Berita Bali

Program Soft Loan Dalam Tahap Pembahasan, PHRI Badung: Industri Pariwisata Bali Sudah Kolaps

Ketua PHRI Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya SE., MBA. menyampaikan pinjaman lunak ini sangat diharapkan bagi pelaku pariwisata di hotel

Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali
Dua wisatawan berpose di kawasan pariwisata The Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat 12 Februari 2021. Program Soft Loan Dalam Tahap Pembahasan, PHRI Badung : Industri Pariwisata Bali Sudah Kolaps 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin

TRIBUN BALI.COM, MANGUPURA - Program pinjaman lunak atau soft loan yang diminta Gubernur Bali kepada Kemenparekraf, sebagai upaya percepatan pemulihan ekonomi disektor pariwisata Bali dampak dari pandemi Covid-19 tengah dalam pembahasan di Komite PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).

Ketua PHRI Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya S.E., MBA. menyampaikan pinjaman lunak ini sangat diharapkan bagi pelaku pariwisata di hotel dan restoran.

"Kita selalu berharap yang penting nanti ada berupa pinjaman lunak, walaupun mungkin tidak full barangkali Rp 9,4 triliun (disetujui sepenuhnya oleh pemerintah pusat).

 Industri pariwisata di Bali sudah shutdown artinya kolaps, berdarah-darah karena sudah setahun berlalu pandemi Covid-19 ini," ujar Agung Ray yang juga selaku Wakil Ketua PHRI Bali, Selasa 23 Maret 2021.

Baca juga: Program Soft Loan dan Dana Hibah Pariwisata Bali, Menparekraf: Sudah Memasuki Tahap Pembahasan

Diharapkan soft loan ini dapat segera terealisasi secepatnya karena belum tahu kapan pandemi akan berakhir dan industri pariwisata (khususnya hotel dan restoran) dapat memulai kembali atau restart usahanya.

Sudah setahun berlalu pandemi Covid-19, menurutnya banyak properti-properti hotel dan villa di Bali sudah mulai rusak karena tidak dihuni oleh tamu.

"Contohnya saya sendiri punya beberapa villa ya, kalau saya restart bisnis itu tentu akan perlu renovasi.

Renovasi kamar, renovasi pool nya karena lama tidak dipakai karena tidak ada tamu menempati. Ini perlu biaya besar, minimal Rp 50 juta akan habis per villa," papar Agung Ray.

Disamping itu untuk restart bisnis kita perlu modal kerja untuk operasional cost akan membutuhkan dana cukup tinggi, seperti membayar listrik, membayar gaji karyawan dan juga maintenance yang harus dilakukan.

Jika soft loan terealisasi, industri pariwisata tentu akan langsung mengajukan permohonan ke Himpunan Bank Negara (Himbara) yang ditunjuk seperti Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN.

Diharapkan program soft loan realisasi penyalurannya juga dapat melalui Bank Daerah ataupun BPR.

"Tergantung kebijakan dari pemerintah itu sendiri melalui mana akan disalurkan seandainya sudah disetujui. Kelihatannya masih dalam pembahasan tahap final, ini karena banyak prioritas lain yang diambil dari APBN itu tidak gampang," jelasnya.

Untuk lanjutan program dana hibah pariwisata dari Kemenparekraf di tahun ini, Agung Ray berharap Provinsi Bali kembali mendapat porsi dana hibah pariwisata seperti tahun lalu.

Dan karena penerima dana hibah pariwisata nantinya tidak hanya hotel dan restoran tetapi penerimanya diperluas, harapannya Bali mendapat dana hibah lebih besar daripada tahun lalu.

Baca juga: Pinjaman Lunak Rp 9,4 Triliun untuk Pariwisata Bali Sedang Dibahas, Asita: Semoga Direalisasikan

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved