Kepausan

Paus Fransiskus Tetap Akan ke Irak di Tengah Peringatan Bahaya dari Para Ahli

Sistem perawatan kesehatan Irak sangat rapuh. Sulit mencegah warga Irak berkerumun untuk melihat Pemimpin Katolik Roma itu saat kedatangannya.

Editor: DionDBPutra
GUGLIELMO MANGIAPANE/POOL/AFP
Paus Fransiskus merayakan misa Rabu Abu di Basilika Santo Petrus di Vatikan pada 17 Februari 2021. 

TRIBUN-BALI.COM, VATIKAN CITY - Pemimpin umat Katolik sejagat Paus Fransiskus dijadwalkan tetap berkunjung ke Irak 5-8 Maret 2021.

Kunjungan Sri Paus berlangsung di tengah peringatan para pakar penyakit menular mengenai bahayanya pandemi Covid-19 mengingat peningkatan tajam infeksi virus corona di Irak.

Apalagi menurut para ahli, sistem perawatan kesehatan Irak sangat rapuh. Sulit mencegah warga Irak berkerumun untuk melihat Pemimpin Katolik Roma itu saat kedatangannya.

Sejauh ini belum terdengar ada yang ingin memberi tahu Fransiskus agar membatalkan kunjungan pastoral ke Irak.

Baca juga: Paus Fransiskus Buka Jalan Bagi Leluhur Pangeran William Diproses Menjadi Orang Kudus

Baca juga: Paus Fransiskus ke Irak Bulan Maret Bertemu Ulama Syiah dan Kunjungi Tempat Kelahiran Nabi Ibrahim

Di sisi pemerintah Irak memiliki kepentingan untuk memamerkan stabilitas hubungannya degan Vatikan.

Peristiwa ini akan menjadi lawatan Paus Roma untuk pertama kalinya ke tempat kelahiran Abraham itu.

Kunjungan Paus Fransiskus 5-8 Maret 2021 diharapkan dapat memberikan dorongan spiritual yang sangat dibutuhkan bagi orang-orang Kristen Irak yang terkepung dalam beragam persoalan.

Pun diharapkan dapat membangun semacam “jembatan penghubung” antara Vatikan dengan dunia Muslim.

Akan tetapi para ahli mengatakan, dari sudut pandang epidemiologi murni serta pesan kesehatan masyarakat yang dikirimkannya, perjalanan kepausan ke Irak di tengah pandemi global tidak dianjurkan.

Kecemasan para ahli diperkuat berita sedih pada hari Minggu 28 Februari 2021.

Duta besar Vatikan untuk Irak, Uskup Agung Mitja Leskovar. tokoh utama yang akan mengantar Paus ke-266 itu ke semua janji temu di Irak nanti, terkonfirmasi positif Covid-19 dan mengisolasi diri.

Dalam email kepada The Associated Press (AP), kedutaan besar Vatikan di Baghdad mengatakan gejala yang dirasakan Uskup Agung Mitja Leskovar ringan dan dia masih terus mempersiapkan kunjungan Paus ke negeri itu.

Di luar jumlah kasusnya yang tinggi, para ahli mencatat perang, krisis ekonomi, dan eksodus profesional di bidang kesehatan Irak telah menghancurkan sistem rumah sakit negara itu.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar infeksi Covid-19 baru di Irak adalah varian yang sangat menular, yang pertama kali diidentifikasi di Inggris.

“Saya rasa itu bukan ide yang bagus,” kata Dr Navid Madani, ahli virologi dan direktur pendiri Pusat Pendidikan Kesehatan Sains di Timur Tengah dan Afrika Utara di Institut Kanker Dana-Farber Harvard Medical School.

Madani merupakan ahli kelahiran Iran yang ikut menulis artikel di The Lancet tahun lalu tentang tanggapan yang tidak merata di kawasan itu terhadap Covid-19.

Dia mencatat bahwa Irak, Suriah, dan Yaman dalam kondisi sangat memprihatinkan untuk menanggapi virus yang berkembang.

Pasalnya negara-negara itu masih berjuang dengan pemberontakan ekstremis dan memiliki 40 juta orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Melansir AP pada Minggu 28 Februari 2021, dalam sebuah wawancara telepon, Madani mengatakan orang Timur Tengah dikenal karena keramahan mereka.

Untuk itu dia memperingatkan bahwa antusiasme di antara orang Irak untuk menyambut tokoh perdamaian seperti Paus Fransiskus ke bagian dunia yang terabaikan dan dilanda perang dapat menyebabkan pelanggaran yang tidak disengaja terhadap tindakan pengendalian virus.

Baca juga: Paus Fransiskus Harus Berhenti Makan Pasta karena Sakit Punggung Sangat Menyiksanya

“Ini berpotensi menyebabkan risiko yang tidak aman atau menjadi tempat infeksi massal,” katanya.

Dr Bharat Pankhania, pakar pengendalian penyakit menular di Fakultas Kedokteran Universitas Exeter, sependapat dengan itu.

“Ini badai yang sempurna untuk menghasilkan banyak kasus yang tidak dapat Anda tangani,” ujarnya.

