Corona di Bali
Selama Pandemi, Tercatat 158 Anak di Denpasar Positif Covid-19, Satu di Antaranya Meninggal Dunia
Sejak pandemi Covid-19 merebak di Denpasar, Bali, ratusan anak terkonfirmasi positif Covid-19. Satu di antaranya meninggal dunia
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Sejak pandemi Covid-19 merebak di Denpasar, Bali, ratusan anak terkonfirmasi positif Covid-19.
Berdasarkan data terakhir, sebanyak 158 anak usia 0 sampai 5 tahun dinyatakan positif Covid-19.
Di mana dari jumlah tersebut, sebanyak 1 anak dinyatakan meninggal dunia.
• Sejarah Etnis Tionghoa di Kawasan Gajah Mada Denpasar, Datang Saat Masa Penjajahan Belanda
• Satgas Covid-19 Bubarkan Orang Mancing di Pemogan Denpasar, Sejumlah Alat Pancing Disita
• 5 Desa/Kelurahan di Denpasar Bali Terapkan PPKM Mikro, Pemberlakuan Sesuai SK Walikota
“Dari 158 anak yang positif, hanya satu anak yang meninggal. Karena kan hampir tidak mungkin anak itu membawa penyakit penyerta, walaupun ada, sangat kecil,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kota Denpasar, I Dewa Gede Rai, Kamis 11 Februari 2021.
Anak yang meninggal dunia tersebut berdomisili di Kelurahan Panjer.
Dimana ketika meninggal anak tersebut berusia 2 bulan.
“Lahir bulan November 2020, lalu demam dan dinyatakan positif. Januari 2021 meninggal,” kata Dewa Rai.
Ia mengatakan, apabila anak positif Covid-19, maka harus ditunggui atau didampingi oleh orang tua.
Menurutnya, anak-anak harus ditunggui dikarenakan mereka belum bisa mandiri.
Sekaligus juga agar anak tersebut tidak stress karena tak ada yang menemani.
“Anak-anak tidak mungkin sendiri, apalagi yang masih balita, tentu harus ditunggui oleh orang tua atau keluarganya. Kalau tidak kan tidak ada yang mengurus, apalagi mereka belum bisa mandiri,” kata Dewa Rai.
Walaupun orang tuanya tidak positif, tetap anak tersebut harus ada yang menemani.
Namun menurut Dewa Rai, biasanya anak-anak seringkali ditulari oleh orangtuanya, sehingga mereka akan diisolasi di satu tempat.
“Makanya justru anak-anak lebih banyak tertular dari orang tuanya, misal yang menyusui, anaknya akan beresiko. Walaupun misalnya hanya anaknya saja yang positif tetap harus ditunggui anaknya, harus ada yang menemani,” katanya.
Dewa Rai menambahkan, jika anak-anak positif Covid-19, agar tidak beresiko, biasanya akan diisolasi di tempat isolasi dan tidak di rumah.
“Siapa tau nanti dia bermain sama temannya saat sedang isolasi, kan jadi beresiko menularkan. Artinya rumah tidak memenuhi syarat isolasi karena dari pemerintah memutus rantai,” katanya.
Ia menambahkan, sampai saat ini belum ada isolasi tempat isolasi khusus untuk anak di Denpasar.
Pihaknya beralasan, semua tempat isolasi sama saja, karena ada keluarga yang menunggui.
“Sama saja tempat isolasi anak maupun yang dewasa, kalau terpapar, tetap ditunggui. Kalau orang tuanya juga positif maka jadi satu dengan anaknya,” katanya.
Selain anak-anak, lansia juga harus tetap ditunggui.
Apalagi lansia termasuk golongan yang rentan karena banyak yang memiliki penyakit penyerta.
“Lansia kan biasanya lama proses penyembuhannya, dan sangat beresiko sehingga harus ada keluarga yang membantu menyiapkan keperluannya sehingga harus ditunggui oleh salah satu keluarganya,” katanya. (*)