Ini Kata Sosiolog Tentang Kehebohan Mbak You dan Ramal Meramal di Era Modern

Kabar terakhir menyebutkan, ada pihak-pihak yang berencana untuk melaporkan Mbak You ke kepolisian,  karena ramalan-ramalannya dianggap memicu keresah

Dok pribadi
Pakar sosiologi (sosiolog) Universitas Udayana (Unud) Bali, Wahyu Budi Nugroho S.Sos MA 

Sebagai misal, seseorang yang berteriak karena ketakutan melihat sesuatu, teriakannya itu didasarkan pada rasionalitas afektif.

"Soal ramal-meramal sesungguhnya itu termasuk dalam kategori rasionalitas afektif, baik bagi orang yang mengeluarkan ramalan itu maupun bagi mereka yang mempercayai ramalannya," sebut Wahyu.

Maksudnya, lanjut Wahyu, bahwa keyakinan mereka terhadap ramalan itu didasarkan pada perasaan atau emosi dengan alasan-alasan tertentu.

"Orang yang mengeluarkan ramalan itu bisa jadi mengaku memperoleh bisikan gaib, mendapatkan tanda-tanda lewat mimpi, dan lain sebagainya," ucapnya.

“Sedangkan mereka yang mempercayainya, boleh jadi karena sejak awal memiliki sentimen terhadap subyek atau obyek yang diramalkan oleh si peramal,” imbuhnya.

Namun demikian, kata Wahyu, rasionalitas afektif yang demikian tentu bertentangan dengan rasionalitas formal.

Wahyu mengungkapkan, sebetulnya berbagai tipe rasionalitas yang ada itu akan tetap hidup di masyarakat sejak dulu sampai kapan pun.

Hanya saja, terdapat rasionalitas yang dominan di setiap era atau zaman.

Misalnya, dalam era masyarakat tradisional, tipe rasionalitas yang dominan adalah rasionalitas nilai, rasionalitas tradisional, dan rasionalitas afektif.

"Sementara, dalam masyarakat modern, tipe rasionalitas yang dominan adalah rasionalitas formal dan rasionalitas instrumental," tutur dia.

Itulah kenapa, kata Wahyu, ramalan di era masyarakat modern sekarang menjadi hal yang dinilai janggal, karena rasionalitas yang dominan di masyarakat modern adalah jenis rasionalitas formal dan instrumental.

“Dalam masyarakat modern, segala sesuatu harus didasarkan pada hal-hal yang objektif, bisa terindera (empiris), masuk akal, memenuhi hukum sebab-akibat, dan berbagai kriteria ilmu pengetahuan modern lainnya,” terang Wahyu.

Dalam konteks kehidupan masyarakat modern, prediksi akan naik atau jatuhnya seorang pemimpin, misalnya, tentu akan dinilai rasional jika perangkat prediksi yang digunakan adalah metode-metode ilmu pengetahuan yang ilmiah atau modern.

"Semisal lewat survei, atau berbagai instrumen pengukur popularitas dan elektabilitas yang ilmiah; bukan melalui ramalan-ramalan yang didasarkan oleh keyakinan individu," jelas Wahyu.

Warganet Sosial Media Reaktif

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved