Korea Utara

Suka Duka Gadis  Pembelot Korea Utara, Harus Belajar Pakai Ponsel dan ATM

Kegembiraannya saat tiba di Korsel bersama ibu dan tiga orang sepupunya pada Maret 2013 lalu segera memudar seiring masa adaptasi yang sulit.

Editor: DionDBPutra
DOK KIM JI YOUNG via BBC INDONESIA - KOMPAS.COM
Kim Ji-young melarikan diri dari Korea Utara pada tahun 2012 bersama ibu dan tiga sepupunya. 

Setelah Hanawon, para pembelot diberi rumah sewa umum. Hari-hari awal di Korsel, Kim Ji-young diberikan satu kardus berisi makanan - ramen, nasi, minyak dan bumbu-bumbu - untuk bertahan selama beberapa hari pertamanya.

Seorang konselor atau pembelot yang sudah menetap membantu membersihkan rumah dan memberikan dukungan tambahan. "Kemudian mereka harus menjalani hidup mereka sendiri," katanya.

Diawasi Polisi Khusus

Seorang petugas polisi ditugaskan untuk mengawasi warga Korea Utara yang menetap di Korea Selatan.

"Anda bisa menganggapnya sebagai penugasan seorang kawan ramah setempat yang sesekali mengunjungi mereka," kata Park.

"Kadang-kadang mereka menjadi teman. Mereka biasanya perwira yang lebih tua, lebih seperti figur ayah. Perannya adalah untuk mendatangi mereka - hampir seperti layanan sosial," ujarnya.

Para petugas terkadang bekerja bersama-sama dengan asosiasi atau gereja. Terkait dukungan kesehatan mental, Park mengatakan bahwa ada beberapa layanan konseling yang tersedia, tetapi memang bagian itu masih memerlukan perbaikan.

Masalah ini menjadi sorotan pada tahun 2019 ketika pembelot Han Sung-ok dan putranya ditemukan tewas di sebuah apartemen di Seoul. Mereka diyakini mati kelaparan.

Tetangga menggambarkannya sebagai orang yang terganggu dan cemas. Banyak pembelot akan mengalami trauma ekstrem, tetapi mereka kemungkinan tidak akan mencari bantuan atau mengetahui di mana bisa menemukan bantuan itu.

Menurut survei soal pengungsi Korea Utara di Korea Selatan, sekitar 15 persen mengaku memiliki pikiran untuk bunuh diri, 10 persen lebih tinggi dari rata-rata orang Korea Selatan.

"Kesehatan mental membutuhkan perubahan dan kesadaran sosial sehingga orang dapat mengidentifikasi hal-hal ini dan mencari pertolongan dan berpikir bahwa tidak apa-apa untuk mencari pertolongan," katanya.

Fyodor Tertitsky, nalis asal Korea Utara, mengatakan kehidupan di Korea Selatan dapat membuat para pembelot merasa terisolasi, dan bukan hanya karena mereka telah memasuki masyarakat yang sangat berbeda.

Mereka dipandang oleh banyak orang sebagai yang lain. "Anda tidak bisa pulang karena Anda dianggap pengkhianat dan Anda terasingkan dari keluarga atau teman dan lingkungan Anda," kata Tertitsky.

"Ini adalah pengalaman yang traumatis terutama jika Anda (terpaksa) melarikan diri."

Tidak Mudah Dapatkan Pekerjaan

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved