Serba Serbi
Berjodoh Atau Tidak, Berikut Penjelasan Tenung Jodoh Dalam Hindu Bali
Baik yang telah terjadi, maupun pertemuan yang akan direncanakan, berdasarkan nilai urip hari kelahiran seseorang.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ida Pedanda Gede Buruan, dari Gria Sanding, Pejeng, Gianyar, juga menulis buku tentang ‘Tenung Jodoh Praktis’.
“Karya ini merupakan kelanjutan dari karya sebelumnya, yang memang telah beredar sejak Juni 2004 dengan judul ‘Wariga Tenung Jodoh Praktis’ dan sekarang saya pilah jadi lebih kecil,” jelasnya kepada Tribun Bali, Kamis 4 Februari 2021.
Ida menegaskan, tenung jodoh ini adalah ramalan yang berkaitan dengan pertemuan.
Baik yang telah terjadi, maupun pertemuan yang akan direncanakan, berdasarkan nilai urip hari kelahiran seseorang.
• Jangan Salah Memberi Nama, Ini Aksara Suci Sesuai Pancawara Kelahiran Dalam Kepercayaan Hindu Bali
“Namanya ramalan, tentunya memang tidak mengandung kepastian, dan kebenarannya tidak bersifat mutlak,” tegas ida.
Namun ramalan dapat digunakan sebagai bayangan umum, untuk dapat mengetahui keadaan pertemuan yang dilakukan.
“Sebagai suatu persiapan untuk menyongsong kehadirannya dalam kehidupan, agar menjadi lebih baik dan bukan sebaliknya,” sebut beliau.
Sebab dalam Hindu di Bali memang mengenal adanya padewasan, yang merupakan penentuan hari baik dan buruk dalam melakukan kegiatan. Baik itu kegiatan rutin sehari-hari, maupun kegiatan insidental.
“Nah disamping padewasan, ada juga tenung atau ramalan. Sebab dari padewasan juga akan muncul ramalan-ramalan, baik berdasarkan wewaran, berdasarkan uripnya, maupun berdasarkan hal lainnya yang masih berkaitan dengan padewasan,” jelas ida pedanda.
Kualitas baik buruk sebuah ramalan juga sangat bervariasi. Sesuai dengan hari kelahiran dan pertemuan jodohnya.
“Apabila dalam tenung atau ramalan disebut baik, ini bukanlah berarti kita tinggal menunggu hasil baik saja tanpa berbuat sesuatu. Tentunya harus tetap bekerja, berjuang dengan baik, sehingga apa yang diharapkan dalam sebuah tenung ramalan hasilnya juga baik dan menjadi kenyataan,” tegas pensiunan dosen Fakultas Ilmu Budaya, Unud ini.
Demikian juga sebaliknya, apabila dalam tenung kebetulan disebutkan kurang baik atau buruk.
Tidak lantas berarti harus sedih, bingung meratapi hasil dari ramalan tersebut.
Bahkan sampai menyerah dan putus asa sehingga tidak melakukan sesuatu.
• FAKTA Unik Pura Dalem Kaler Belega Gianyar Bali - Kalau Jodoh Tentu akan Dikabulkan
“Tetap harus melakukan aktivitas atau kegiatan yang bertujuan berusaha dalam mengendalikan agar ramalan yang kurang baik atau buruk itu, bisa dinetralisir dan dikendalikan sehingga menjadi hal yang baik,” sebut ida.
Sebab sesungguhnya, tenung atau ramalan baik dan buruk adalah hanya acuan atau sarana untuk melatih kesadaran dan kesabaran serta ketenangan dalam mengarungi gelombang kehidupan.
“Sebagaimana diketahui dan sesuai hukum sebab-akibat, bahwa kebaikan selalu berdampingan dengan keburukan. Ada kebahagiaan ada pula penderitaan. Sebab penderitaan dan kebahagiaan adalah hasil perbuatan (karmaphala) terdahulu,” tegas beliau.
Ida pedanda menegaskan bahwa tidak perlu terlalu senang atau terlalu sedih, dengan adanya sebuah hasil tenung atau ramalan.
Sebab semua kembali ke hasil perbuatan masing-masing manusia.
“Perbuatan yang baik akan memunculkan watak atau karakter baik, sebaliknya perbuatan buruk akan mewujudkan watak yang buruk. Hal ini pula yang menyebabkan adanya karakter manusia yang berbeda-beda,” jelas ida.
Semua itu juga terkait dengan rezeki, jodoh, dan kehidupan manusia di masa kini dan masa yang akan datang.
Beliau menjelaskan, jika dilihat dari wewaran maka tenung jodoh praktis ini berlandaskan pada urip Saptawara, Pancawara, dan Sadwara.
Masing-masing wewaran ini memiliki uripnya sendiri. Dan setiap orang sudah membawa hari baiknya sendiri-sendiri.
“Adapun yang dimaksud dengan membawa dewasa sendiri adalah perhitungan padewasan yang berdasarkan jumlah urip Saptawara dan Pancawara hari kelahiran seorang pasangan atau calon pasangan ditambah urip Saptawara dan Pancawara dirinya sendiri,” ucap ida.
• Aura Magis Pura Melanting Jambe Pole di Taman Festival Bali, Ada yang Mohon Kesembuhan hingga Jodoh
Kemudian setelah ditemukan urip pasangan itu, maka akan dibagi 4 dan sisanya itulah yang merupakan padewasan yang dibawa dari kelahirannya.
Sisa pembagian hasil penambahan urip pasangan itu, setelah dibagi 4 maka akan terlihat baik atau buruknya.
Jika sisanya satu, maka namanya Guru dan perjodohan ini baik sekali serta bahagia, dan mendapat tuntunan.
Begitu juga dengan sisa dua, yang namanya Ratu maka perjodohannya baik dan kuat serta selamat.
Namun jika sisa hasil penambahan adalah 3, namanya Lara atau sering sakit dan kehilangan perjodohannya.
Begitu juga jika sisa 4 atau sisa nol, namanya Pati yang buruk sekali dan bisa hingga bercerai.
Cara menghitungnya adalah urip Saptawara ditambah urip Pancawara dibagi 4.
Untuk tabel urip Saptawara Redite uripnya 5, Coma uripnya 4, Anggara uripnya 3, Buda uripnya 7, Wraspati uripnya 8, Sukra uripnya 6, dan Saniscara uripnya 9.
Untuk urip Pancawara Umanis adalah 5, Paing uripnya 9, Pon uripnya 7, Wage uripnya 4, dan Kliwon uripnya 8. Semisal seorang pria lahir Saniscara Kliwon, maka uripnya adalah 9 ditambah 8 dan hasilnya 17. Kemudian calon istrinya kelahiran Wraspati Pon, uripnya 8 ditambah 7 hasilnya 15. Kedua hasil urip ini ditambah, yaitu 17 ditambah 15. Maka hasilnya adalah 32. Kemudian 32 dibagi 4, maka hasilnya 8 dan sisanya tidak ada alias nol.
Dengan demikian, sesuai tabel perjodohan maka hasilnya buruk dan bisa cerai. Namun ida pedanda mengingatkan ini hanya tenung saja, dan semua kembali ke karma masing-masing orang serta nasib dan takdirnya.
“Kalaupun memang hasilnya buruk, kita di Bali bisa mengantisipasi dengan mebayuh,” jelas ida.
Meminta kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, agar dilindungi dan diberkahi.
Tenung juga menjadi acuan, sehingga suami istri atau calon pasangan dapat mengendalikan diri. Khususnya bagi yang hasil uripnya buruk, agar bisa saling menjaga emosi satu sama lain. (*)