Wawancara Tokoh
Wawancara Bupati Jembrana I Nengah Tamba, Tekad Ubah Jembrana Jadi Indah dan Ramah
Kabupaten Jembrana yang terletak di wilayah paling barat Pulau Bali, sekaligus menjadi pintu masuk Bali, kini dipimpin I Nengah Tamba.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Kabupaten Jembrana yang terletak di wilayah paling barat Pulau Bali, sekaligus menjadi pintu masuk Bali, kini dipimpin I Nengah Tamba.
Seorang bupati yang sejak kecil sudah hidup mandiri.
Nengah Tamba sejak kecil sudah merantau, dan sejak SMP sudah bisa mencari uang dengan menjadi penjual es dan pencari batu kali.
Dari pengalamannya tersebut ditambah dengan kegemarannya membaca buku, Nengah Tamba kemudian sukses sebagai pengusaha meski ia seorang Sarjana Hukum.
Baca juga: Wawancara Menristek Bambang Brodjonegoro, Harus Konsisten Pada Ekonomi Berbasis Inovasi
Baca juga: Wawancara dengan Dubes RI untuk Malaysia, Malaysia Lebih Agresif Dibanding Kita
Baca juga: Wawancara dengan Dubes RI untuk Malaysia, Lebih 50 Persen TKI di Malaysia Ilegal
Dari pengusaha menjadi politisi, dan kini dipercaya menjadi Bupati Jembrana.
Dialah satu-satunya bupati dari Partai Demokrat.
Bagaimana kiat Nengah Tamba dari orang biasa kini bisa menjadi seorang bupati?
Lalu apa rencana atau program yang telah dirancang Nengah Tamba untuk Jembrana di bawah kepemimpinannya?
Berikut petikan wawancara eksklusif Direktur Tribun Bali, Fauzan Marasabessy, bersama Bupati Tamba di Kantor Bupati Jembrana, Bali, Selasa 23 Maret 2021.
Selamat atas pelantikan Bapak Nengah Tamba sebagai Bupati Jembrana. Bagaimana perasaan bapak saat ini?
Tentu saya berbahagia. Memang kita ikuti irama politik, suasana kemasyarakatannya. Semua berjalan mengalir.
Mungkin juga karena perut saya besar, jadi cocok menjadi bupati hehehe...
Tapi tidak ada yang istimewa. Kita hanya mengikuti apa yang menjadi keinginan masyarakat Jembrana.
Prinsipnya ingin perubahan.
Sebenarnya yang sebelumnya sudah bagus.
Tapi mungkin segala sesuatu perlu diubah juga.
Semangat ini yang kami ambil dalam satu momentum demokrasi.
Dan kami bisa melebihi dari teman kita.
Kita punya kemampuan untuk memimpin.
Tapi tidak punya kemampuan membeli demokrasi. Dan Jembrana memiliki demokrasi yang sangat baik.
Ngomong-ngomong soal perut besar, apakah karena Bapak orang kaya sejak kecil?
Saya sangat-sangat mengalami kehidupan ini fluktuasinya juga. Saya merantau dari kecil. Mulai SMP saya sudah bisa mencari uang.
Jualan es dan mencari batu di sungai.
Walaupun sebenarnya, pada prinsipnya orangtua tidak menghendaki.
Saya tidak terinspirasi, bahwa yang saya lakukan dulu berdampak pada saat ini.
Saya merasa bahagia ketika menjual sesuatu, mendapat value lebih.
Jadi saya harus merantau keluar.
Saya memilih ke Singaraja. Saya daftar sekolah sendiri dan mengurus sendiri.
Saya punya tujuan untuk belajar mandiri. Saya ingin perubahan dari diri saya.
Dan saya diterima di Singaraja.
Saya bergaul. Saya banyak baca buku. Buku di Singaraja banyak sekali. Dan saya suka membaca buku orang sukses.
Akhirnya saya merantau lagi dan memilih Unud Fakultas Hukum. Dan saya lalui kuliah sambil kerja.
Saya kerja di tourism. Saya bahagia sekali menjadi guide.
Berapa lama itu, Pak?
Hampir tiga tahun. Saya selalu di Kuta.
Tapi saya tidak melupakan sekolah. Prinsip saya, sekolah harus selesai.
Kemudian saya banyak kerja, tapi tidak betah.
Perusahaan ABCD saya tidak betah. Jadi paling lama tiga bulan.
Tapi, pada tahun 90-an saya mulai menekuni usaha sendiri karena anak saya pertama lahir.
Jadi saya harus fokus.
Perusahaan apa itu, Pak?
Ada bengkel, ada restoran. Tapi gagal semua.
Bisa membuat usaha, tapi tidak bisa mendatangkan pelanggan. Jadi survive itu berat.
