkap basah dan pertemuan sperma oleh pasangan itu melalui pembuktian hasil visum.
Menurutnya, undang-undang ini harus diperbaiki, karena biasanya perselingkuhan terjadi mulai dari lawan chatting, basicly soal komunikasi dan bagaimana cara seseorang dalam menyelesaikan masalah di dalam keluarga.
Sedangkan, alasan dalam masa persiapan cerai, pisah ranjang dan sebagainya sebelum palu persidangan digetok secara inkrah maka peraturan perundang-undangan berlaku.
"Rata rata 90 persen basic-nya komunikasi dalam keluarga yang damai tapi gersang, tidak pernah ada diskusi penyelesaian masalah, baik pengasuhan anak, hubungan dengan mertua, pekerjaan, ekonomi, ini multi faktor, akhirnya curhat ke orang atau lawan jenis, terjadilah hubungan toxic ini," jelasnya.
Pada umumnya orang melaksanakan tindak perselingkuhan sadar akan apa yang dilakukan namun dalam keadaan kesadaran meninggi, yang artinya tidak peduli dan berpikir risiko yang menghadang di depannya.
Mereka seperti terhipnotis dengan dirinya sendiri karena excited.
"Termasuk kelainan mental merasa nyaman kalau sesuatu dikerjakan dengan sembunyi sembunyi dan mendapatkan tantangan, semakin menyimpan berapa orang (simpanan) semakin bahagia dan semakin nyaman," tutur dia.
"Ada kasus pasangan selingkuh yang sengaja menyewa rumah tiap pulang kantor bertemu di sana," ungkap dia.
Padahal, setelah terbukti berselingkuh pun masalah tidak berhenti sampai situ saja.
"Apakah setelah itu terbukti masalah selesai, kan tidak, karena masalah relationship, apakah tidak trauma, apakah secara verbal meminta maaf bisa memperkuat rumah tangga kembali, korban merasa terbayang dan teringat. Itu biasanya yang menyebabkan terjadinya perceraian atau demi anak tidak bercerai, hidup dalam satu rumah namun tidak ada relationship," jabarnya.
Di sinilah, agaknya kasus ini menjadi pembelajaran bagi pasangan yang mengarungi bahtera rumah tangga, atau baru akan membangun rumah tangga untuk lebih mengenali kelebihan dan kekurangan pasangan serta dikomunikasikan apa yang perlu diselesaikan
"Tidak dicocok-cocockan, dibaik-baikan menuju satu tujuan saja, kalau bisa memahami sebelum menikah kelebihan kekurangan pasangan untuk menguatkan, agar tidak menjadi blaming," tegas dia.