Berita Denpasar
Kini Produk Arak Sudah Ada Perpres-nya, Unggit Pan Tantri Khawatir Jual Arak Malah Makin Susah
Kini Produk Arak Sudah Ada Perpres-nya, Unggit Pan Tantri Khawatir Jual Arak Malah Makin Susah
Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Pecinta minuman alkohol tradisional khas Bali, arak, kini bisa tersenyum lega.
Sebab, Presiden Joko Widodo baru saja menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Dalam Perpres tersebut, terdapat lampiran yang menetapkan bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.
"Dengan berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang ditetapkan tanggal 2 Pebruari 2021, minuman Arak Bali, Brem Bali dan Tuak Bali menjadi usaha yang sah untuk diproduksi dan dikembangkan," kata Gubernur Bali, I Wayan Koster, Senin 22 Februari 2021.
Lantas, bagaimana tanggapan penjual arak terkait terbitnya Perpres tersebut?
Pemilik warung Pan Tantri di Sanur, I Kadek Darma Apriana (36) mengapresiasi terbitnya Perpres tersebut.
Akan tetapi, ia berharap Perpres ini mampu mensejahterakan petani arak Bali.
“Saya takutnya, ketika Perpres ini keluar malah jadi tipu-tipu. Karena dengan dibuatkan aturan, dilegalkan, akan banyak persyaratan tertentu harus terpenuhi yang justru membuat ruang gerak petani sempit,” kata lelaki dengan panggilan Unggit ini saat ditemui Selasa 23 Februari 2021 sore.

Ia mengatakan, semenjak keluarnya Pergub Pergub Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali keberadaannya semakin sulit.
Pedagang arak harus memiliki pabrik, koperasi, ijin BPOM, cukai, hingga SIUP minuman beralkohol. Hal itu menurutnya malah semakin merugikan masyarakat kecil.
“Pergub yang keluar kemarin menurut kami adalah jebakan, karena yang melanggar akan langsung kena pidana dengan denda yang besar, dan warung akan di-police line,” katanya.
Sementara, sebelum keluarnya Pergub ini, sanksinya hanya sidang tindak pidana ringan.
“Ini warung kecil, ngurus badan hukum, apalagi cukai, akan semakin mahal biayanya. Hal ini juga berimbas pada harga jual,” katanya.
Padahal sasarannya adalah warga penikmat arak dengan ekonomi menengah ke bawah.
Sementara jika kena cukai, dari perhitungan kasar Unggit, harga arak menjadi Rp 140 ribu yang semula hanya Rp 28 ribu perbotol.