Tegakkan Prokes

Penyelenggara di Irak berjanji menegakkan protokol kesehatan ( prokes) yaitu pakai masker, jarak sosial dan batasan kerumunan.

Dua pejabat pemerintah Irak berjanji lokasi pengujian Covid-19 juga akan diperbanyak selama kunjungan pemimpin Takhta Suci.

"Protokol perawatan kesehatan penting tetapi dapat dikelola," kata seorang pejabat pemerintah Irak kepada jurnalis AP.

Vatikan mungkin telah mengambil tindakan pencegahannya sendiri. Mulai dari Paus yang berusia 84 tahun, rombongan Vatikan yang beranggotakan 20 orang, dan lebih dari 70 jurnalis di pesawat kepausan semuanya divaksinasi.

Problemnya terjadi di Irak. Orang-orang Irak yang berkumpul di utara, tengah dan selatan negara itu untuk menghadiri misa di dalam dan di luar ruangan, mendengarkan pidatonya dan berpartisipasi dalam pertemuan doanya, tidak divaksinasi.

"Dan itu adalah masalahnya. Kami berada di tengah pandemi global. Dan penting untuk menyampaikan pesan yang benar,” kata Pankhania.

"Pesan yang benar adalah semakin sedikit interaksi dengan sesama manusia, semakin baik," tambahnya.

Dia mempertanyakan soal delegasi Vatikan yang diinokulasi sedangkan Irak tidak. Apalagi Irak disebut hanya akan mengambil risiko untuk pergi ke acara-acara seperti itu karena Paus Frabsiskus ada di sana.

Dalam kata-kata yang ditujukan kepada pejabat Vatikan dan media, dia berkata: “Kalian semua dilindungi dari penyakit parah. Jadi jika Anda terinfeksi, Anda tidak akan mati. Tetapi orang-orang yang datang untuk melihat Anda mungkin terinfeksi dan mungkin mati."

“Apakah bijaksana dalam keadaan seperti itu bagimu untuk muncul begitu saja? Dan karena Anda muncul, orang-orang muncul untuk melihat Anda dan mereka terinfeksi?” dia bertanya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersikap diplomatis ketika ditanya tentang kebijaksanaan perjalanan kepausan ke Irak.

Menurut WHO negara-negara harus mengevaluasi risiko suatu peristiwa terhadap situasi infeksi, dan kemudian memutuskan apakah itu harus ditunda.

“Ini semua tentang mengelola risiko itu,” kata Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis WHO untuk Covid-19.

“Ini tentang melihat situasi epidemiologi di negara tersebut dan kemudian memastikan bahwa jika peristiwa itu terjadi, maka dapat terjadi seaman mungkin.”

Paus Fransiskus mengatakan dia berniat untuk pergi bahkan jika sebagian besar warga Irak harus menontonnya di televisi untuk menghindari infeksi. Yang penting, katanya pada CathoLic News Service, adalah "mereka akan melihat bahwa Paus ada di negara mereka."

Paus Fransiskus berulangkali menyerukan distribusi vaksin yang adil dan menghormati tindakan kesehatan pemerintah.

Paus Fransiskus selama berbulan-bulan telah menghindari audiensi publik yang bahkan aturan jarak sosial juga diterapkan di Vatikan untuk membatasi kemungkinan penularan.

Kasus Baru Meningkat Signifikan

Dr Michael Head, peneliti senior dalam kesehatan global di Fakultas Kedokteran Universitas Southampton, mengatakan jumlah kasus harian baru di Irak meningkat signifikan saat ini."

Kementerian Kesehatan Irak melaporkan sekitar 4.000 kasus baru sehari, mendekati ketinggian gelombang pertama di bulan September 2020.

Head mengatakan untuk setiap perjalanan ke Irak, harus ada praktik pengendalian infeksi yang berlaku, termasuk pemakaian masker, cuci tangan, jarak sosial dan ventilasi yang baik di ruang dalam ruangan.

“Mudah-mudahan kita akan melihat pendekatan proaktif untuk pengendalian infeksi di tempat selama kunjungan Paus ke Baghdad,” katanya.

Pemerintah Irak memberlakukan lockdown dan jam malam yang dimodifikasi pada pertengahan Februari di tengah lonjakan kasus baru. Sekolah dan masjid ditutup. Sementara restoran dan kafe hanya buka untuk dibawa pulang.

Tetapi pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan penutupan penuh karena sulitnya pengawasan. Kebijakan itu juga dikhawatirkan akan berdampak besar ke ekonomi Irak yang sudah terpukul, menurut pejabat Irak kepada AP.

Banyak warga Irak tetap lalai menggunakan masker dan beberapa meragukan tingkat keparahan virus.

Madani, ahli virus Harvard, mendesak penyelenggara perjalanan untuk membiarkan sains dan data memandu pengambilan keputusan mereka.

“Keputusan menjadwalkan ulang atau menunda perjalanan kepausan, atau memindahkannya ke format virtual, akan cukup berdampak dari sudut pandang kepemimpinan global karena itu akan menandakan memprioritaskan keselamatan publik Irak," katanya.

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com berjudul Ahli Peringatkan Bahaya Kunjungan Paus Fransiskus ke Irak

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved