Berita Bali
Komentari Kebijakan Isolasi untuk OTG di Bali, Dewan Sebut Karantina di Hotel Justru Bikin Stres
Komentari Kebijakan Isolasi untuk OTG di Bali, Dewan Sebut Karantina di Hotel Justru Bikin Stres
Penulis: Ragil Armando | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Satgas Covid-19 Kabupaten Klungkung memutuskan orang tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan (GR) Covid-19 tetap karantina di hotel.
Sebaliknya Pemkot Denpasar menghentikan karantina di hotel bagi pasien positif Covid-19 yang tak bergejala dan bergejala ringan (OTG-GR). Karantina selanjutnya dilaksanakan secara mandiri.
"Sebenarnya surat dari Provinsi Bali itu, bukan masalah karantina di hotel atau di rumah. Tapi masalah biaya yang tidak ditanggung lagi. Jadi kami di daerah tetap karantina di hotel, dan selanjutnya pembiayaannya dari APBD kabupaten," ujar Ketua Satgas Covid-19 Klungkung I Nyoman Suwirta, Sabtu 20 Februari 2021.
Sementara itu, Plh Walikota Denpasar yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Denpasar, I Made Toya mengatakan anggaran dari pusat untuk mendanai sewa hotel hanya berlaku hingga 28 Februari 2021.
Bahkan, menurut Toya, sudah ada surat penghentian penempatan pasien OTG-GR di hotel mulai 19 Februari 2021.
Baca juga: Hampir Setahun Pandemi, Kebijakan PPKM Mikro di Jawa dan Bali Diperpanjang Hingga 8 Maret 2021
“Karantina mandiri mulai dilakukan untuk pasien baru yang tanpa gejala dan bergejala ringan. Pasien positif Covid-19 di Denpasar yang merupakan OTG-GR yang masih di hotel sementara diarahkan untuk check out tanggal 27 Februari 2021,” katanya.
Sementara pasien yang bergejala sedang hingga berat, akan dirujuk ke RS rujukan untuk mendapat penanganan lanjutan. Untuk pengawasan bagi OTG-GR yang melakukan isolasi mandiri akan dilakukan oleh masing-masing Satgas Covid-19 di setiap wilayah.
Kurang Maksimal
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bali yang juga Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali, Wayan Rawan Atmaja menilai kebijakan karantina di hotel selama ini kurang maksimal dalam mencegah penyebaran Covid-19.
Menurutnya, banyak pasien positif Covid-19 yang karantina di hotel justru semakin stres akibat jauh dari keluarga.
“Kalau di hotel malah banyak yang saya temukan stress dia, jauh tambah stress. Kita kan tidak bicara masalah anggaran, tapi masalah penanganan,” ujarnya, Jumat 19 Februari 2021.
Baca juga: Jokowi Sebut PPKM Mikro Efektif Turunkan Kasus Covid-19, Akui Indonesia Tiru Kebijakan India
Rawan mengatakan pasien yang karantina mandiri di rumah memiliki kesempatan dan peluang kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan di hotel.
“Karena banyak contoh kok yang dikarantina mandiri di rumah selama dia itu tidak ada gejala seperti batuk yang kronislah,” ujarnya.
Tetapi, ia mengingatkan pasien yang memiliki gejala Covid-19 yang cukup kronis tagar dirujuk dan dirawat di rumah sakit.
“Kalau sudah mengarah ke sana ya mau nggak mau dirujuk ke rumah sakit. Kalau kronis di hotel juga tidak maksimal,” kata Rawan.
Mengenai isolasi mandiri, dia mengingatkan agar Satgas Covid-19 Provinsi Bali tidak lepas tangan dan menyerahkan semata kepada Satgas Gotong-royong Covid-19 di masing-masing desa untuk mengawasi.
Sebab ada beberapa keluarga yang tidak memiliki fasilitas kamar untuk karantina mandiri bagi anggota keluarganya yang terpapar Covid-19.
“Pengawasannya memang menjadi kendala kalau ada keluarga yang tidak mempunyai kamar tidur sendiri,” katanya.
Itulah sebabnya, Rawan meminta agar Pemprov Bali tetap siapkan anggaran bagi masyarakat yang sedang menjalani karantina mandiri di rumah berupa bantuan seperti obat-obatan, vitamin atau sembako kepada keluarga pasien.
“Otomatis kan ada jenjangnya itu, baik dari pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Kalau nggak mampu di tingkat II otomatis provinsi kan harus peduli, kalau memang mereka tidak buat,” tegasnya.
“Kan kalau sewa hotel lebih mahal, jadi anggaran sewa hotel kan bisa dibawa untuk pemberian vitamin dan obat daripada kita sewa hotel,” demikian Wayan Rawan Atmaja.
Seperti diwartakan Tribun Bali sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr I Ketut Suarjaya menilai, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro belum mampu menekan laju kasus virus Covid-19, khususnya di Bali.

Dia menjelaskan, dalam satu pekan PPKM diterapkan, kasus Covid-19 masih fluktuatif atau naik turun.
“Ini masih naik turun (kasus penyebaran virus Covid-19 di Bali), belum begitu kelihatan ini apa namanya dampaknya,” katanya, Jumat (19/2).
Suarjaya mengatakan, saat ini positivity rate Bali menyentuh angka hingga 30.
Sementara ata-rata tingkat okupansi tempat tidur di ruang isolasi RS rujukan Covid-19 mencapai 60 persen. Bahkan, rata-rata okupansi ruang ICU sudah di angka 70 persen.
Intinya, ia menegaskan, kunci sukses menekan laju pertumbuhan kasus Covid-19 adalah displin menjalankan protokol kesehatan.
“Di mana-mana sekarang kuncinya disiplin," tuturnya. (*)