Dari Target 73 Ribu, Vaksinasi Pelayan Publik di Denpasar Sudah Mencapai 53 Persen
Untuk mempercepat target capaian, Pemkot Denpasar menggelar vaksin massal yang dilakukan setiap akhir pekan.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pelaksanaan vaksinasi kepada pelayan publik terus digencarkan di Kota Denpasar.
Hal ini dilakukan khususnya bagi para pedagang.
Untuk mempercepat target capaian, Pemkot Denpasar menggelar vaksin massal yang dilakukan setiap akhir pekan.
"Setiap hari Sabtu dan Minggu akan kami lakukan vaksinasi masal," kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, I Dewa Gede Rai, Kamis 25 Maret 2021.
Dimana untuk pelaksanaan minggu ini digelar di Pasar Kereneng.
Sebelumnya, Pemkot Denpasar memang telah menyiapkan sebanyak 40 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang diperuntukan untuk vaksinasi.
40 fasyankes itu bisa didatangi langsung oleh pelayan publik setiap harinya dengan membawa keterangan diri, termasuk para pedagang.
"Namun, agar jumlahnya bisa tercover lebih banyak, oleh karena itu vaksin massal tiap akhir pekan ini dilakukan," imbuhnya.
Untuk pelayan publik lainnya seperti ASN di Lingkungan Pemerintah Kota Denpasar, pihaknya telah menggelar vaksinasi masal di Gedung Graha Sewakadharma serta Gedung Dharmanegara Alaya.
Lalu untuk aparatur negara yakni TNI-Polri sudah disediakan di masing-masing kesatuan.
Dewa Rai menambahkan, hingga saat ini, jumlah pelayan publik yang sudah tervaksin sebanyak 53 persen.
Dimana target vaksinasi untuk pelayan publik sebanyak 73.233.
Bedanya Vaksin Sinovac Dan AstraZaneca
Pemerintah Provinsi Bali saat ini tengah melakukan kegiatan vaksinasi Covid-19 untuk tiga wilayah dengan predikat Zona Hijau.
Namun kali ini vaksin yang akan disuntikkan bukanlah jenis Sinovac seperti sebelumnya.
Kali ini Pemerintah Provinsi Bali menyuntikkan peserta vaksinasi dengan menggunakan AstraZeneca.
Jenis vaksin astraZeneca ini pun tergolong masih menjadi pro dan kontra di masyarakat.
Hal itu karena sebelumnya sempat beredar kabar bahwa salah satu orang di Eropa mengalami pembekuan darah setelah disuntikkan vaksin Covid-19 jenis astraZeneca.
Ketika dikonfirmasi, Ketua IDI Denpasar dr. I Ketut Widiyasa menerangkan bahwa kasus pembekuan darah yang dialami oleh penerima vaksin ini tidak bisa serta-merta dapat digeneralisasi.
"Kasus ini hanya terjadi pada satu orang di Eropa, sehingga kita tidak perlu mengeneralisir," ungkapnya pada, Senin 22 Maret 2021.
Lebih lanjut ia menyatakan, dengan datangnya vaksin AstraZeneca saat ini, IDI Kota Denpasar siap mendukung upaya pemerintah untuk aktivitas vaksinasi dengan menggunakan AstraZeneca.
Menurutnya, tujuan vaksinasi adalah untuk membentuk kekebalan tubuh secara komunal.
Kekebalan tubuh komunal ini saat ini sangat diperlukan untuk menunjang aktivitas lainnya.
"Sehingga dengan adanya vaksinasi ini bisa terbentuk kekebalan komunal. Dan kami mendukung vaksinasi karena secara legal penggunaan vaksin sudah ada izin dari lembaga yang berwenang yaitu, BPOM," jelasnya.
Mana Lebih Manjur?
Vaksinasi Covid-19 di Sanur, Denpasar, mulai dilakukan hari ini Senin 22 Maret 2021.
Seperti diketahui, Sanur menjadi salah satu dari tiga kawasan yang ditetapkan sebagai pilot project zona hijau di Bali bersama Ubud dan Nusa Dua.
Pelaksanaan vaksinasi ini akan menyasar sebanyak 35 ribu orang dan digelar di 12 titik yang tersebar di tiga wilayah yakni Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, dan Kelurahan Sanur.
Vaksinasi massal untuk warga di sekitar Sanur hari ini menggunakan vaksin AstraZeneca.
Dilansir dari Kompas.com, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin edar darurat terhadap dua vaksin Covid-19 yakni vaksin buatan Sinovac dan AstraZeneca.
Kedua vaksin tersebut sama-sama digunakan untuk program vaksinasi massal pemerintah guna memutus mata rantai penularan Covid-19 yang sudah setahun menjadi pandemi.