Jadi berpikir lagi nih apa usahanya? Oh akhirnya saya cocok di periklanan.
Akhirnya membuat perusahaan, Tri Media Sarana (TMS) bergerak di periklanan.
Di Denpasar akhirnya banyak billboard. Mulai dari situ saya tekuni.
Dan saya mencari kepercayaan orang tidak mudah. Mau hujan angin saya lalui. Jadi 10-15 tahun baru orang percaya pada kita.
Perusahaan itu akhirnya saya serahkan ke anak saya dan saat ini stabil.
Karena tanggungjawab dan best service. Karena kami pertahankan quality.
Apa pesan kepada anak. Hal apa saja yang ditekankan. Karena ini merupakan inspirasi untuk anak muda saat ini?
Membangun mudah, tapi sustainable itu susah.
Jadi kiatnya apa, Pak?
Jadi jangan pakai rasa kita. Tapi rasa klien. Pelayanan. Pertama itu pelayanan. Sukses itu bagaimana kita melayani orang. Ketika orang dilayani maka orang akan datang pada kita.
Penolakan itu biasa. Penolakan itu adalah bagian dari opportunity dan challenge pada kita.
Saya selalu bilang kepada anak dan pekerja saya, bahwa ketika bekerja berkualitas, maka di mana pun akan berkualitas.
Tadi kan Bapak bilang bahwa Bapak sarjana hukum. Dan kemudian di reklame. Ini bagaimana korelasinya?
Justru karena saya berkualitas hukum, maka saya bertindak benar.
Tidak selalu saya itu berpraktik hukum. Jadi hukum itu bertindak berbicara dan berpikir benar.
Terukur dan terencana sesuai landasan hukum. Dan tidak berbicara yang ngelantur.
Terkait dengan nama sendiri. Tamba itu artinya obat atau menyembuhkan. Nah nama ini bagaimana, Pak?
Tentunya nama ini saya merasa beruntung karena dapat bermanfaat. Saya proses memang tidak tahu juga.
Nama ini diberikan kepada saya dan membawa berkah. Dengan situasi Covid saat ini banyak yang mengaitkan. Jembrana sekarang diobati.
Sejak menjadi Bupati sekarang spiritualitas lebih dalam. Apakah membutuhkan ketenangan lebih tinggi?
Saya sering katakan. Bahwa saya datang ke Pura seperti datang ke rumah pacar.
Jadi kalau ke Pura, hujan angin pun tidak akan menunda.
Menerapkan dan untuk ke sana yaitu challenge-nya.
Ketika kita sampai ke Pura, meski hujan datang, pasti doanya masuk.
Semua orang percaya, kenapa kita ke Pura, dan kita punya Pancasila.
Pengamalan sila itu kan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Artinya kalau ketika tidak ada Tuhan Yang Maha Esa tidak ada yang nomor dua, tiga, empat, dan lima.
Sehingga harus bhakti. Eling sama Tuhannya. Mengingat sama Tuhannya. Berbuat baik.
Bukan datang ke pura saja, tapi harus datang ke semuanya. Konsep ajaran agama masing-masing. Islam ke masjid dan Kristen ke gereja.
Tapi ada banyak pengalaman ketika orang pergi jauh sembahyang.
Tidak fokus malah main handphone dan foto-foto. Banyak kerugian. Tidak fokus.
Posisi saya apa yang ada hari ini, saya meyakini bahwa itu rekayasa Yang Maha Kuasa. Keputusan Beliau.
Pagi selalu saya sembahyang. Apa yang saya lakukan untuk membuka diri dan menuntun.
Dari setelah itu hingga sore ialah tuntunan Beliau.
Contoh misalnya, ketika siang kehilangan handphone sudah menjadi keputusan.
Mungkin satu minggu akan mendapat HP lain lagi. Jadi saya berpikir universal sekali.
Jadi ketika membangun tempat ibadah sangat semangat.
Karena ada orang itu salat di masjid atau misalnya orang berdoa dan sembahyang di gereja.
Artinya satu atau dua persen doa itu menjadi berkah buat saya.
Sehingga, pluralisme harus dijaga.
Saya sangat universal, sangat menerima perbedaan dan menghargai kepercayaan masing-masing.
Tidak pernah ada salah.
Seperti membantu anak yatim piatu dan orang miskin. Jadi harus dibantu.
Kalau belajar seperti itu, rasanya, itu gimana ya. Tidur itu bagus dan nyenyak.
Saya baik-baik saja ketika selesai melakukan itu semua.
Saya tidak dendam dan condong ke satu kelompok atau kelompok lainnya.
Terus bagaimana awalnya Bapak bisa terjun menjadi politisi, katanya dunia politik itu sedikit kejam. Bagaimana pendapat Bapak?
