Berita Denpasar
LIPSUS IMLEK: Etnis Tionghoa di Kawasan Gajah Mada Denpasar, Toko Bhineka Djaja Jadi Bukti Sejarah
Kedai kopi Bhineka Djaja sekaligus menjadi simbol atau bukti sejarah keberadaan warga Thionghoa di Gajah Mada.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
Akan tetapi sampai saat ini masih belum ditemukan apa nama kawasan tersebut dulunya.
“Sudah saya tanya yang tua, belum juga ada yang tahu. Setelah berkembang baru namanya Gajah Mada,” tutur pria kelahiran tahun 1934 ini.
Saat pindah dari Kuta, orangtuanya membawa hasil bumi ke Gajah Mada, mulai dari kopra, bawang putih, juga kedelai.
Ia pun menuturkan, saat awal perkembangannya, wilayah Jalan Gunung Agung merupakan persawahan.
Kawasan ini kemudian dikembangkan Puri Pemecutan.

“Jadi Jalan Gunung Agung ada daerah padi, tapi tidak ada tempat mau dibawa ke mana. Orangtua saya lalu mendirikan pabrik beras di sana. Besar sekali, tapi kurang dari 1 hektare. Lalu dibuatlah jalan yang disumbangkan oleh Cokorda Pemecutan. Oran tua saya sama raja baik sekali, waktu itu sama Cokorda Gembrong,” ujar Tio.
Kala itu, di kiri dan kanan Jalan Gunung Agung selalu mengepul asap pembakaran sekam padi.
Sementara itu, di kawasan Jalan Gajah Mada hingga Kartini berkembang pertokoan milik warga Tionghoa.
Ada ciri khas dari masing-masing suku yang menempati wilayah ini. Suku Kek kebanyakan memiliki toko kelontong.
• 5 Desa/Kelurahan di Denpasar Bali Terapkan PPKM Mikro, Pemberlakuan Sesuai SK Walikota
• Berkah Imlek, 6 Shio Diprediksi Beruntung Hari Ini Kamis 11 Februari 2021, Bersiap untuk Hoki!
• Sejarah Kata Imlek & Gong Xi Fa Cai untuk Tahun Baru China, dari Dialek Hokkian & Hanya di Indonesia
“Suku Kek merupakan orang pintar dan banyak juga yang menjadi guru,” katanya.
Sedang Suku Hokkian dan Suku Tiociu kebanyakan memiliki penghasilan dari hasil bumi.
Bahkan menurut pengakuan Tio, orangtuanya memiliki enam toko di kawasan Jalan Kartini.
Namun setelah Jepang datang menjajah Indonesia tahun 1942-1945, semua toko miliknya diambil oleh Jepang.
“Jepang datang, Jepang yang pakai dan kita tidak pernah menikmati rumah-rumah di sana (Jalan Kartini). Saya ingat waktu itu, karyawan orangtua saya semua pernah ditempeleng tentara Jepang karena tidak memberi hormat,” kenangnya.
Masa Jaya dan Kelabu
Etnis Tionghoa di kawasan Gajah Mada mengalami masa kejayaan tahun 1940 sampai tahun 1950-an.