Denpasar
Wajar Harga Cabai Rawit Mahal, Petani Sudah Rugi Selama Dua Musim Tanam
I Wayan Sunarta menilai, mahalnya harga cabai rawit di pasaran saat ini sangat wajar. Sebab petani sudah mengalami kerugian selama dua musim tanam
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Noviana Windri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Salah satu komoditas pertanian, yakni cabai rawit kini harganya sedang melambung tinggi.
Terlebih untuk cabai rawit merah harganya sudah menembus di angka Rp 90an ribu.
Data informasi rata-rata harga bahan pokok dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali Selasa (12/1/2021) menunjukkan, harga cabai rawit merah di sejumlah pasar di Denpasar sangat tinggi.
Di Pasar Nyangelan misalnya, harga cabai rawit tembus di harga Rp 93 ribu, Pasar Kreneng 90 ribu dan Pasar Badung 85 ribu.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunarta menilai, mahalnya harga cabai rawit di pasaran saat ini sangat wajar.
Baca juga: Cabai Rawit Mahal pada Awal Tahun Tembus Rp 93 Ribu, Dinas Pertanian Bali: Merupakan Siklus Musiman
Pasalnya, petani sudah mengalami kerugian selama dua musim tanam.
"Dua periode petani cabai rugi kan. Kerugian cabai ini tidak sedikit, puluhan juta dia rugi. Kalau nanamnya 1 are mereka bisa rugi Rp 15 juta. Apalagi kalau nanem 1 hekatare, cuma jarang sekarang nanam 1 hekatare," kata Sunarta di ruang kerjanya, Selasa (12/1/2021).
Menurut Sunarta, kerugian petani cabai itu terjadi karena harga cabai yang murah yang hanya menyentuh harga Rp 4 ribu.
Situasi ini terjadi cukup lama yakni dari Maret sampai September 2020.
Pada bulan-bulan tersebut, produksi cabai di Bali memang sedang tinggi karena cuaca yang bersahabat.
"Orang biaya produksinya Rp 15 ribu per kilogram, harganya Rp 4 ribu kan," tutur Sunarta.
Selain karena produksi yang tinggi, jatuhnya harga cabai pada saat itu dikarenakan adanya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Kedua hal ini sangat menghantam petani cabai saat itu sehingga rata-rata modal petani mengalami penurunan.
"Kalau dua kali rugi dia kan tidak punya modal yang cukup kan untuk bertanam kembali. Kalau harga murah lagi kan dia takut bisa bangkrut dia," jelasnya.
Untuk diketahui, data produksi cabai rawit tahun 2020 dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali menunjukkan, produksi cabai rawit mulai tinggi dari Maret hingga Oktober.
Baca juga: Harga Cabai Rawit di Denpasar Makin Mahal, Tembus Harga Rp 93 Ribu Perkilogram
Pada Maret, produksi cabai di Bali mencapai 22.292 kuintal dan turun sedikit ke angka 21.092 kuintal pada bulan berikutnya.
Pada bulan Mei, produksi cabai rawit di Bali pada 2020 mencapai titik tertinggi dibandikan dengan bulan lainnya, yakni mencapai 62.259 kuintal.
Setelah itu produksi cabai menurun menjadi 61.656 kuintal pada Juni, 55.719 kuintal pada bulan Juli dan 22.005 kuintal pada Agustus 2020.
Ketika bulan September, produksi cabai rawit sempat naik di angka 34.142 kuintal dibandingkan dengan Agustus 2020.
Namun produksi cabai rawit kembali turun menjadi 12.968 kuintal pada Oktober 2020.
Kondisi tersebut berbeda dengan saat musim hujan.
Pada Januari, produksi cabai rawit hanya mencapai 17.199 kuintal dan bahkan turun ke 6.475 kuintal pada Februari 2020.
Pada November, produksi cabai rawit turun dalam menjadi 9.188 kuintal namun naik ke 13.863 pada Desember 2020. (*)