Berita Bali
Didampingi Pengacara, Oknum Sulinggih di Bali yang Jadi Tersangka Dugaan Pencabulan Pilih Diam
Saat mendatangi Kejari Denpasar pada Rabu 24 Maret 2021 sekitar pukul 10.30 WITA, I Wayan M berbusana serba hitam.
Penulis: Putu Candra | Editor: Eviera Paramita Sandi
Lantas, bagaimana menurut tokoh desa setempat?
Bendesa Adat Tegallalang I Made Kumara Jaya saat ditanya apakah yang bersangkutan menyandang gelar dwijati dengan mekanisme yang berlaku, ia mengaku tidak mengetahui.
Dia beralasan baru menjabat sebagai bendesa sekitar sepekan lalu.
"Saya baru ngayah sebagai Bendesa seminggu lalu. Jadi terkait kapan terjadi pediksan, tyang tidak tahu menahu. Juga bukan kewenangan saya," ujarnya.
Menurut Kumara, proses dwijati semestinya melibatkan tri upasaksi. Di antaranya prajuru, guru nabe, dan memenuhi syarat yang ditentukan.
"Setahun kami, memang harus ada tri upasaksi. Itu yang tyang tidak tahu juga. Karena saat itu tyang tidak ada kewenangan menanyakan," jelasnya.
Sementara itu, I Made Kumara Jaya, mantan Bendesa Tegalalang saat ditanyai proses dwijati oknum sulinggih ini, ia pun berusaha mengingat-ingat.
Dalam beberapa menit, iapun akhirnya mengingat bahwa pernah diundang oleh yang bersangkutan ketika akan melakukan dwijati.
Namun dikarenakan undangan tersebut hanya bersifat lisan, karena itu ia selaku prajuru tidak hadir.
Terlebih lagi, prosesi dwijati tidak dilakukan di kediaman yang bersangkutan melainkan di luar Kabupaten Gianyar.
"Kami sewaktu menjabat memang pernah diundang secara lisan. Tapi kami selaku prajuru tidak hadir. Sebab surat undangannya gak ada. Jadi kami tidak berani hadir. Kami memang tidak hadir dan tidak tahu. Yang jelas, prosesi medwijati itu dilakukan di Karangasem, tepatnya saya ndak tahu karena ndak hadir," ungkapnya. (*)