Waspada, Virus Nipah Jadi Ancaman Baru yang Mematikan
Namun, saat pandemi Covid-19 belum usai kini muncul ancaman baru. Ancaman datang dari virus bernama Nipah.
"Manusia dan anjing liar berjalan di bawah sarang-sarang, terpapar urine kelelawar setiap hari," kata Veasna Duong.
Kontak manusia dengan kelelawar juga ditemukan di berbagai tempat lainnya.
"Kami mengamati (kelelawar buah) di sini dan di Thailand, di pasar-pasar, tempat ibadah, sekolah, dan lokasi turis seperti Angkor Wat - ada sarang besar kelelawar di sana," ujarnya.
Angkor Wat yang biasa dikunjungi 2,6 juta orang setiap tahun, berarti 2,6 juta kesempatan bagi virus Nipah untuk melompat dari kelelawar ke manusia setiap tahun, hanya di satu lokasi.
Dari 2013 hingga 2016, Veasna Duong dan timnya meluncurkan program pemantauan GPS untuk memahami kelelawar buah dan virus Nipah, dan membandingkan aktivitas kelelawar Kamboja ke kelelawar lain di wilayah-wilayah 'hotspot' lainnya.
Di antara wilayah-wilayah ini adalah Bangladesh dan India.
Kedua negara pernah mengalami wabah virus Nipah, yang kemungkinan besar terkait dengan kebiasaan meminum jus kurma.
Pada malam hari, kelelawar yang terinfeksi terbang ke perkebunan kurma dan menghisap sari buahnya saat keluar dari pohon.
Saat mereka makan, mereka biasanya kencing di pot pengumpulan.
Warga setempat yang tidak tahu apa-apa membeli jus dari pedagang keesokan harinya, meminumnya dan terinfeksi oleh virus Nipah.
Pandemi Bangladesh
Dalam 11 wabah di Bangladesh dari 2001 hingga 2011, 196 orang dikonfirmasi terinfeksi Nipah dan 150 orang di antaranya meninggal dunia.
Jus kurma juga populer di Kamboja, tempat Veasna Duong dan timnya menemukan bahwa kelelawar buah di Kamboja terbang jauh sampai 100 kilometer setiap malam untuk menemukan buah.
Ini berarti masyarakat di wilayah ini perlu menyadari bahwa mereka tidak hanya dekat dengan kelelawar tapi juga mungkin mengonsumsi produk yang terkontaminasi olehnya.
Veasna Duong dan timnya juga mengidentifikasi situasi berisiko tinggi lainnya.