Serba Serbi

Bahaya Bila Upacara Tawur Tidak Dilakukan Saat Tilem Kesanga Nyepi

Tidak melakukan upacara tawur beserta prosesi lainnya akan bisa menimbulkan kehancuran dan kerusakan di alam semesta ini.

Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi - Bahaya Bila Upacara Tawur Tidak Dilakukan Saat Tilem Kesanga Nyepi 

“Umat Hindu menuju keheningan dan kesucian (yoga ameneng). Dalam kekosongan untuk dapat bersatu atau manunggal dengan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Hal ini sesuai dengan lambang angka 10 (kadasa), yang mengindikasikan tunggal dalam kekosongan. Kata kadasa kerap dianalogikan sebagai sesuatu yang bersih, suci, atau kedas,” kata guru besar Unud ini.

Sehingga saat Nyepi, umat Hindu merenungi serta mensyukuri kehidupan yang telah lampau.

Lalu menatap masa depan yang lebih baik.

Dengan pikiran, hati, dan batin yang suci dan bersih.

Umat Hindu mulai menapak hidup dan kehidupan baru, sehingga hari suci Nyepi juga disebut tahun baru Saka.

Jero Mangku Ketut Maliarsa, menjelaskan hakekat Nyepi adalah penyucian bhuana agung (alam semesta) dan bhuana alit (diri manusia).

Guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin (jagadhita dan moksa).

Serta terbinanya kehidupan yang berlandaskan satyam (kebenaran).

Kemudian siwam (kesucian) dan sundaram (keharmonisan/keindahan).

“Kesimpulannya bahwa umat Hindu merayakan hari suci Nyepi dalam tahun saka, sebagai hari yang mulia dan sangat dalam maknanya,” jelasnya.

Diharapkan sebagai kebangkitan diri yang baru, suci, pembaharuan pikiran dengan konsep mulat sarira (koreksi diri) dari perbuatan yang selama ini dilakukan.

Keesokan harinya setelah Nyepi, kata dia, adalah hari Ngembak Geni.

Dimana Catur Brata Penyepian telah usai.

Dilanjutkan dengan Dharma Shanti yaitu mengunjungi sanak saudara untuk bersilaturahmi dan bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Di sinilah berlaku konsep ‘Tat Twam Asi’ yang bermakna, aku adalah kamu dan kamu adalah aku.

Serta konsep ‘Waisudewa Khutumbhakam’ artinya kita adalah bersaudara.

Semuanya harus dilandasi dengan sradha atau keyakinan yang tinggi dalam memuja kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Tuhan Yang Maha Esa, dalam upaya bersyukur dan mencapai keseimbangan alam semesta baik bhuana agung maupun bhuana alit.

Sehingga mencapai ‘Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma’. (*).

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved