Berita Klungkung
Meski Harga Daging Babi Mahal di Pasaran, Peternak di Klungkung Bali Tak Berani Pelihara Babi Banyak
akibat dari pandemi virus ASF (african swine fever) yang menyerang ternak babi warga di Bali pada awal tahun 2020 lalu.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Harga daging babi di Klungkung masih mahal, akibat dari pandemi virus ASF (african swine fever) yang menyerang ternak babi warga di Bali pada awal tahun 2020 lalu.
Para peternak pun hingga saat inj belum berani memelihara babi dalam jumlah banyak.
Hal ini pula yang diakui oleh seorang peternak babi di Klungkung, I Wayan Sudana.
Dirinya mengaku tidak berani memelihara babi dalam jumlah besar, karena khawatir ASF masih mewabah.
Baca juga: Penjual Sate Babi dan Siobak Stres, Harga Daging Babi di Bali Tembus Rp. 100 Ribu
" Saya tidak berani pelihara babi banyak, masih khawatir rugi banyak seperti sebelumnya.
Saat ini paling cuma pelihara 4 ekor dulu, untuk memulai kembali," ungkap Sudana.
Sebelumnya ia mengaku mengalami kerugian cukup banyak, karena ternak babinya mati diserang ASF.
Saat ini dirinya tengah mengumpulkan modal, untuk kembali membangkitkan usahanya.
" Tahun kemarin sangat terpuruk, kena ASF ada pandemi Covid-19 juga.
Sekarang memulai lagi dengan modal seadanya," jelasnya.
Berdasarkan pantauan harga daging babi dari Bagian Perekonomian Pemkab Klungkung, harga daging babi di Klungkung terpantau mengalalami peningkatan bertahap sejak bulan Juli tahun 2020.
Awal Juli harga daging babi masih berkisar Rp 60 ribu sampai dengan Rp 65 ribu per kilogramnya.
Kondisi ini naik pada akhir Juli menjadi Rp75 ribu per kilogram.
Sejak saat itu harga daging babi tidak pernah kembali normal, bahkan cenderung terus mengalami kenaikan hingga saat ini harganya mencapai kisaran Rp 90 ribu per kilogram.
Baca juga: Harga Daging Babi di Bali Terus Melambung Naik Hingga Tembus Rp 90 Ribu
" Ada berbagai faktor yang menyebabkan tingginya harga daging babi.
Yakni Harga bibit dan pakan mengalami peningkatan harga, juga karena peternak tidak berani beternak dalam skala besar," ujar Kasubag Perekonomian Pemkab Klungkung, Tjokorda Istri Agung Wiradnyani, Selasa 26 Januari 2020.
Kondisi ini juga merupakan imbas lanjutan dari virus ASF (african swine fever) yang menyerang ternak babi warga di Bali pada awal tahun 2020 lalu.
Sehingga peternak masih khawatir untuk memelihara ternak babi dalam jumlah banyak.
Sementara Kepala Dinas Pertanian Klungkung Ida Bagus Juanida mengungkapkan, tingginya harga daging babi dipasaran merupakan fenomena mekanisme pasar.
Dimana saat ini populasi ternak babi, mengalami penurunan cukup signifikan pasca virus ASF.
Belum lagi pasca merebaknya virus ASF, Pemerintah Provinsi Bali juga tidak bisa sembarangan dalam mendatangkan babi dari luar pulau.
" Pasca merebaknya virus ASF, tentu lalu lintas ternak babi antar pulau masih diperketat.
Jangan sampai longgar mendatangkan babi dari luar daerah, justru kembali membawa virus ASF, dan membuat rugi peternak lokal" ungkapnya. (*)