Myanmar

Uni Eropa Jatuhkan Sanksi Bagi Myanmar, Yayasan yang Didirikan Soros Tuntut Bebaskan Stafnya

Yayasan tersebut menampik tuduhan junta bahwa mereka membiayai demonstrasi anti-kudeta atau gerakan pembangkangan nasional.

Editor: DionDBPutra
AFP/Sai Aung Utama
Para pengunjuk rasa menyalakan lilin di luar Kedutaan Besar AS selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 21 Februari 2021. 

Uni Eropa Akan Jatuhkan Sanksi

Dari Paris dilaporkan, Menteri Luar Negeri Prancis mengatakan Uni Eropa akan menyetujui sanksi terhadap kepentingan bisnis militer Myanmar pada minggu depan.

"Diskusi teknis selesai di Brussels dan kami akan mengkonfirmasinya Senin depan," kata Jean Yves Le Drian dalam sidang di Senat Perancis, merujuk pada pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa berikutnya, seperti dilansir Reuters, Rabu 17 Maret 2021.

Menurut diplomat dan dokumen internal yang dilihat Reuters, langkah-langkah itu akan menargetkan perusahaan yang menghasilkan pendapatan untuk atau memberikan dukungan keuangan kepada Angkatan Bersenjata Myanmar.

Uni Eropa juga mempertahankan embargo senjata terhadap Myanmar dan telah menerapkan sanksi kepada beberapa perwira militer senior sejak 2018.

Langkah-langkah itu akan menjadi yang paling signifikan sejak kudeta.

"Jelas (kami) akan menangguhkan semua dukungan anggaran dan akan ada langkah-langkah yang secara langsung menargetkan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer dan memukul individu dan kepentingan ekonomi mereka sendiri," kata Le Drian.

AS Jatuhkan Sanksi kepada Anak-Anak Pemimpin Militer Myanmar

Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada dua anak pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing dan enam perusahaan yang mereka kendalikan, pada Rabu 10 Maret 2021.

Sanksi ini merupakan tanggapan atas kudeta militer pada 1 Februari dan pembunuhan demonstran sejak pengambilalihan kekuasaan.

Dalam sebuah pernyataan, Departemen Keuangan AS memberikan sanksi kepada Aung Pyae Sone dan Khin Thiri Thet Mon, anak-anak dewasa panglima Myanmar yang memimpin kudeta. Selain itu enam perusahaan yang mereka kendalikan juga masuk daftar hitam.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memperingatkan sanksi tegas lain dapat mengikuti.

Dia juga mengutuk penahanan lebih dari 1.700 orang dan tindakan brutal aparat keamanan Myanmar terhadap demonstran tak bersenjata yang katanya telah menewaskan sedikitnya 53 orang.

"Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap mereka yang menghasut kekerasan dan menekan hak rakyat," kata Blinken dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters, Kamis 11 Maret 2021.

Kelompok kampanye Justice for Myanmar mengatakan pada bulan Januari bahwa Min Aung Hlaing, yang telah menjadi panglima sejak 2011, telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan keluarganya, yang telah mendapat untung dari akses mereka ke sumber daya negara dan impunitas total militer.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved