Makna Upacara Melasti Sebelum Hari Raya Nyepi Bagi Umat Hindu Bali
Jero Mangku Ketut Maliarsa, menjelaskan bahwa perayaan Nyepi oleh umat Hindu Indonesia diawali dengan melaksanakan melasti
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebelum menyambut hari raya Nyepi pada 14 Maret 2021, umat Hindu di Bali akan melakukan beberapa rangkaian upacara.
Satu diantaranya adalah melis atau mekiyis.
Namun apakah sebenarnya makna dari melis atau mekiyis ini?
Baca juga: 20 Ucapan Selamat Hari Raya Nyepi dalam Bahasa Inggris dan Bali, Lengkap dengan Terjemahannya
Jero Mangku Ketut Maliarsa, menjelaskan bahwa perayaan Nyepi oleh umat Hindu Indonesia diawali dengan melaksanakan melasti atau disebut juga melis dan mekiyis.
"Tujuannya untuk melebur segala macam kotoran pikiran (manacika), perkataan (wacika), dan perbuatan (kayika)," sebutnya kepada Tribun Bali, Kamis 11 Maret 2021.
Kata 'melasti' terdiri dari kata mala dan asti atau astiti. Kata mala bermakna kotoran atau klesa, dan astiti berarti memuja atau mendoakan.
Sehingga melasti adalah melakukan pembersihan segala kekotoran, dengan memuja keagungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasinya.
Agar mencapai kebersihan alam manusia (bhuana alit) sehingga bersih lahir batin.
Serta kebersihan alam semesta (bhuana agung), sehingga menjadi tenang dan damai tidak ada Panca Baya atau dijauhkan dari marabahaya.
"Melasti memang dilakukan beberapa hari sebelum Nyepi. Pada saat ini para umat Hindu akan mundut atau mengusung pratima dan pralingga beserta alat-alat upacara di pura.
Lalu disucikan di segara atau lautan, sebagai tempat penyucian ida bhatara," jelas mantan kepala sekolah ini.
Sebab secara mitologi bahwa segara adalah tirta amerta dari pemutaran Gunung Mandara atau Mandara Giri.
Yang dilakukan oleh para dewa dan para raksasa di lautan susu (Ksirararnawa), untuk memperoleh air kehidupan atau tirta amerta.
Upacara melasti ini tidak bisa lepas dengan kaitan hari suci Nyepi.
Sebelum hari suci Nyepi, kata dia, pasti dilaksanakan upacara melasti ke segara atau kalau daerah pegunungan.
Guna mencari mata air sebagai tempat penyucian. Utamanya untuk para bhatara-bhatari dari umat Hindu.
Hari suci Nyepi yang sangat sakral bagi umat Hindu, berkaitan erat dengan tahun baru Hindu atau tahun saka yang mulainya pada tahun 78.
Jika tidak dekat dengan segara, biasanya masyarakat Hindu Bali akan mencari sumber air dari berbagai mata air.
Seperti di daerah pegunungan dengan mendatangi danau, pancoran, sumur suci, atau beji. Sebagai tempat ida bhatara masucian.
"Menurut kitab suci Veda, bahwa yang termasuk air suci untuk tempat melasti adalah campuhan, air laut, air danau, dan seterusnya," sebutnya.
Lokasi air-air suci ini, diyakini oleh umat Hindu sebagai air kehidupan atau "Tirta Amerta " sebagai sumber pembersih segala kekotoran (sarwa mala ).
Kemudian mengusung pralingga atau pratima dan perlengkapan bhatara-bhatari ke segara untuk disucikan.
Sebab pralingga dan pratima ini diyakini umat Hindu sebagai lambang atau simbol para dewa-dewi (ini rasa dan keyakinan).
Serta memang demikian ekspresi jiwa/batin para umat Hindu tentang eksistensi Tuhan Yang Maha Esa.
Di samping itu juga, membawa sesaji atau banten dan alat persembahyangan ke sana.
Sesaji atau bebanten diyakini sebagai wujud persembahan kepada-Nya serta juga dipercaya manifestasi dewa tertinggi yaitu 'Tri Murti' meliputi Bhatara Brahma, Bhatara Wisnu, dan Bhatara Siwa.
"Menurut lontar Sundarigama dan lontar Sang Hyang Aji Swamandala, juga dikatakan melasti itu merupakan wujud peningkatan sradha bhakti para umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan nanifestasi-Nya yang sering disebut bhatara-bhatari dengan tujuan untuk menghilangkan kekotoran atau penderitaan," sebutnya.
Upacara melasti mempunyai tujuan juga untuk memohon waranugeraha, kepada Sang Hyang pencipta beserta isinya agar alam manusia dan alam semesta mencapai keseimbangan.
Sehingga terwujud keharmonisan, kerahayuan, kerahajengan, shanti dan jagadhita.
Selain itu, bertujuan juga untuk menguatkan sradha bhakti para umat Hindu akan kekuatan Tuhan Yang Maha Esa.
Menghanyutkan segala kekotoran diri dan sarwa mala alam semesta, memohon juga limpahan rezeki dalam mengarungi hidup dan kehidupan.
"Pelaksanaan melasti tidak harus pagi hari saja, siang, atau sore pun bisa, tergantung pembagian wilayah yang ditentukan oleh pemerintah agar tidak terjadi kekroditan dalam melasti," sebutnya. Oleh karena itu harus dalam situasi tenang sehingga pikiran menjadi shanti atau damai.(ask)