Berita Gianyar

Mendak Tirta Tawur Kesanga di Besakih Akan Dilakukan Utusan Pemkab Gianyar

Tirta atau air suci untuk upacara Tawur Kesanga atau sehari sebelum Nyepi pada, Sabtu 13 Maret 2021 untuk Kabupaten Gianyar tidak lagi diambil

Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Ketua PHDI Gianyar, Wayan Ardana saat ditemui wartawan Jumat 12 Februari 2021 

Sasih yang dianggap mala adalah, sasih katiga.

"Namun sayang sasih katiga ini, jarang bahkan tidak pernah dilaksanakan pecaruan, padahal sasih ini adalah sasih mala atau tenget sama dengan ketiga sasih yang lain," kata beliau.

Lalu sasih kaenem, yang juga disebut sasih mala, oleh sebab itu sasih kaenem dilakukan upacara nangluk merana.

"Biasanya setiap desa di Bali melakukan pecaruan dan palelawatan di pura. Kemudian melakukan upacara memintar (keliling menuju perbatasan Desa)," kata beliau.

Sasih Kesanga, adalah sasih yang juga disebut sasih mala, sehingga tiap-tiap sasih kesanga ada tawur agung kesanga.

Lalu sasih sada atau disebut mala sada. Dalam sasih mala sada biasanya di beberapa tempat melakukan pecaruan.

"Kalau kita lihat kedudukan sasih tersebut dengan ilmu perbintangan, maka keempat sasih tersebut merupakan sasih pancaroba (bulan penggantian cuaca), misalnya sasih kesanga pergantian dari musuh hujan ke musim kering, dan seterusnya," jelas mantan jurnalis ini.

Dari paparan tersebut, kata ida, bisa memberikan penjelasan bahwa inti dari ritual tawur agung adalah untuk membersihkan alam semesta ini.

Agar polusi-polusi yang telah mengotori alam ini, selama setahun bisa hilang atau bersih.

Sehingga dalam tawur ada ritual nyomya bhuta, yang artinya bahwa hal-hal yang bersifat bhuta (penyakit, kekerasan, situasi tidak bersahabat dan lainnya) bisa hilang dan menjadi ketenangan, ketentraman, kesehatan, kebahagiaan.

Dalam kata lain, sifat kebhutaan diubah menjadi sifat kedewataan.

Oleh karena itu, setelah upacara tawur, maka saat sandikala (magrib), diadakan upacara mebuu-buu, yaitu membunyikan kentongan, kaleng, bambu, atau benda-benda yang bisa disuarakan keliling rumah didahului dengan membawa prakpak (obor dari daun kelapa kering), dan sambil menyemburkan mesui, dengan tujuan menghilangkan hal-hal negatif menjadi positif.

Upacara mebuu-buu ini juga disebut upacara ngerupuk.

Lanjut ida, sebelum Hari Raya Nyepi diumumkan sebagai hari libur nasional, maka saat upacara pangerupukan di Desa Sesetan dan Desa Pedungan di Denpasar Selatan, ada tradisi yang disebut 'Pangrupukan Pasawitran', yaitu saat pangerupukan masyarakat Sesetan dan masyarakat Pedungan, secara spontan atau dadakan membuat atraksi pawai dengan saling balas-membalas tetapi tertib dan sopan.

"Acara ini sudah dilakukan sebelum tahun 1975 ke bawah, dan berlanjut terus berturut turut," sebut ida.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved