Nglekadang Meme Karya Komang Berata Sastrawan Bali Asal Karangasem Raih Hadiah Sastera Rancage 2021
Setelah penulis asal Klungkung yakni IB Pawanasuta tahun 2020, kini giliran sastrawan Karangasem, Komang Berata yang memperoleh Hadiah Sastera Rancage
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah penulis asal Klungkung yakni IB Pawanasuta tahun 2020, kini giliran sastrawan Karangasem, Komang Berata yang memperoleh Hadiah Sastera Rancage 2021.
Komang Berata meraih Hadiah Sastera Rancage ini untuk bukunya yang berjudul Nglekadang Meme.
Buku ini terbit tahun 2020 dan memuat 11 cerpen berbahasa Bali.
Kumpulan cerpen ini menyingkirkan 9 pesaingnya dalam memperebutkan hadiah paling bergengsi untuk sastra daerah yang diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage Bandung yang didirikan Ajip Rosidi.
• Penulis Muda Sastra Bali Modern Alit Juliartha Berpulang, Rencana Terbitkan Catatan Perjalanan
• Mantan Kepala SMKN Bali Mandara Raih Hadiah Sastera Rancage 2020 Kategori Sastra Bali
• Penulis Ini Menantang Dirinya untuk Memotret Diri Sendiri Saat Isolasi, Ini yang Ia Temukan
Diketahui, tahun 2020, buku berbahasa Bali yang terbit berjumlah 10 judul.
Jumlah ini menurun dibandingkan 13 judul yang terbit tahun 2019.
Dari ke-10 judul itu, terdapat 1 novelet, 3 kumpulan puisi, 5 kumpulan cerpen, dan 1 kumpulan esai.
"Buku kumpulan esai tidak ikut dinilai untuk nominasi hadiah sastra Rancage. Meski menurun dibandingkan 2013, angka 10 judul adalah angka rata-rata terbitan dalam 10 tahun terakhir," kata Juri Sastera Rancage untuk sastra Bali modern, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra Senin, 1 Februari 2021.
• Trik Menulis Kritis ala Penulis Buku Margareta Astaman
• Penguasaan Materi dan Konsisten, Tips untuk Calon Penulis Andal dari Dewi Lestari
Adapun judul-judul dan penulis buku yang terbit tahun 2020 adalah novelet Nyingkir (Nyingkir) karya I Made Suarsa; tiga kumpulan puisi yaitu Sepi karya Ida Bagus Pawanasuta, Gending Nyapnyap (Tembang Gelagapan) karya Nengah Patra, dan Osah (Gelisah) karya Nyoman Tusthi Eddy.
Lima kumpulan cerpen yaitu Wangchi Wuhan (nama kota di Tiongkok) karya IBW Widiasa Keniten, Mulih (Pulang) karya I Nyoman Agus Sudipta, Tilem Siduri (Tilem Terakhir) karya Wikana Seraya, Ngelekadang Meme (Melahirkan Ibu) karya Komang Berata, dan Swastyastu Cinta (Swastyastu Cinta) karya Agus Sutrarama.
Untuk kumpulan esai, judulnya Puyung Misi (Kosong Berisi) karya duet I Nengah Konten dan I Nyoman Sutirta.
Darma Putra mengatakan, kumpulan cerpen Nglekadang Meme (Melahirkan Ibu) karya Komang Berata memuat sebelas cerita yang dilukiskan dalam suasana-suasana perdesaan (rural community).
Kisahnya dilukiskan terjadi lingkungan keluarga dan juga masyarakat perdesaan, menampilkan konflik keluarga dan konflik sosial sesuai tema cerita.
"Cerpen Kulkul Bulus (Kentongan Bertalu) misalnya, melukiskan warga desa menyerang warga pendatang yang tidak mau menghormati masyarakat setempat. Cerpen ini merupakan sindiran atas kejadian pengucilan atas penduduk yang tidak patuh pada aturan sosial di perdesaan di Bali," katanya.