Berita Gianyar
Banyak Hotel di Ubud Bali Belum Laku Dijual, Kadisparda: Fenomena Jual Hotel Sulit Dihindari
Banyak Hotel di Ubud Bali Belum Laku Dijual, Kadisparda Gianyar: Fenomena Jual Hotel Sulit Dihindari
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Fenomena penjualan hotel dan villa akibat pandemi Covid-19 juga merambah pada pengusaha hotel di Ubud, Gianyar.
Ada banyak hotel yang akan dijual, namun sampai sekarang belum laku.
Hotel-hotel yang dijual di Ubud ini dapat dilihat dari sejumlah situs jual beli online.
Kepala Dinas Pariwisata Gianyar, Anak Agung Gede Putrawan, saat ditemui, Senin 8 Februari 2021, membenarkan sejumlah hotel di Ubud saat ini tengah dijajakan secara online.
Namun ia memastikan belum ada yang terjual.
Pasalnya, hingga saat ini belum ada laporan pengusaha yang menjual hotelnya ke Dispar Gianyar.
Ketika menjual hotelnya, pemilik dipastikan melaopor karena berkaitan dengan pembayaran pajak.
"Memang ada yang mau menjual hotelnya. Tapi belum ada laporan soal penjualan hotel. Biasanya kalau ada, pasti ada laporannya ke sini, karena berkaitan dengan pajak,” kata Agung Putra.
Diduga dalam situasi seperti ini, tidak ada pemilik modal yang berminat membeli hotel. Ini lantaran pandemi belum bisa diprediksi kapan berakhir.
• Dihantam Pandemi, 60 Hotel di Bali Akan Dijual, PHRI: Orang Punya Uang pun Masih Berpikir
• 50 Hotel dan Restaurant di Karangasem Bali Belum Ambil Bantuan Hibah Pariwisata, Ini Alasannya
• Ayah Tetap Diam Dipanggil Anaknya, OTG di Ubud Bali Meninggal Saat Jalani Karantina di Hotel
“Dalam situasi seperti ini, sulit rasanya mencari pembeli. Beda kalau kita bisa memprediksi kapan situasi akan pulih, saat ini kan belum bisa diprediksi, sehingga yang punya modal akan berpikir dua kali untuk beli hotel," ujarnya.
Agung Putra mengatakan, fenomena jual hotel dalam situasi seperti ini tidak bisa dihindari.
"Dari sudut pandang pengusaha, situasi seperti saat ini sangat sulit bisa mempertahankan hotelnya. Persoalannya bukan hanya bisa menggaji karyawan, tapi juga biaya operasional yang tinggi," katanya.
Karena hal itu pula, kata dia, meskipun nantinya ada pinjaman lunak dari pemerintah, pihaknya menduga ada pengusaha yang tidak berminat.
Kecuali, pembayaran pinjaman tersebut bisa dilakukan dalam beberapa tahun ke depan atau mobilitas masyarakat tidak dibatasi.
"Dari sudut pandang pengusaha, kalau pinjaman lunaknya bisa dibayar beberapa tahun nanti, mungkin akan bisa membantu. Tapi kalau sekarang dikasi pinjaman, bulan berikutnya sudah harus bayar, kemungkinan banyak yang tidak ambil pinjaman itu," terangnya.
Seperti diketahui, Pemprov Bali sudah mengusulkan pinjaman lunak untuk para pengusaha pariwisata sebesar kepada 9,9 triliun kepada pemerintah pusat melalui Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Pinjaman lunak ini diharapkan bisa menyelamatkan para pengusaha pariwisata yang terdampak pandemi.
Banyaknya pengusaha yang terpaksa menjual hotelnya tak lepas dari semakin menurunnya okupansi akibat jebloknya kunjungan wisatawan.
Tak ada lagi wisatawan mancanegara yang datang, sedang mobilitas wisatawan domestik makin dibatasi.
Pendapatan Anjlok
Tak hanya pengusaha pariwisata, Disparda Gianyar menjerit dengan kondisi sekarang ini.
Agung Putra mengungkapkan pandemi Covid-19 telah berdampak signifikan terhadap pendapatannya.
Dalam masa normal, pendapatan Disparda Gianyar dari sejumlah objek wisata yang dikelola pemerintah mencapai sekitar Rp 50 juta hingga Rp 100 juta per hari.
Namun saat ini hanya sekitar Rp 6 juta sampai 7 juta.
Berdasarkan data Disparda Gianyar, 8 Februari 2021, objek wisata dikelola Pemkab Gianyar yang selama ini menyokong pendapat Gianyar, di antaranya Pura Tirta Empul, Pura Gunung Kawi di Desa Sebatu, Pura Gunung Kawi di Tampaksiring, Goa Gajah, Yeh Pulu, dan Candi Tebing Tegalinggah.
Dari semua objek wisata tersebut, yang masih rutin menerima kunjungan saat ini hanya Tirta Empul dan Goa Gajah. Sisanya, terkadang ada dan tidak.
"Kondisi ini menyebabkan pendapat kita menurun jauh, saat normal pendapatan dari retribusi sekitar Rp 50 juta sampai Rp 100 juta per hari. Saat kini sekitar Rp 6 juta sampai Rp 7 juta," ujarnya.
Dia menjelaskan, objek-objek wisata yang dikelola Pemkab Gianyar berbentuk situs budaya.
Karena itu, peminatnya sebagian wisatawan asing. Hal inilah, kata dia, yang menyebabkan pendapatan retribusi menurun drastis.
"Objek kita diminta wisatawan mancanegara, karena pandemi, dan tidak ada kunjungan wisman, ya akhirnya seperti ini," tandasnya. (*)