Vaksin dari Sinovac merupakan buatan perusahaan biofarmasi asal China, yakni Sinovac.
Nama asli vaksin tersebut sedianya ialah CoronaVac.
Sedangkan vaksin AstraZeneca merupakan vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan biofarmasi dari Inggris AstraZeneca beserta Oxford University.
Keduanya sama-sama telah lulus uji keamanan dan efikasi sehingga layak digunakan untuk vaksinasi Covid-19 secara massal.
Keduanya juga sama-sama bisa disimpan di suhu yang tak terlalu rendah yakni di kisaran 2-8 derajat celsius sehingga memudahkan proses distribusi dan penyimpanan.
Lantas, apa perbedaan di antara kedua vaksin tersebut?
Berikut penjelasannya sebagaimana dilansir dari Kompas.com:
1. Efikasi vaksin Sinovac lebih tinggi daripada AstraZeneca
Tingkat efikasi (kemanjuran) vaksin Sinovac lebih tinggi daripada vaksin buatan AstraZeneca.
Vaksin Sinovac versi BPOM memiliki tingkat efikasi sebesar 65,3 persen.
Adapun vaksin produksi AstraZeneca memiliki tinkgat efikasi sebesar 62,1 persen versi BPOM.
Dengan demikian, vaksin produksi Sinovac memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin buatan AstraZeneca.
2. Basis Platform Vaksin
Vaksin AstraZeneca menggunakan vektor adenovirus simpanse sebagai platform awalnya.
Ini berarti, tim pengembang vaksin mengambil virus yang biasanya menginfeksi simpanse, dan dimodifikasi secara genetik untuk menghindari kemungkinan konsekuensi penyakit pada manusia.
Virus yang dimodifikasi ini membawa sebagian dari Covid-19 coronavirus yang disebut protein spike, bagian menonjol seperti paku yang ada di permukaan virus corona SARS-CoV-2.
Saat vaksin dikirim ke sel manusia, ini memicu respons kekebalan terhadap protein spike, menghasilkan antibodi dan sel memori yang akan mampu mengenali virus penyebab Covid-19.
Vaksin vektor adenovirus telah dikembangkan sejak lama, khususnya untuk melawan malaria, HIV, dan Ebola.
Sementara vaksin yang dibuat Sinovac menggunakan inactivated virus atau virus utuh yang sudah dimatikan.
Tujuannya adalah memicu sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa menimbulkan respons penyakit yang serius.
Metode inactivated virus adalah metode yang sering dipakai dalam pengembangan vaksin lain seperti polio dan flu.
3. Harga vaksin AstraZeneca lebih murah
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Bio Farma Bambang Heriyanto sebelumnya mengatakan harga vaksin Sinovac diperkirakan mencapai Rp 200.000 per dosis.
Adapun harga vaksin buatan AstraZeneca berkisar antara 3-4 dollar AS. Dengan demikian vaksin buatan Sinovac lebih mahal ketimbang AstraZeneca.
Jika dirupiahkan dengan kurs saat ini maka harga satu dosis vaksin AstraZeneca berkisar antara Rp 43.000 hingga RP 58.000.
4. Skema pengadaan
Vaksin produksi Sinovac diperoleh Indonesia lewat kerja sama antara pemerintah Indonesia lewat BUMN PT Bio Farma dengan perusahaan biofarmasi asal China, Sinovac.
Pengadaan vaksin dari Sinovac dilakukan melalui mekanisme pembelian secara bisnis lewat proses diplomasi bilateral.
Adapun pengadaan vaksin AstraZeneca dilakukan melalui jalur multilateral.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, upaya pengadaan vaksin Covid-19 lewat jalur multilateral terus dilakukan Indonesia.
Menurut dia, Indonesia bisa mendapatkan vaksin Covid-19 sebanyak 3 sampai 20 persen jumlah penduduk lewat jalur multilateral melalui fasilitas Covax. Salah satu vaksin yang didapat ialah dari AstraZeneca.
5. Lokasi uji klinis
Vaksin produksi Sinovac menjalani uji klinis di China, Indonesia, Turki, Brazil, dan Bangladesh.
Sedangkan vaksin buatan AstraZeneca menjalani uji klinis di Inggris, Australia, dan Amerika Serikat (AS).
Hasil efikasi yang didapat dari masing-masing lokasi bisa berbeda.
Di Turki, efikasi vaksin Sinovac mencapai 91,25 persen. Sedangkan di Indonesia efikasinya 65,3 persen.
Demikian pula vaksin buatan AstraZeneca.
Di negara-negara yang telah menjadi lokasi uji klinis vaksin AstraZeneca menunjukkan efikasi rata-rata sebesar 70 persen.
Di Indonesia, BPOM mengumumkan efikasi vaksin AstraZeneca sebesar 62,1 persen. (*)