Dunia politik, tergantung orang di bidang itu. Politik itu kejam, bisa kejam. Politik itu indah, ya indah. Tergantung mindset.
Politik itu alat membantu rakyat. Niat berpolitik, ialah membangun Jembrana mengeksekusi program dan membantu rakyat. Membangun SDM pertanian dan perkebunan. Membantu KK miskin.
Kekuasaan yang diraih semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat.
Segala SDA dan SDM semua digali. Untukku Semeton Jembrana.
Setelah menjadi Bupati Jembrana, apa yang akan Bapak lakukan? Fokusnya apa saja dalam 100 hari kerja?
Saya tidak mungkin mampu bekerja dengan Pak Wakil saja. Saya butuh teamwork.
Jadi saya butuh SKPD. Dan nanti kompak, dengan speed agak tinggi.
Dan akhirnya visi dan misi bisa di-drive. Tapi kendala saat ini Covid-19. Anggaran banyak terkoreksi.
Karena recofusing?
Ya recofusing itu. Tapi jangan ada Covid, kita mengurus Covid melulu.
Dan langkah-langkah ini yang harus saya siapkan. Dan anak muda itu yang dulu nyaman bekerja di pariwisata, kemudian pulang.
Jadi bagaimana ini solusinya. Jangan sampai ada semut mati di tempat gula.
Sekarang ada PLUT atau unit pelayanan terpadu.
Di situ akan dijadikan untuk diskusi, berekspresi untuk anak-anak muda.
Jadi saya tidak ingin anak muda Jembrana putus asa.
Tapi tidak bisa langsung menghasilkan. Tapi paling tidak ada ruang dan saya support dana di situ.
Jadi di perkebunan pun kami punya coklat. Tapi saat ini kita ekspor masih nama perusahaan. Dan nanti saya coret untuk menjadikan satu brand.
Kenapa Jembrana? Karena brand sangat penting.
Sehingga buyer itu akan tahu barang itu datang dari Jembrana.
Termasuk sektor perikanan banyak persoalan di situ.
Nelayan kita. Bagaimana kami sudah meletakkan dasar-dasar perikanan. Dan Pengambengan menjadi pelabuhan yang sangat baik.
Terkait dengan sosial budaya, itu apa yang akan dikembangkan?
Kita di Jembrana ini, ada semacam atraksi budaya yang sangat mumpuni. Ini deposito kita. Tapi belum ditarik.
Makepung adalah pacuan kerbau. Dan Jegog alat musik khas Jembrana. Jadi hari ini akan kami lakukan, sirkuit 3 in 1 akan dibangun di Pengambengan. Untuk sirkuit sejauh 800 meter.
Akan ada sirkuit, tempat lomba layang-layang, lomba jukung tradisional, kuliner dan UMKM di lahan 4,5 ha.
Apa Jembrana mampu membangun itu?
Jembrana tentu tidak mampu. Jadi kami mengusulkan ke Kementerian Pariwisata. Mudah-mudahan bisa terealisasi.
Jadi akan di anggaran 2022. Dan sudah komplit maju ke Bappenas. Dan itu artinya apa saya harapkan menjadi satu produk pariwisata Jembrana.
Kami punya, rest area bagus di Yehembang, kami akan mencari brand.
Bahkan hotel Jembrana akan dimasukkan brand kenamaan. Artinya tidak biasa-biasa lagi.
Kami juga mengundang supaya Civic Center dikelola oleh Cok Krisna.
Kemudian estetika di Gilimanuk. Bukan Pol PP lagi yang ditempatkan, tapi pramu wisata. Welcome Gilimanuk, menjadi wajah yang cantik.
Lalu apa yang Bapak lakukan untuk membuat wisatawan mau datang ke Jembrana?
Pernah tidak mendengar, kalau Jembrana hanya dilintasi saja.
Tetapi saya sudah syukuri, ada yang lewat. Daripada tidak ada yang lewat.
Nah sekarang ini bagaimana cara kita membuat mereka ini tidak sekadar melintas saja, tapi transit di Jembrana tiga atau empat hari.
Nah ini harus disiapkan bagi mereka untuk tempat makan atau mandi di Jembrana.
Tempat berwisata yang bagus agar mereka betah di sini. Jadi harus kami siapkan.
Kalau di akhir tahun saja wisatawan sebanyak 48 ribu kendaraan menuju Denpasar, dan itu membawa tiga orang untuk ke Denpasar, ada sekitar 150 ribu orang.
Kalau umpama tinggal tiga hari di Jembrana saja, satu orang minimal mengeluarkan Rp 200 ribu per hari, maka sudah ada penambahan ekonomi.
Itulah yang kami siapkan dan upayakan ke depan. Untuk mengubah Jembrana menjadi indah dan sopan santun. (*).